Bab 12
Adrian dan Stella sudah kembali ke aktivitas sehari-hari mereka. Kini mereka berdua telah tinggal di apartement milik Adrian yang cukup besar. Mereka juga sudah memutuskan untuk pisah kamar dan melakukan perjanjian yang sudah mereka sepakati bersama.
Pagi itu Stella bersenandung kecil sambil megeringkan rambutnya dengan hairdyer. Tubuhnya masih terbalut dengan handuk, bahkan dia bernyanyi sambil menggoyangkan tubuhnya ke sana kemari menikmati alunan musik yang berputar dari media player.
"Ck, kau sungguh gadis yang sangat berisik! Matikan musiknya," tegur Adrian tetapi Stella tak mendengarnya dan tetap bernyanyi dan menari tanpa sadar kalau Adrian sudah memasuki kamarnya.
"Eh?"
Stella menoleh saat musiknya sudah mati. "Kau! Kenapa kau masuk ke dalam kamarku tanpa mengetuk pintu, Dosen TMII? Apa kau tidak memiliki etika, sopan santun yang baik dimana kalau memasuki kamar terutama kamar seorang gadis harus mengetuk pintu dulu!" pekiknya dalam satu tarikan nafas membuat Adrian meringis.
"Kau memiliki nafas yang panjang," ucapnya membuat Stella geram.
"Kau!"
"Cepat berpakaian, dan siapkan sarapan. Aku sudah terlambat ke kampus. Dan bukankah aku jadwal mata kuliahmu hari ini, jadi cepatlah bergegas, aku sedang malas menghukum siswi yang terlambat."
"Dan berhentilah menari seperti gadis alay, kau bisa membuat handukmu jatuh. Aku mungkin akan senang kalau itu terjadi," ucap Adrian dengan senyuman menyebalkannya.
Stella langsung melingkarkan kedua tangannya di dada dengan mata melotot. "Dasar kau Dosen mesum, hanya mikirin dalaman sempak! Keluar!" teriak Stella kesal dan melemparkan bantal ke arah Adrian yang langsung di tepis Adrian yang kini melenggang pergi keluar kamar.
"Dasar bodoh! Kenapa aku tidak mengunci pintu kamar!" gerutu Stella segera mengunci pintu dan bergegas menuju walk in closet untuk memakai pakaiannya.
Kini Stella dan Adrian menikmati sarapan roti dengan selai dalam diam, tak ada yang membuka suara. Stellah dengan segelas susunya dan Adrian dengan segelas Coffee nya. Stella melirik ke arah Adrian yang begitu santai menikmati sarapannya tanpa merasa bersalah. Terkadang Stella berpikir, terbuat dari apa kepala dosennya itu. Apa yang selalu di pikirkan dosennya itu, kenapa dia begitu menyebalkan.
"Aku tau aku sangat tampan, jadi berhentilah menatapku dengan tatapan penuh pesona. Kau seperti ingin melahapku hidup-hidup." Sindiran Adrian membuat Stella melongo dan mendengus kesal.
"Ck, kau perlu memeriksa kepalamu itu, aku penasaran apa isinya hanya kepercayaan dirimu dan dalaman sempak, dasar mesum!" gerutu Stella.
"Apa? Daleman Sempak? Apa kau ingin melihat isi di balik sempakku?" tanya Adrian semakin menyebalkan.
"Kau sungguh menjijikan!" gerutu Stella segera menghabiskan susunya dan beranjak dengan menyandang tas selendangnya.
Stella masih menggerutu kesal sepanjang jalan menuju keluar apartement mewah itu. Ia mencari taxi tetapi tak menemukan. Alhasil ia berjalan menuju halte bus dengan masih menggerutu. Bagaimana bisa dia menikah dengan pria model Adrian.
Tiin tinnn
Awalnya Stella mengabaikan suara klakson itu hingga lama kelamaan suara itu mengganggu dirinya. Ia menoleh ke belakang dan tampak mobil sport mewah berada tak jauh darinya. Stella masih diam di tempatnya hingga kaca mobil itu turun dan menampilkan sosok menyebalkan yang sedang ia beri sumpah serapah.
"Masuklah," ucapnya.
"Tidak perlu!"
"Kau akan terlambat, dan aku tidak mau mengulang pelajaranku kalau ada siswa yang terlambat!" ucapnya.
Stella menimbang-nimbang, ia juga sebenarnya malas berjalan menuju ke halte bus yang lumayan jauh. "Kau yang memaksa pak Dosen, bukan aku yang mau!" ucapnya saat sudah duduk di samping Adrian.
"Ya terserah padamu," ucap Adrian seraya menjalankan mobilnya.
***
"Hai pengantin baru, gimana belah durennya?" tanya Lenna saat mereka tengah bersantai di taman fakultas kedokteran.
"Apa sih loe Nong, baru ketemu bahas belah duren belah duren segala," sungut Stella.
"Jadi loe belum belah belahan sama Dosen TMII loe itu?" tanya Lenna dengan tatapan penasaran.
"Memang harus belah-belahan? Gue gak mau di sentuh olehnya," ucapnya tampak acuh tak acuh.
"Loe ih, mau jadi istri durhaka loe gak kasih kewajiban sama laki loe," ucap Lenna.
"Astaga Nong, iya kali gue harus ngelakuin yang iya iya sama tuh Dosen super nyebelin. Gak minat gue," ucapnya.
"Nyesel lho kalau sampai nanti dia di sentuh sentuh sama cewek lain."
"Bodo amat, tangan gue bisa mendadak alergi menyentuh dia." Lenna hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.
"Dan satu hal lagi, jangan sering-sering membahas pernikahan dan memanggil gue pengantin di kampus. Loe tau kan mereka gak ada yang tau kalau gue udah merit. Gue di sini statusnya masih single!" ucap Stella membuat Lenna memutar bola matanya.
"Ya,"
Tak lama terdengar suara ribut-ribut di dekat pintu darurat, membuat mereka menoleh dan saling pandang satu sama lainnya.
"Ada apaan?" tanya Stella yang mendapat jawaban gelengan kepala dari Lenna.
"Ayo kita lihat." Lenna bersama Stella beranjak menuju sumber suara yang tampak sudah di kerumuni banyak orang.
Mereka berdua menerobos masuk ke sela-sela orang-orang itu hingga bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi. Di sana seorang perempuan tampak sedang kejang-kejang dan tampak seperti seseorang yang sedang sekarat. Tetapi yang menarik perhatian Stella adalah Adrian yang tengah berada di sisi wanita itu tengah melakukan pertolongan pertama.
Ini pertama kalinya Stella melihat Adrian menangani seorang pasien yang tengah sekarat. Gerakannya sungguh lihai dan terlatih layaknya seorang dokter yang sangat handal. Dan penampakan Adrian di hadapannya itu membuatnya sangat terpesona, dan tak bisa di pungkiri lagi oleh Stella. Lamunan Stella terganggu saat beberapa petugas klinik kampus datang dengan membawa tandu dan membantu Adrian memindahkan pasien ke atas tandu dan membawanya pergi. Adrian juga berlalu pergi mengikuti mereka. Stella mematung saat Adrian begitu saja melewatinya tanpa melirik ke arahnya.
Setelah kepergian mereka, kini para mahasiswi mulai berbincang heboh mengenai Adrian yang begitu keren dan mempesona. Mendengar semua omongan para siswi lain yang menjijikan membuat Stella geram sendiri dan berlalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Loe lihat tadi laki loe, eh maksud gue pak Adrian. Ya Tuhan dia itu sungguh mempesona, bahkan mampu membuat seluruh mahasiswi di sana terpesona dan ingin memilikinya. Siap-siap aja loe punya banyak saingan." Lenna berbicara dengan nada yang di lebih-lebihkan.
"Berhentilah membahasnya," ucap Stella semakin geram.
"Kalau loe terus menyia-nyiakannya, hati-hati aja lama-lama ada yang embat." Stella mencibir Lenna sebelum akhirnya berjalan cepat meninggalkan Lenna di belakang yang berteriak memanggilnya.
***
