Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Tak Terduga

Bab 14 Tak Terduga

“Bagaimana kak? Apa aku bisa menumpang denganmu?” Tanya Briyan membuyarkan lamunannya.

Aaron memandang ragu pada Briyan. Namun, di dalam hatinya masih ada rasa iba. Ia tidak tega harus meninggalkan Briyan sendirian di sekolah itu.

Aaron mengangguk dan berkata, “Baiklah, kamu bisa pulang bersamaku,” ucap Aaron berlalu.

Dengan hati yang berbunga-bunga, Briyan mengikuti langkah Aaron yang sedari tadi hanya diam. Bahkan saat mereka sudah berada di dalam mobil, Aaron tidak berkata sepatah katapun.

“Aku yakin, tugasku kali ini akan mendapatkan nilai seratus,” ucap Briyan membuyarkan sepi di antara mereka.

“Ada baiknya kamu perhatikan lagi, karena jika ada salah pada satu angka saja, maka semuanya akan salah,” Aaron menanggapi.

“Iya kak, aku akan memperhatikan dengan teliti lagi,” papar Briyan.

“Maaf Briyan, aku harus menurunkan kamu di sini, karena aku harus segera pulang!” ujar Aaron menepikan mobilnya.

“Baiklah kak, terima kasih.” Dengan hati yang dongkol Briyan turun dari mobil itu.

Aaron meliukkan mobilnya di perjalanan menuju rumahnya. Yang terbayang di dalam pikirannya saat ini adalah wajah manyun Jashie yang telah menunggunya sangat lama dan tanpa kabar darinya.

“Pasti Jashie kesal padaku karena aku terlambat pulang,” gumamnya memacu mobilnya dengan sangat cepat, beruntung jalanan saat ini sudah mulai lengang.

Setibanya di parkiran, Aaron segera turun dari mobilnya dan masuk ke dalam rumahnya.

Rumah itu sepi, kosong bagaikan tidak berpenghuni. Lampu di ruang tamu dan di ruang tengahnya tak menyala. Tidak biasanya keadaan rumahnya sepi seperti ini. Biasanya di saat seperti ini rumah sudah ramai dengan guyonan Papa dan Mama dan juga Jashie.

Tidak dengan kali ini. Rumah itu sepi bagaikan kuburan. Aaron menghidupkan satu persatu lampu ruangan itu. Tidak ada siapapun di sana.

“Ma…” panggil Aaron.

“Pa…” panggil Aaron lagi. Namun, masih tidak ada jawaban dari dalam.

“Jashie… kakak pulang!” pekik Aaron.

Pun tidak ada yang menyahut panggilan Aaron kali ini. Ruangan itu kosong. Membuat Briyan semakin penasaran.

“Kemana semua orang?” tanyanya pada dirinya sendiri.

Aaron berlari menuju lantai dua, menapaki anak tangga satu persatu. Dengan segera ia membuka pintu kamar Jashie. Sepi, tidak ada Jashie di dalam sana.

Aaron membuka pintu kamarnya. Ia berpikir, mungkin saja Jashie telah menunggunya di dalam kamarnya saat ini. Namun, saat ia melihat dengan seksama kamar itu, tidak ada siapapun di sana. Kosong. Tidak berorang.

Aaron kembali turun ke lantai dasar.

“Mama, Papa!” panggilnya. Tidak ada yang menyahutnya lagi. Semua keadaan saat ini masih sama. Sepi dan kosong. Tak ada orang.

Seseorang datang dari arah dapur menanggapi panggilan Aaron kali ini.

“Tuan Aaron,” sapa wanita paruh baya yang masih memegang serbet di tangannya.

“Bi, Mama dan Papa kemana Bi?” Tanya Aaron.

“Tuan besar dan Nyonya besar sedang berada di rumah sakit, tuan muda Aaron,” jawab wanita paruh baya yang merupakan asisten rumah tangga di rumah Aaron.

“Di rumah sakit, Bi?” Tanya Aaron memastikan.

“Iya, Tuan muda Jashie masuk rumah sakit karena kecelakaan, Tuan.”

