Pustaka
Bahasa Indonesia

Eternal Love

59.0K · Tamat
Yuyun Batalia
42
Bab
42.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Calla Xeranthemum, seorang wanita yang berambisi menjadi ratu kerajaan Amethys. Ia pernah melalui hidup dan mati saat ia kecil, hal inilah yang memicunya berkeinginan menjadi wanita nomor satu di Amethys. Ellijah Kingswan adalah raja baru Amethys. Pria ini tak pernah suka dengan Calla, ia bahkan tak pernah mengunjungi kediaman Calla. Bukan tanpa sebab ia membenci Calla, wanita yang sudah menjadi istrinya adalah penyebab kematian ibunya 1 tahun lalu. Ellijah lebih memilih untuk mendatangi istana selir daripada ratunya sendiri. Namun Calla bukan wanita yang mudah terbawa emosi. Ia bahkan tetap tenang meski suaminya telah mempermalukannya. Mampukah Calla mempertahankan tahtanya? Akankah ia bisa melepaskan masalalunya? Ataukah ia malah akan jatuh hati pada suaminya?

FantasiWanita CantikRomansaPernikahanLove after MarriageDewasaZaman Kuno

1

Desa Anthyme, 10 tahun lalu.

"Calla, ayo cepat nak. Kita harus pergi." Ibu Calla memanggil putrinya yang saat ini tengah mengemas barangnya. Gadis kecil berusia11 tahun itu bergerak cepat karena suara khawatir ibunya.

Calla sudah selesai mengemas barangnya yang sedikit, "Bu, dimana ayah?" Calla tak melihat ayahnya.

"Ayah menunggu kita di dermaga. Ayo, cepat sebelum para prajurit istana menangkap kita." Ibu menggenggam tangan Calla sementara di tangan lainnya sang Ibu menggenggam tangan adik perempuan Calla yang berusia 8 tahun.

Calla menyesuaikan langkah kakinya dan juga langkah ibunya. Mereka melangkah menuju ke dermaga, tempat biasa Calla bermain dengan adik kesayangannya.

"Ah, ibu." Adik kecil Calla terjatuh.

"Amber, ayo bangun." Calla segera membantu adik kecilnya untuk bangun.

Dermaga nampak ramai hari ini, Calla tak tahu pastinya kenapa tempat bermainnya jadi ramai seperti ini tapi yang sedikit ia tahu adalah bahwa desanya akan dihancurkan karena orang-orang yang tak mampu membayar pajak hasil pertanian.

"Ayah," Calla memanggil ayahnya yang terlihat sangat resah.

Sang ayah segera mendekat ke Calla, ibu dan adiknya. "Ayo, cepat naik ke kapal." Ayah Calla bersuara cepat.

"Ya, Ayah." Calla menjawab patuh. Antrian masuk ke kapal membuat Calla dan keluarganya menunggu bersama dengan keluarga lain.

Suara hentakan kuda membuat orang-orang yang ada di dermaga menjadi ketakutan. Puluhan panah api melesat ke arah mereka.

"AYAH!!" Calla berteriak saat melihat ayahnya terpanah.

"Tidak! TIDAK, AYAH!!" Calla memegangi ayahnya yang tewas dengan 3 anak panah tepat bersarang di jantungnya.

"Ibu, hiks, Ibu," tanisan Amber membuat Calla melihat ke ibunya yang juga sudah terpanah.

"Ibu, ibu, tidak, ibu, aku mohon, ibu." Calla menangis terisak. Ia memegangi dada ibunya yang telah terpana.

"Calla, bawa adikmu pergi dari sini. Kalian berdua harus selamat. Pergilah." Ibu Calla memintanya untuk pergi dengan sang adik.

"Aku tidak akan meninggalkan Ibu." Calla tak beranjak.

"Calla, pergilah. Pergilah sayang. Jangan berakhir seperti ini." Ibu Calla mengeluarkan darah dari mulutnya.

"Kakak, hiks," Amber menangis.

Calla menggenggam tangan adiknya. "Jangan menangis, Amber. Ayo, ayo kita pergi." Calla mengajak adiknya untuk pergi.

Kaki kecilnya dan adiknya berlari sebelum para prajurit sampai ke tepi dermaga. Calla dan adiknya sampai ke sebuah pasar. Di tengah keramaian orang tak akan mungkin prajurit istana bisa menangkap mereka.

"Kakak, aku haus." Amber bersuara lelah.

"Tunggu disini. Kakak akan membelikan minuman,"

Keadaan pasar menjadi kacau saat prajurit istana datang kesana. Para pengunjung pasar yang takut dengan prajurit istana segera menyingkir. Dan saat itu juga Calla kehilangan Amber.

"A-amber," Calla menjatuhkan wadah air minum yang ia pegang. Calla melihat prajurit yang mendekat, ia segera bersembunyi dengan air mata yang berjatuhan. Apakah adiknya sudah ditangkap oleh orang-orang istana?

Calla teringat akan ayah dan ibunya. Ia telah gagal menjaga adiknya. Sekarang ia telah kehilangan adiknya.

Istana Amethys, masa sekarang.

"Yang Mulia Ratu memasuki aula emas." Calla memantapkan langkahnya masuk ke tempat yang sudah sangat ia kenal. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan raja yang baru. Ini adalah pernikahan keduanya dengan penguasa negeri Amethys.

Gaun merah berbuntut panjang yang Calla pakai sewarna dengan bibir merah Calla. Wajah indahnya sangat sesuai dipadukan dengan gaun merah khusus pernikahan itu. Mendongakan wajahnya Calla terus melangkah, menaiki beberapa anak tangga hingga kini ia sudah berada di sebelah Raja Amethys, Ellijah Kingswan.

Semua menteri, pejabat tinggi, menengah dan rendah mengangkat kepala mereka saat Calla sudah berada di atas tempat melakukan prosesi pernikahan.

Kali ini Calla akan menjalani hidupnya bersama dengan pria berbeda lagi. Selama 3 tahun ia menjadi istri raja sebelumnya. 2 tahun sebagai selir utama dan 1 tahun sebagai seorang ratu. Telah banyak yang Calla lakukan hingga ia sampai ke titik ini. Ia meninggalkan pria yang ia cintai demi masuk ke istana. Ia bahkan menginjak-injak orang yang menghalanginya mencapai puncak tertinggi. Calla tak menghitung berapa banyak wanita yang telah ia celakai agar mencapai posisinya sekarang. Calla tak peduli pada kehidupan orang lain, yang akan ia lakukan hanyalah memiliki kekuasaan agar tak ada lagi yang menginjak-injak harga dirinya.

"Hidup Yang Mulia Raja! Hidup Yang Mulia Ratu!" Para pejabat kerajaan bersorak untuk pernikahan Calla dan Ellijah yang telah terlaksana.

"Jangan pernah berpikir jika aku menerimamu sebagai ratuku karena bagiku kau tak lebih dari seorang pelacur!" Bisikan kejam Ellijah tak mengusik ketenangan Calla.

"Kenapa harus membicarakan itu sekarang, Yang Mulia? Kita bisa bicarakan ini nanti di kamar pengantin." Calla membalas pelan. Ia memiringkan wajahnya lalu tersenyum lembut. Sebuah senyuman yang menutupi betapa kejam seorang Calla.

"Kau bermimpi jika aku sudi tidur denganmu."

Calla tersenyum lagi, "Kau tidak ingin mengetahui seberapa pandai pelacur ini memuaskan pria, hm?"

"Jalang." Ellijah berdesis.

Calla tersenyum lagi namun ia tidak menjawab hinaan Ellijah. Tak peduli apa yang Ellijah katakan dan seberapa benci suaminya itu padanya Calla tak akan pernah terluka. Mungkin ia bisa mengatakan bahwa hatinya telah mati untuk rasa sakit. Ia bukan kebal tapi sudah lupa rasanya sakit itu seperti apa. Setiap detik hidupnya selalu ia lewati dengan rasa sakit. Hidupnya berubah menjadi neraka setelah kedua orangtuanya tiada. Ia hidup dalam mati setelah bencana melandanya.

"Senyumlah, kau harus terlihat bahagia di hari istimewa ini." Calla berbicara tanpa menatap ke wajah Ellijah.

"Istimewa? Tcih! Hanya kau yang menganggap hari ini istimewa." Ellijah tak bisa memakai nada santai saat bicara dengan Calla. Ia mengeluarkan nada sinis dan kata-kata kasar, ia merasa hanya itu yang pantas untuk Calla yang telah membuat ibunya tewas.

"Aku sama sepertimu, Yang Mulia. Tak sedikitpun aku menganggap hari ini istimewa. Kau lebih mengenal aku dari siapapun. Aku hanya menginginkan posisi ratu bukan istrimu ataupun wanitamu." Calla tak akan bersandiwara seakan ia mencintai Ellijah. Pria di sebelahnya itu tahu benar wanita macam apa dirinya. Wanita yang haus kekuasaan, menumpahkan darah siapapun yang menghalanginya.

Ellijah mencengkram tangan Calla dengan erat. "Aku akan menyiksamu, kau harus ingat itu!"

Calla tersenyum, "Aku tak akan melupakannya, Yang Mulia. Tapi harus kau tahu, aku tak akan mundur dari posisiku meskipun kau membuatku setengah mati."

Ellijah benar-benar membenci Calla. Wanita yang ia anggap pelacur. Di usia 17 tahun Calla masuk ke istana sebagai seorang pelayan, hanya dalam 6 bulan wanita itu sudah menjadi kesayangan ayahnya dan dalam 2 tahun wanita itu menjadi ratu dengan menggulingkan ibunya. Ia tak tahu sihir apa yang digunakan oleh Calla hingga membuat ayahnya jatuh cinta setengah mati pada Calla. Ellijah merasa ayahnya telah tertipu dengan kecantikan Calla. Kecantikan yang menutupi betapa keji wanita itu.

Ellijah mengangkat tangannya, menghentikan alunan musik dan juga penari yang menari di tengah aula, "Yang Mulia Ratu akan menari untuk kita hari ini." Suara Ellijah membuat para pejabat terkejut. "Permaisuriku, hibur aku hari ini." Ellijah tahu benar bagaimana cara mempermalukan Calla. Di hari pernikahan ia diperintahkan untuk menari di depan para pejabat istana. Tak pernah dalam sejarah Amethys, Ratu menari. "Keberatan, Permaisuri? Bukankah kau berasal dari rumah pelacuran." Ucapan tajam Ellijah membuat pejabat istana terdiam.

Saat kasim mendiang Raja sebelumnya ingin bicara Calla segera bangkit dari tempat duduknya. "Menyenangkan hati Yang Mulia adalah tugasku sebagai permaisuri." Ia turun dari singgasananya, melangkah menuju ke tengah aula tempat dimana para penari yang berhenti menari. Ellijah tidak sepenuhnya salah mengenai asalnya karena yang semua orang tahu Calla berasal dari sebuah rumah pelacuran. Tidak, Calla tidak menjadi pelacur disana melainkan menjadi seorang pelayan. Pelayan yang cukup disayangi oleh pemilik rumah bordil. Oleh sebab itu Calla tidak pernah melayani lelaki hidung belang.

Calla pintar menari, ia sering memperhatikan para penari dari rumah bordil. Tubuhnya yang molek membuat tariannya semakin menarik perhatian. Calla baru berusia akhir 21 tapi ia memiliki tubuh yang matang. Bukan hanya raja yang menginginkannya tapi banyak bangsawan lain yang menginginkannya.

"Kau tidak pantas sama sekali menjadi Ratu, Calla. Kau hanya pantas menari seperti saat ini. Akan aku buat kau kembali ke tempatmu." Ellijah tak akan membiarkan Calla nyaman dengan posisinya. Satu-satunya cara agar Calla turun dari tahta adalah dengan tidak membuat wanita itu hamil. Ratu yang tidak bisa memberikan anak akan turun tahta setelah 5 tahun. Dan Ellijah akan menunggu untuk 5 tahun itu. Sekalipun ia tak akan menyentuh Calla. Tak akan pernah.