Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2

Malam telah tiba, seperti yang Ellijah katakan dia tidak mendatangi kamar pengantin. Jadilah Calla menunggu sendirian di kamar itu. Calla tidak benar-benar menunggu karena dia tahu Ellijah tak akan datang.

"Shellen!" Calla memanggil pelayan utamanya.

"Ya, Yang Mulia."

"Ayo kita bermain catur." Calla mengajak pelayannya untuk bermain catur.

"Yang Mulia. Kenapa anda mengajak saya bermain padahal anda tahu saya tak akan bisa menang melawan anda. Apakah benar-benar menyenangkan membuat saya selalu kalah?" Shellen mengeluh.

Calla menghela nafasnya, "Aku bosan."

"Bagaimana kalau saya memijat anda agar anda cepat tertidur." Shellen mengajukan pilihan lain.

"Tidak, aku hanya ingin bermain catur."

"Yang Mulia," Shellen memelas.

Calla mendelikan matanya, Shellen langsung menundukan wajahnya memutuskan kontak mata dengan ratunya. "Baiklah, Yang Mulia. Hamba akan mengambil caturnya dulu."

"Pergilah."

Shellen keluar dari kamar pengantin. Sambil menunggu, Calla menikmati anggurnya. Pikirannya melayang ke mendiang raja, jika saja raja tidak meninggal mungkin saat ini ia akan bermain catur dengan raja. Sesuatu yang memang selalu Calla dan Raja mainkan sebelum mereka tidur.

"Ah, kenapa Shellen lama sekali." Calla mengeluh ketika pelayannya ia rasa sangat lambat.

"Ke kerajaan mana kau mengambil catur itu, Shellen!" Calla memarahi Shellen yang baru saja tiba.

Shellen sering dimarahi oleh Calla tapi ia tak pernah membenci Calla karena bagi Shellen tak ada yang lebih baik dari Calla.

"Maaf, Yang Mulia. Hamba dari mendengarkan pelayan dan dayang membicarakan anda."

"Kenapa kau peduli apa kata mereka?" Sedangkan Calla saja tak peduli tentang apa kata orang-orang itu.

"Yang Mulia. Kenapa anda tenang saja. Yang Mulia Raja merendahkan anda. Beliau bahkan lebih memilih mendatangi istana selir dan tidur dengan dua selir sekaligus. Bagaimana jika selir-selir itu hamil lebih dulu dari anda."

"Maka aku hanya perlu menggugurkannya."

"Yang Mulia." Shellen benci sikap tenang ratunya.

"Kau cerewet sekali. Cepatlah, aku bisa menebas kepalamu karena rasa bosan."

Shellen menghela nafasnya, ia tak akan pernah menang bicara dengan ratunya. Shellen segera membuka bidak catur, meletakan pion-pion catur pada tempatnya.

Mereka mulai bermain, hanya dengan kurang dari 10 kali pergerakan, Calla sudah memenangkan pertandingan.

"Bermain denganmu malah membuatku semakin bosan, Shellen."

Shellen memajukan bibirnya kesal, "Saya sudah mengatakannya, Yang Mulia. Saya ini bukan teman bermain yang pintar. Ah, Raja adalah teman yang pandai. Dia terkenal pintar bermain catur."

"Maksudmu aku harus mengacau di istana selir hanya untuk mengajaknya bermain catur?" Calla menatap Shellen mencibir, "Kau sakit jiwa jika berpikir begitu."

"Yang Mulia, mana boleh anda membiarkan ini terjadi."

"Shellen, kenapa kau seperti ini? Aku bisa mengatasi semua ini."

"Bagaimana aku tidak seperti ini, Yang Mulia. Raja Loyn tak pernah memperlakukan anda seperti ini. Beliau begitu mengasihi anda. Harusnya Raja juga mengasihi anda seperti ayahnya."

"Kita tidak bisa membuat semua orang mengasihi kita, Shellen. Oleh karena itu kita yang harus mengasihi diri kita. Aku tidak mungkin menjatuhkan harga diriku datang padanya hanya untuk sekedar menyerahkan tubuhku."

"Tapi jika Yang Mulia tidak tidur bersama dengan Yang Mulia Raja maka bagaimana kalian akan memiliki keturunan. Ratu yang tidak memiliki keturunan dalam 5 tahun akan digulingkan dari tahtanya."

"Kau sudah pintar berargumen sekarang. Aku merasa kau makin cerewet saja."

Lagi-lagi Shellen menghela nafasnya, kenapa ratunya seperti ini? Tidak memiliki kekhawatiran sedikitpun.

"Hujan." Calla tersenyum karena suara berisik yang ditimbulkan oleh hujan. "Jangan khawatir tentang aku lagipula masih ada 5 tahun. Sekarang aku ingin mandi hujan dulu. Siapkan pakaian untukku setelah ini."

"Yang Mulia." Suara Shellen yang hendak melarang Calla main hujan tengah malam tak dihiarukan oleh Calla.