Aaron terperanjat kaget mendengarkan ucapan asisten rumahtangganya itu. Hatinya bergemuruh hebat, jantungnya berdegup dengan sangat kuat sehingga ia merasa lemah. Irisnya tergenang air mata. Rasanya ia tidak percaya Jashie berada di rumah sakit.

Entah apa yang terjadi pada Jashie sehingga ia mengalami kecelakaan itu dan bodohnya Aaron, mengapa ia tidak tahu akan hal besar yang menimpa Jashie saat ini.

“Kenapa Bibi tidak mengabari aku?” Tanya Aaron dengan nada yang tegas setengah berteriak.

“Bibi sudah menghubungi Tuan muda Aaron, tetapi nomer tuan muda Aaron sangat susah untuk dihubungi,” sahut si Bibi menunduk.

Tanpa pikir panjang, Aaron mengambil kembali kunci mobilnya yang ia taruh di atas meja. Kemudian ia berlari menuju mobilnya yang terparkir. Menyalakan mobil itu dan melajukan kendaraannya menuju rumah sakit.

Aaron merasa tak berdaya saat mendengarkan Jashie yang berada di rumah sakit dan sedang berjuang karena kecelakaan yang menimpanya. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri karena kelalaiannya hingga adiknya masuk ke rumah sakit saat ini.

Setibanya di rumah sakit, setelah memarkirkan mobilnya, Aaron berlarian masuk ke dalam rumah sakit. Ia mencari-cari ke seluruh tempat di mana kemungkinan adiknya di rawat saat ini.

“Suster, pasien yang kecelakaan atas nama Jashie di mana?” Tanya Aaron pada setiap suster yang ia temui. Namun, suster itu hanya diam. Mungkin ia tidak tahu pasien yang ditanyakan oleh Aaron.

Aaron terus berlarian mencari tempat kemungkinan Jashie dan keluarganya berada. Perasaannya benar-benar kacau saat ini. Keberadaan Jashie di tempat ini adalah jawaban atas hatinya yang sempat resah sejak tadi.

“Jashie, kamu di mana?” Aaron mengelap keringat dingin yang berkucuran di keningnya. Mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Ia terus berlari. Berharap mendapatkan pertanda akan keberadaan keluarganya dan Jashie terutamanya. Aaron tidak putus asa. Ia terus mencari di setiap ruangan dan lorong rumah sakit.

Di depan sebuah ruangan operasi, akhirnya Aaron bertemu dengan Papa dan Mamanya yang berdiri di depan pintu ruangan dengan perasaan yang harap-harap cemas.

“Pa, Ma, bagaimana keadaan Jashie?” Tanya Aaron dengan napas yang tersengal karena ia habis berlarian mencari keberadaan mereka.

Namun, bukan jawaban langsung yang di dapatkan Aaron kali ini, melainkan muka masam dari Patricia dan juga Daniel padanya. Aaron tak patah arang, ia terus bertanya bagaimana keadaan adiknya.

“Masih bisa kamu berpura-pura peduli seperti ini pada adikmu sendiri, Heh?” Tanya Patricia dengan mata yang merah dan berlinangan air mata.

“Ma,” Aaron merasa bersalah.

“Kenapa kamu membiarkan dia pulang sendirian seperti ini Aaron?” Tanya Daniel dengan nada yang mencekam.

“Pa, tadi aku… a- aku,” Aaron terbata-bata untuk menjelaskan alasan ia meminta Jashie untuk pulang lebih dahulu.

“Kamu lihat! Akibat dari perbuatan mu yang membiarkan adikmu pulang sendirian?” hardik Daniel.

“Jika kamu tidak membiarkan Jashie pulang sendirian, mungkin kecelakaan ini tidak akan terjadi padanya, Aaron.” Patricia menangis. Ia menyandarkan tubuhnya di dalam dekapan Daniel.

“Ma, Pa, aku mengaku salah. Aku minta maaf Ma, Pa. Aku tidak tahu jika semuanya akan terjadi seperti ini, Ma,Pa.” Aaron berusaha untuk meyakinkan kedua orang tuanya atas ketidak tahuannya akan kejadian ini.

“Dari mana saja kamu, sampai-sampai kamu tidak mengetahui kecelakaan yang menimpa adikmu? Bahkan kamu matikan ponselmu itu, Aaron!” Daniel bersuara nyaring, ia tak mampu menahan emosinya.

“Aku ada kelas tambahan Pa, dan ponselku lowbed Pa, Ma.” Aaron berusaha untuk menjelaskan.

“Bagaimana keadan Jashie, Ma, Pa?” Tanya Aaron merasakan cemas yang luar biasa di dalam hatinya.

Kali ini ia memang salah karena telah meminta Jashie untuk pulang lebih dahulu sendirian. Jika saja ia menuruti permintaan Jashie untuk pulang bersama dengannya, mungkin kecelakaan ini tidak akan terjadi. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terjadi dan waktu tidak bisa di putar ulang kembali.

Aaron duduk di kursi tunggu, ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia memang bersalah, dan pantas menerima kemarahan dari kedua orangtuanya. Namun, rasa sayang Aaron pada Jashie membuat Aaron tak mampu untuk membendung air matanya.

Aaron menangisi Jashie yang tengah berjuang di dalam ruangan operasi itu. Ia tidak bisa membayangkan Jashie yang tengah berjuang di antara hidup dan matinya saat ini.

Seorang Dokter keluar dari ruangan itu. Dengan segera, Daniel dan Patricia serta Aaron menghampiri Dokter itu.

“Bagaimana keadaan putera kami, Dokter?” Tanya Daniel dan Patricia di sela isaknya.

“Bagaimana keadaan Adikku, Dokter?” Aaron tak kalah ingin tahu tentang kabar adiknya yang berjuang hidup di dalam sana.

“Putera Anda kehilangan banyak darah dan ia membutuhkan donor darah,” ucap Sang Dokter.

“Kalau begitu, ambil saja darah kami, Dokter!” ucap Patricia.

“Kalau begitu, Tuan dan Nyonya bisa ikut saya ke ruangan untuk melakukan transfusi darah,” ucap Sang Dokter. Patricia dan Daniel mengikuti langkah Dokter itu. Sedangkan Aaron hanya berdiri di depan ruangan sembari menyatukan kedua tangannya. Berdo’a pada Tuhan, berharap akan datangnya sebuah keajaiban pada Jashie.

Setelah mengambil tes darah, Daniel dan Patricia kembali duduk di sebelah Aaron. Mereka sama berharapnya dengan Aaron. Berdo’a kepada Tuhan, berharap sebuah kejadian terjadi pada Jashie, sehingga Jashie bisa melewati masa sulitnya.

Dokter yang lebih dahulu masuk ke dalam ruangan operasi itu kembali keluar. Orangtua Aaron berdiri menghadapi Sang Dokter yang memasang tampang heran di wajahnya.

“Ada apa Dokter?” Tanya Daniel.

Dokter itu memegang sebuah kertas hasil tes darah sementara milik Patricia dan Daniel.

“Sepertinya ada sebuah kesalahan di sini,” ucap Sang Dokter memberikan kertas.

“Kesalahan apa, Dokter?” Tanya Patricia membuka lembaran kertas itu.

Patricia dan Daniel saling bertatapan. Mata mereka saling melotot menatap pada selembar kertas yang ada di tangan mereka.

“Ada apa Ma? Pa?” Tanya Aaron penasaran melihat ekspresi wajah kedua orangtuanya.

“Dokter, aku rasa ini ada kesalahan. Mana mungkin hasilnya seperti ini,” ucap Patricia.

“Tidak mungkin ada kesalahan pada hasil tes ini, Nyonya,” ucap Sang Dokter.

“Ini pasti ada kesalahan, Dokter.” Daniel ikut menimpali ucapan sang istri.

Dokter itu terlihat bingung. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kali ini yang lebih penting adalah donor darah untuk Jashie.

“Dokter, bagaimana ini?” Tanya Daniel.

“Sebaiknya Nyonya dan Tuan ikut saya. Kita akan melakukan test ulang untuk memastikanlagi hasilnya.”

Patricia dan Daniel saling bertatapan. Kedua orangtua itu saling merangkul. Tidak ingin ada hal buruh yang menimpa putera bungsu mereka. Patricia dan Daniel terus mengikuti kemana langkah kaki sang Dokter itu mengayun. Membawa mereka ke sebuah ruangan sebelum mereka melakukan test darah.

Bersambung…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel