2. Posisi Atas Bawah
Bayu melepas kaos yang dia kenakan dan menyampirkan ke pundaknya. Pria itu masih dengan semangat mengaduk semen untuk merenovasi rumah belakang Davit. Tuhan memang adil, kadang manusia berada di atas kadang juga di bawah. Dulu Bayu pernah merasakan punya uang banyak sampai pusing mau dibuat apa uangnya. Sekarang ia tidak punya uang lebih untuk sekadar nongkrong.
“Untung aku orang dermawan, saat susah pun ada yang nolong,” ucap Bayu memuji dirinya sendiri. Kalau bukan narsis bukan Bayu orangnya.
Davit melirik Bayu sekilas, pria itu kembali melanjutkan aktivitasnya merendam batu bata sebelum digunakan. Dua dosen itu kini menjadi tukang bangunan dengan outfit celana kolor. Memang benar kalau buruknya, jeleknya, dan dekilnya suami hanya istri yang melihat, sedangkan di luar suami akan terlihat keren di mata bibit-bibit pelakor.
“Eh Vit, pinggang aman?” tanya Bayu menatap Davit.
“Kamu pikir?” tanya Davit balik dengan tajam. Masalah pinggang adalah masalah sensitif yang tidak ingin Davit dengar. Pasalnya bukan rahasia umum kalau ia sering sakit pinggang.
“Ya siapa tahu encok. Eh btw tadi pagi sudah puas?”
“Gak usah mesum jadi orang. Kalau mau ngerasain ya nikah sono, awas lama-lama jadi odol karena lama gak dikeluarkan,” kata Davit.
“Siapa bilang bakal jadi odol. Kamu gak tahu keahlianku dalam bersolo karir,” jawab Bayu dengan bangga. Davit sedikit menjauhkan tubuhnya dari Bayu. Orang gila mana selain Bayu yang bangga dengan bersolo karir.
“Kalau terus kayak gitu, kualitas sperma bakal buruk dan jadi encer.”
“Ya ditambahin tepung maizena biar kental,” jawab Bayu asal. Davit mengangkat batu batanya ingin melempar tepat di kepala Bayu. Bayu yang melihat itu segera menghindar. Kalau tidak gila bukan Bayu namanya.
“Aku nasehatin ya, Yu. Kalau mau nikah itu jangan takut gak punya uang. Masalah gelang ibu kamu, lebih baik diskusi sama ibu kamu. Kalau kamu kabur-kaburan terus gak akan habis masalahnya.”
“Bisa-bisa aku digorok sama ibuku. Kamu tahu sendiri bagaimana ibuku.”
“Ibu kamu sudah pengen menantu, kalau kamu kenalin Hukma, siapa tau ibu kamu langsung jatuh hati.”
“Tapi aku malu sama bapak kamu, Vit. Bagiku satu milyar itu uang yang murah buat mempersunting Hukma. Aku pastikan kasih dia mahar-”
“Gak usah banyak omong. Yang penting nikah dulu, kamu sunat umur sepuluh tahun, dan sudah delapan belas tahun bentuk jamur kamu bagus. Tapi buat apa bagus kalau cuma buat kencing. Itu jamur atau talang air?” oceh Davit.
“Woy ngajak gelut lo?” Bayu berbicara ngegas dan sudah ingin menghajar Davit. Namun terhenti oleh suara seseorang dan langkah kaki.
“Assalamualaikum, Punten Kang ….” teriak seorang pria memasuki rumah Davit dari pintu belakang.
“Waalaikaumsalam.” Davit menjawab kalem, sedangkan Bayu sudah menjawab dengan ngegas.
Bayu menatap garang seorang pria yang datang memakai pakaian formal. Pria itu adalah pria yang sama yang sudah menghianatinya. Pria yang memberikan harapan tinggi padanya sebelum ia dihempaskan tanpa kepastian.
Bayu memegang sekop dan menatap garang Aidan. Mata Bayu seolah berkobar api cemburu, eh salah, yang benar api amarah. Aidan Putra Pratama, CEO perusahaan Pesona Jaya, perusahaan yang bergerak di bidang Kontruksi. Aidan sendiri adalah musuh Bayu dan Davit saat kuliah, tetapi kini mereka menjadi sahabat. Aidan juga merupakan bos dari Lintang.
Aidan pria berusia dua puluh delapan tahun yang sudah sukses menduduki posisinya sebagai seorang CEO. Otak pintar, tampang rupawan dan terkenal dengan perangai yang baik menjadi nilai plus untuk Aidan. Sayang, Aidan adalah orang paling ngenes karena cintanya ditolak.
“Kenapa lo datang, hah?” tanya Bayu mendorong tubuh Aidan. Aidan menundukkan kepalanya, melihat jasnya yang saat ini terkena semen dan pasir karena tangan Bayu yang kotor.
“Apa maksudmu? Aku datang baik-baik ke sini.”
“Lo masih bilang baik-baik setelah lo kasih gue harapan tinggi? Lo datang menemui gue dan bilang akan kasih gue kerjaan, tapi kenyataannya sampai saat ini lo abaikan gue,” teriak Bayu dengan kencang. Bayu masih menatap Aidan dengan tajam. Rasa ingin mencabik-cabik Aidan semakin merasuki otak Bayu.
“Ya tenang dong, aku lagi nyari posisi yang pas buat kamu.”
“Apa saja gue mau, mau di kantor kek, mau di lapangan kek asal kerja. Lo gak usah raguin kekuatan dalam gue.”
“Besok datang ke kantor jam satu siang, aku tunggu di sana,” kata Aidan melepas jasnya.
Mata Bayu yang semula berkobar amarah kini redam seketika digantikan tatapan penuh binar kebahagiaan. Dengan spontan Bayu melompat memeluk tubuh Aidan. Aidan berteriak dengan sekencang-kencangnya karena kaget.
“Bayu … aku sudah lepas jas yang kotor gara-gara kamu, sekarang kamu buat bajuku kotor juga,” teriak Aidan mendorong paksa tubuh Bayu. Namun bukan Bayu namanya kalau tidak agresif, Bayu malah melingkarkan kakinya di pinggang Aidan membuat Aidan harus menahan tubuh pria yang lebih berotot dari dirinya.
“Kan harusnya kamu ngomong gini sejak tadi, jadi gak buat aku marah-marah dulu. Kamu memang paling bisa diandalkan, sudah ganteng, kaya lagi, cewek mana yang gak mau sama kamu, fiks bentar lagi kamu gak jomblo,” oceh Bayu.
Davit ingin muntah mendengar ocehan calon adik ipanya. Lidah Bayu memang setajam pedang. Kalau kesal sama orang, segala macam umpatan sampai setan, tuyul, kuntilanak, akan Bayu keluarkan. Namun bila dibantu oleh orang pasti lidahnya akan memuji-muji, seperti saat ini contohnya. Kemarin Bayu menyumapah serapahi Aidan biar menjadi jomblo abadi, tetapi sekarang malah kebalikannya.
Seorang gadis menatap ke arah tiga pria dengan tatapan ngeri. Hukma menatap pacarnya yang tengah gelendotan manja pada Aidan. Aidan yang kebetulan melihat Hukma pun segera mengangkat tangannya dan menggelengkan kepalanya.
“Bukan aku yang meluk,” ucap Aidan.
“Papi Bayu!” teriak Hukma dengan kencang. Dengan spontan Bayu melompat turun dari tubuh Aidan. Bayu membalikkan tubuhnya, menatap Hukma sang pacar yang sangat ia cintai.
“Hukma, kamu datang,” ujar Bayu segera mendekati Hukma. Namun Hukma memundurkan tubuhnya.
“Kenapa?”
“Kamu habis pelukan sama Aidan,” kata Hukma. Bayu menghampiri Aidan lagi, pria itu menarik jas Aidan dan membersihkan tangan serta tubuhnya menggunakan jas mahal Aidan.
Aidan membulatkan matanya melihat tingkah Bayu, bibirnya ingin protes, tetapi terhenti saat Bayu melempar jasnya tepat mengenai tubuhnya. Bayu melenggang pergi dan menarik Hukma untuk pergi dari sana juga.
“Bayu sialan,” desis Aidan meremas jasnya dengan kencang. Jas yang dia kenakan adalah jas mahal, saat mencucinya pun ia mencuci sendiri dengan sepenuh hati, tetapi kini ternistakan karena ulah Bayu.
“Sudah bersih tubuhku, gak ada lagi aura Aidan di tubuhku,” jawab Bayu menciumi punggung tangan Hukma yang tengah ia pegang.