Di taman istananya, Calla berdiri dibawah guyuran hujan. Sebenarnya Calla benci hujan karena setelah ini dia pasti akan demam. Calla lemah akan hujan tapi hanya dengan hujan Calla bisa menunjukan kesedihannya. Tangisnya akan diredam oleh hujan.

Air matanya jatuh. Pikirannya melayang ke masa-masa bahagianya bersama dengan keluarganya. Saat ia bermain dengan adik kecilnya yang saat ini sudah meninggal.

"Ayah, Ibu, Amber, Kakak merindukan kalian." Calla menangis sesegukan. Hanya saat hujan ia bisa menangis karena setelah hujan reda ia akan kembali menjadi Calla yang tangguh dan kejam. Calla tak akan membiarkan orang melihat kesedihannya.

Satu-satunya orang yang memahami kesedihan Calla hanyalah Shellen. Hanya wanita itu yang tahu mengenai kisah hidupnya bahkan mantan kekasihnya tak tahu mengenai asal-usulnya.

"Yang Mulia, berhentilah. Setelah ini anda akan sakit." Shellen ikut hujan-hujanan karena Calla.

Calla menarik tangan Shellen lalu memeluk pelayannya, "Aku merindukan mereka, Shellen. Apa yang harus aku lakukan." Calla menangis makin deras.

Shellen tercekat karena ucapan Calla, "Yang Mulia."

"Aku merindukan mereka, Shellen. Aku merindukan mereka."

Shellen ikut merasakan sesak yang saat ini Calla rasakan, air matanya jatuh karena rasa sesaknya.

"Yang Mulia, mereka juga merindukan anda. Mereka saat ini pasti sangat bahagia karena anda sudah menjadi ratu Amethys. Mereka tak perlu mengkhawatirkan anda berakhir seperti mereka." Shellen menenangkan hati Calla. "Menangislah hingga anda puas, Yang Mulia. Setelah ini kembalilah menjadi Yang Mulia Calla yang saya kenal."

Hanya dalam pelukan Shellen, Calla bisa tenang. Pelayan yang dulunya temannya di istana pelayan memang mengerti apa yang ia rasakan karena Shellen tidak memiliki keluarga.

Calla telah selesai menangis, ia segera kembali ke kamar pengantin setelah berada di bawah guyuran hujan cukup lama.

"Minumlah ini." Shellen memberikan ramuan herbal agar Calla tak terserang demam.

Calla meraih cawan yang Shellen berikan. Ia segera menenggak cairan herbal tersebut. "Istirahatlah, Shellen. Aku sudah tidak membutuhkan bantuan darimu."

"Selamat malam, Yang Mulia Ratu." Shellen mengucapkan salam.

"Malam, Shellen."

Setelahnya Shellen keluar dari kamar pengantin yang sudah ada sejak pertama istana Amethys dibangun.



Calla selesai dari balai belajar, ia melihat bagaimana mahasiswa-mahasiswa di istananya belajar. Dulu Calla tak bersekolah karena sekolah hanya dikhususkan bagi anak bangsawan jadilah ia hanya belajar dari pemilik rumah bordil yang dengan baik hati mau mengajarnya membaca dan menulis. Calla yang cepat tanggap belajar dengan cepat. Ia bahkan sudah bisa mengingat dengan baik isi buku yang telah ia baca.

"Kemana kita sekarang, Yang Mulia?" Shellen bertanya.

"Aku ingin melihat prajurit Amethys bertarung." Calla hanya beralasan, sesungguhnya ia ingin melihat mantan kekasihnya.

Shellen mengikuti langkah ratunya, ia juga mengetahui mengenai mantan kekasih Calla.

Yang Mulia, jika anda ingin melihat Jendral Ryon maka anda harus kecewa karena saat ini beliau sedang mengurusi kerusuhan di daerah barat provinsi Byshe."

Calla mengerutkan keningnya, kenapa Shellen tak bicara dari tadi? "Aku tidak ingin melihatnya, Shellen. Aku ingin melihat sejauh mana kekuatan prajurit Amethys."

"Ah, begitu." Shellen bersuara menggoda Calla.

Calla hanya menggelengkan kepalanya, ia terus melangkah ke arena berlatih para pejuang Amethys.

"Yang Mulia, Raja hari ini turun melatih prajurit." Shellen memberitahu apa yang sudah Calla lihat.

Di sana, tepat di tengah arena berlatih saat ini Ellijah tengah bergulat dengan panglimanya.

Calla melangkah meninggalkan Shellen yang terpesona akan bagaimana berkharismanya Ellijah. Ia kembali ke istananya. Ia tak harus melihat Ellijah disana.

"Yang Mulia, tunggu." Shellen berlarian mengejar Calla.

"Yang Mulia berubah pikiran terlalu cepat." Shellen sudah berada di belakang Calla.

"Melihat Yang Mulia di arena latihan hanya membuatku ingin membunuhnya. Buruk jika aku membunuhnya karena muak melihatnya."

Shellen menghela nafas, bagaimana bisa ratu dan rajanya menikah jika kondisi mereka seperti ini. Astaga.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel