Bab 13 Rencana yang Berhasil
Bab 13 Rencana yang Berhasil
Briyan masih berdiri, mengintip dari balik jendela ruang kelas Aaron. Di sana Aaron terlihat sangat focus menatap pada sang guru yang berdiri di depan kelas sambil menerangkan pelajaran. Briyan berusaha untuk menarik napas dan melepaskannya.
“Apa aku harus mengatakannya pada Aaron?” gumam Briyan duduk di kursi tepat di depan kelas Aaron.
“Mengatakan apa?” Tanya Aaron yang sudah berdiri di hadapannya.
Tak tahu sedari kapan Aaron berdiri di sana. Briyan tidak menyadari keberadaan Aaron di dekatnya.
“Kak Aaron,” Briyan berdiri kaget.
Bibirnya kaku, lidahnya kelu saat ia ingin mengatakan apa yang sempat ia lihat sehingga membawanya ke hadapan Aaron saat ini. Namun, pikiran Briyan berkata lain. Melihat Aaron yang berdiri di hadapannya dan agaknya Aaron terlihat sedang dalam keadaan hati yang baik, membuat Briyan mengurungkan niatnya untuk mengatakan kata yang sudah berada di ujung lidahnya.
“Apa yang ingin kamu katakan, Briyan?” Tanya Aaron membuyarkan lamunan Briyan.
“I-itu kak, hmmm...,” Briyan ragu untuk mengatakannya. Hening sejenak. Sedangkan Aaron mengernyitkan dahinya karena ketidakjelasan sikap Briyan.
“Aku sedang banyak tugas, Kak Aaron. A-aku membutuhkan bantuanmu,” ucap Briyan terbata mengalihkan apa yang seharusnya ia katakan.
Briyan menarik tangan Aaron dan membawanya duduk di bangku. Aaron mengikuti Briyan. Namun, Aaron merasa harus menolak apa yang menjadi permintaan Briyan.
“Maafkan aku Briyan, aku tidak bisa membantumu,” ucap Aaron menolak untuk membantu Briyan.
Briyan tahu jika Aaron pasti akan menolaknya, tetapi itu bukanlah hal yang tabu bagi Briyan, ia terus berusaha untuk membujuk Aaron. Memintanya untuk mengikuti keinginannya.
Aaron teringat akan janjinya pada Jashie untuk segera pulang setelah jam tambahannya usai. Namun, Briyan terus bersikeras menahannya dan meminta Aaron untuk membantunya.
Briyan mengeluarkan buku tugasnya dan memperlihatkan tugasnya pada Aaron yang terlihat gusar dan bimbang. Briyan terus berusaha, tidak putus asa, meskipun Aaron telah menolaknya.
“Ini, kak. Tugas ini aku sangat tidak mengerti,” Briyan tidak peduli akan apa yang terjadi pada Jashie. Baginya ini adalah sebuah kesempatan emas untuk bisa berduaan lebih dekat dengan Aaron yang menjadi idola baginya.
“Briyan, aku tidak bisa membantumu,” Aaron berusaha untuk menolak.
“Kak Aaron aku mohon, bantu aku, jika bukan kakak yang menolong aku, siapa lagi, kak?” Briyan mengiba terus memohon kepada Aaron, berharap hati Aaron tergerak hatinya untuk membantunya.
“Baiklah, aku akan membantumu, tapi aku masih ada jam tambahan yang harus aku ikuti. Aku tidak bisa sekarang,” ucap Aaron.
“Aku akan menunggu kak Aaron, sampai kakak selesai mengikuti kelas tambahan,” ucap Briyan.
Aaron kembali beranjak masuk ke dalam kelasnya, mengikut pelajaran yang masih berlangsung.
Briyan menyeringai senang. Rencananya untuk bisa dekat dengan Aaron kali ini sepertinya akan berhasil. Kecelakaan Jashie agaknya membuatnya semakin dekat dengan Aaron.
Briyan sungguh merasa tak peduli dengan apa yang terjadi pada Jashie. Meskipun ia mengetahui jelas akan kecelakaan yang menimpa Jashie. Namun, Briyan akan terus menyembunyikan apa yang ia ketahui pada Aaron.
Baginya, kesempatan untuk lebih dekat dengan Aaron semakin terbentang luas tanpa kehadiran Jashie di antara mereka yang hanya akan menjadi penghambat baginya. Ia sungguh merasa lebih bahagia tanpa kehadiran Jashie di sini.
Hampir setengah jam Briyan menunggu kelas tambahan yang diikuti Aaron. Kelas itu pun akhirnya usai. Semua anak yang berada di dalam kelas itu berhamburan keluar. Begitupun dengan Aaron yang keluar menyandang tasnya.
Briyan segera menghampiri Aaron. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Ia tersenyum simpul menunjukkan betapa bahagianya Briyan saat Aaron menghampirinya.
“Kita duduk di taman saja!” ajak Briyan menarik tangan Aaron menuju taman tempat Aaron dan Jashie biasanya duduk saat menunggu jam istirahat usai.
“Mana tugasnya? Cepat keluarkan! Aku akan membantumu!” desak Aaron.
Briyan mengeluarkan buku tugasnya dan memperlihatkan tugas yang ia rasa sulit pada Aaron. Aaron menatap dengan seksama pada tugas yang ditunjukkan Briyan padanya.
Ponsel Aaron bergetar, ia mengeluarkan ponsel itu dari dalam saku celanannya.
“Wah, ponsel Kak Aaroan bagus sekali,” Briyan mengambil ponsel itu dari tangan Aaron. Memperhatikan dengan kagum ponsel keluaran terbaru dengan harga yang sangat mahal. Briyan melihat Baterai di ponsel itu sudah hampir habis. Dengan sengaja Briyan menonaktifkan ponsel Aaron dengan alasan baterai ponsel itu yang low.
“Sepertinya ponsel kak Aaron kehabisan baterai, sampai nonaktif seperti ini.” Briyan memberikan ponsel itu pada Aaron.
Aaron merasa kecewa pada dirinya sendiri. Semalam ia lupa men-charger ponselnya sehingga di saat seperti ini ponselnya harus mati. Padahal ia harus mengabari Jashie bahwa dirinya akan terlambat untuk pulang karena harus membantu Briyan dalam mengerjakan tugasnya.
“Kak Aaron, ini caranya bagaimana?” Tanya Briyan membuyarkan lamunan Aaron.
Aaron tersentak, segera ia melihat tugas yang ditunjukkan Briyan. Aaron menjelaskan langkah-langkah dalam pengerjaan tugas matematika Briyan.
Briyan mendengarkan penjelasan Aaron dengan seksama. Di bibirnya sebilah senyum masih menggores. Bagaimana tidak, Briyan merasa sanngat senang saat ini karena Aaron ada bersama dengan dirinya, tanpa Jashie yang kini entah bagaimana kabarnya.
“Tanpa Jashie kali ini, aku merasa semakin dekat dengan kak Aaron,” batin Briyan.
“Bagaimana? Kamu mengerti?” tanya Aaron memberikan timbal balik atas penjelasannya pada Briyan.
“Akan aku coba, kak.” Briyan menuliskan point penting atas penjelasan Aaron tadi.
Briyan berusaha untuk mengulur waktu. Bersama dengan Aaron, berdua seperti ini merupakan harapannya yang terwujud pada saat ini. Briyan tidak ingin melewati kesempatan besar untuk bersama dengan Aaron seperti saat sekarang ini.
Briyan hanya ingin harinya ini tidak ada yang mengganggu kebersamaanya dan juga Aaron, termasuk Jashie. Ia tersenyum. Matanya menyipit saat melihat Aaron yang berusaha untuk menghidupkan kembali ponselnya.
Aaron tidak percaya begitu saja pada Briyan, sehingga Aaron ingin memastikan sendiri bahwa ponselnya benar kehabisan baterai ataukah hanya akal-akalan Briyan saja.
Aaron mendengus kesal saat ponsel itu benar-benar padam dan enggan menyala, kecuali menunjukkan persentase daya baterainya saat ini.
“Kak, apa ini sudah betul?” Tanya Briyan menunjukkan buku tugasnya pada Aaron. Aaron memerhatikan dengan seksama jawaban atas pertanyaan yang ada di dalam buku. Mencocokan jawaban Briyan dengan jawabannya.
“Ini masih ada kesalahan,” ujar Aaron.
“Akan aku perbaiki, Kak.” Briyan pun memperbaiki jawaban yang dirasa Aaron masih salah. Sembari Briyan menyelesaikan segala tugasnya, berkali-kali Aaron menatap pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
Berkali-kali Aaron menatap pada langit yang mulai senja. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya. Aaron merasa Jashie akan marah padanya karena ia terlambat untuk pulang.
“Jashie pasti menganggapku ingkar janji padanya,” batin Aaron.
“Kak, lihat ini! Apa semua jawabanku kali ini sudah benar?” tanya Briyan.
Aaron melihat buku tugas yang disodorkan Briyan padanya. Melihat dengan seksama.
“Sepertinya semua sudah benar. Kalau sudah selesai, aku pulang dulu ya, Briyan.” Aaron mengemasi barang-barangnya.
“Kak, apa aku bisa menumpang pulang denganmu?” Tanya Briyan.
Aaron menatap ke sekeliling mereka, langit senja mulai berubah kelam. Hanya lampu taman yang menerangi keberadaan mereka saat ini. Aaron menatap ke atas langit yang mulai kelam dan juga mendung.
Bersambung…