Hukma tersenyum manis menatap pacarnya, tangan kiri Hukma dengan lancang mengusap dada Bayu. “Kasihan pacarku ini, harus kerja keras demi nikahin aku,” ujar Hukma.
“Harga diri laki-laki itu memang bekerja keras, kamu jangan khawatir, aku pasti tidak akan membiarkanmu dalam kesulitan satu kali pun. Saat di luar aku bisa menghadang banyak masalah, tapi saat bersamamu aku akan menjagamu sepenuh hatiku,” oceh Bayu mencium pipi Hukma. Bayu mengambil duduk di lantai ruang tamu Davit. Hukma ikut duduk di samping pacarnya. Diam-diam Davit dan Aidan membuntuti dua orang yang tengah kasmaran itu.
“Nih aku bawain makanan buat kamu. Bukan aku sih yang masak.”
“Baiklah, siapapun yang masak, kalau yang bawain kamu, pasti rasanya enak,” jawab Bayu memuji. Bayu mengambil rantang Hukma, sedangkan Hukma menyerahkan sendok. Bayu mulai mencicipi sup sayur yang dibawakan Hukma.
Demi kulit kerang ajaib, Bayu merasa mual dengan masakan yang dibawakan Hukma. Tidak ada rasa manis, asem atau pun asin, yang ada rasa MSG rasa sapi yang mungkin satu bungkus dimasukin semua. Bayu sudah salah memuji, kini perutnya terasa diaduk-aduk tidak karuan.
“Hukma, punya dendam apa mama kamu sama aku?” tanya Bayu meraih botol minum yang dibawa Hukma.
“Kenapa, Pi? Gak enak rasanya?” tanya Hukma.
”Demi neptunus, alien pun tidak akan mau memakan makanan ini,” kata Bayu.
“Tapi itu papa yang masak,” jawab Hukma. Bayu membulatkan matanya mendengar nama papa Hukma yang disebut. Pak Seno si kumis tebal menjadi momok untuk Bayu. Pasalnya sejak mendekati Hukma, Pak Seno sudah mengibarkan bendera perang pada Bayu. Sindiran Pak Seno selalu pedas menusuk ulu hati. Pertama pacaran dengan Hukma, Bayu disuruh membawa promag kalau ia tidak punya uang untuk beliin Hukma jajan. Siapa tahu maag Hukma kambuh karena kelaparan. Kalimat itu juga yang membuat Bayu bekerja keras, agar kalau kencan tidak perlu membawa promag, melainkan sanggup membelikan Hukma jajan.
“Sayang, titip salam sama papa kamu, masakan ini sangat enak,” ucap Bayu merangkul lengan Hukma. Hukma menarik tangan Bayu, lebih mengeratkan rangkulan sang pacar.
“Siap. Aku salamin ke calon mertua papi,” jawab Hukma mencium pipi pacarnya.
Davit dan Aidan ingin muntah mendengar Hukma memanggil Bayu dengan sebutan ‘Papi. Entah bagaimana awalnya bisa Hukma memanggil Papi, Davit juga tidak mau tahu.
“Jijik,” bisik Aidan.
“Banget,” jawab Davit.
“Lihat noh lihat, makan saja suap-suapan. Gak punya tangan sendiri apa,” oceh Aidan lagi.
“Tangan kebanyakan buat maksiat sampai makan saja minta disuapin.”
“Lihat tuh tuh pakai acara rangkul-rangkulan. Dipikir teletabis apa setiap saat berpelukan.”
“Hidung Hukma apa gak busuk cium bau badan Bayu.”
“Hidungnya sudah berusaha semaksimal mungkin.”
“Iyuh.”
“Mas Davit, Pak Aidan, kenapa julid di situ? Lanjut kerja sana.” ucap Lintang yang mendatangi dua pria dewasa yang tengah asik ghibah. Bayu dan Hukma menolehkan kepalanya menatap dua pria yang julid.
“Papi, kenapa mereka selalu menzolimi papi?” tanya Hukma.
“Hidup memang begitu, Sayang. Terkadang hidup di atas terkadang juga di bawah. Namun tidak ada kenikmatan selain posisi atas bawah saat di ranjang,” jawab Bayu seraya menjilat bibir bawahnya dengan sensual.
