Bab 6 : Menyelamatkan Janus
“Bagaimana operasinya?" Janus menghentikan langkah Caelum yang buru-buru ke ruangannya.
Caelum langsung memberikan selembar surat yang berisi resep vitamin. "Katanya, dia lagi datang bulan. Jadi minta dijadwalkan ulang sama dokter Sky "
"Datang bulan?" Mendengar jawaban asistennya itu, Janus tersenyum manis.
Dia sedikit lega. Ternyata apa yang dikatakan Fey tadi malam itu memang guyonannya belaka, adalah suatu candaan dia untuk menahan Janus agar tetap bersamanya. Dia tidak menyangka kenapa Fey begitu naif. Sikap Janus selama ini seharusnya bisa membuat sadar kalau mereka bersama karena satu kebutuhan.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka yang sudah sama-sama dewasa. Tidak lebih dari itu. Meskipun Fey menjadi istrinya, namun wanita yang menjadi tujuan hidupnya hanya Hawke seorang. Jadi tidak terbayangkan oleh Janus jika Fey benar-benar hamil dan mereka memiliki anak. Bagaimana mereka menjelaskan pada Hawke? Juga pada keluarga?
Selama ini, yang diketahui oleh keluarga Janus, mereka tetap menjadi saudara yang saling membantu satu sama lain.
Papa dan Mama Janus tahu betul jika anaknya tidak pernah serius dalam mengikuti pelajaran di sekolah, Fey yang selama ini membantu Janus menangani tugas-tugasnya. Fey sudah menjadi malaikat dalam keluarga itu. Berkat bantuan Fey, Januar dan istirinya tidak harus bolak-balik ke sekolah karena panggilan guru BP atau wali kelasnya Janus gara-gara anak itu tidak pernah mengerjakan tugasnya di sekolah. Itu terjadi saat Fey belum datang ke rumah mereka.
Sejak itu, Jasfer langsung mengatur posisi. Fey selalu dibuat satu kelas dengan Janus dan mereka duduk bareng agar Janus bisa menyelesaikan sekolah secara wajar.
Saat di SMA, Janus makin menjadi. Dia membuat Fey seperti babunya. Tidak di rumah, tidak di sekolah. Fey yang menyelesaikan semua pekerjaan sekolah sementara Janus sibuk pacaran dengan Hawke. Kadang, tanpa memikirkan perasaan Fey, Janus minta agar Fey juga membantu pekerjaan sekolah Hawke. Awalnya memang Janus yang minta tapi Hawke keenakan dan lama-kelamaan jadi kewajiban.
Begitu juga saat kuliah. Janus menyakinkan Fey kalau dia harus ambil jurusan yang sama dengannya.
Karena Fey anak yang baik dan patuh, dia tidak merasa keberatan atas permintaan Janus yang begitu banyak dan kadang menyulitkan dirinya. Fey yang punya perasaan lain dengan Janus hanya bisa memendam sakit hatinya. Dia menghibur dirinya sendiri dengan alibi, Janus adalah saudara sepupunya dan tidak mungkin diantara mereka ada hubungan yang spesial.
Tapi Ketika selesai SMA dan Hawke tiba-tiba menghilang. Janus sangat terpukul. Dia mencari Hawke sampai ke ujung dunia namun jejaknya tidak ditemukan. Hawke dan keluarganya pindah rumah setelah bisnis Papanya Hawke dalam masalah dan akhirnya dibekukan oleh pemerintah.
"Kau sudah buat janji ulang?" selidik Janus.
"Belum, Bos. Saya kan harus minta pertimbangan Bos dulu,"
"Tidak usah. Karena Fey sedang datang bulan, jadi bukan masalah yang serius. Lupakan,"
Kini gantian Caelum yang linglung. Dia benar-benar tidak tahu apa makna ucapan bos mudanya itu. "Baiklah. Jadi saya transfer biaya konsultasi hari ini, ya Bos!"
"Iya, lebihkan sedikit dari tarif dokter Sky biar dia senang,"
"Baik, Bos!"
Caelum keluar dari ruangannya. Janus tidak bisa menahan kegembiraan. Senyumnya lebih lebar dari sebelumnya. "Sekarang sudah makin jelas. Sudah tidak ada yang menghalangi aku dan Hawke untuk bersatu," seru Janus dalam hati, dengan begitu yakinnya.
Janus langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja kerjanya dan langsung menghubungi wanita yang sangat dia rindukan itu.
Beberapa kali panggilan, belum ada jawaban.
Senyum Janus kembali hilang.
Dia yang telpon minta di jemput. Tapi dia tidak ada di bandara sampai matahari sudah terang dan tidak memberi kabar juga.
"Kemana perginya?"
Tiba-tiba rasa takut menghantui Janus. Dia takut terjadi sesuatu lagi pada Hawke dan menyebabkan dia tidak bisa bertemu untuk selamanya.
"Kemana, sih?"
Janus mulai tidak sabar.
Dia akhirnya kembali menelpon tapi bukan ke kontak Hawke. Dia minta Caelum datang ke ruangannya lagi karena Janus butuh bantuannya.
"Ada apa, Bos?" tanya Janus begitu sudah di depan mejanya Janus.
"Cari tahu di mana lokasi kontak ini. Cepat!
"Baik!"
*****
Fey belum bisa mempercayai apa yang dia lihat dan didengarnya. Meskipun sudah mendapatkan tas-nya kembali, dia tetap menunggu di kantin untuk menyelidiki Hawke lebih lanjut.
Baru ketika mendengar langkah tergesa-gesa dari arah ruang dokter Sky, dia berbalik. Menyembunyikan wajahnya ke tembok.
Dia terus mengikuti Hawke dengan jarak yang cukup aman, termasuk ketika wanita itu masuk ke mobil. Beberapa saat Fey menunggu, tapi mobil yang diparkir di pojokan itu tak kunjung pergi.
Samar-samar dia melihat sepertinya Hawke sangat sibuk di jok belakang. Fey tidak bisa memastikan apa yang dilakukannya karena hanya melihat gerakannya yang samar.
Hingga beberapa detik kemudian, Hawke keluar dengan dandanan yang berbeda, Fey baru sadar. Hawke yang dia lihat beberapa menit yang lalu di klinik, sedang dalam penyamaran.
“Apa yang dia rencanakan dengan semua ini?” tanya Fey bingung tapi dia tidak tahu harus bertanya pada siapa.
Karena dia punya pikiran kalau semuanya ini ada hubungannya dengan Janus, dia mengikuti kemana perginya mobil yang dikemudiakan Hawke. Dia terpaksa membayar taxi yang dicegatnya di depan klinik untuk membuntuti mobil itu.
“Apa dia mau ke kantor Janus?” tanya Fey kemudian ketika mobil yang ada di depannya itu mengambil arah ke kantor suaminya.
Semua kebingungannya segera terjawab ketika mobil Hawke masuk ke gedung yang menjadi kantor suaminya.
“Ya Allah, dia benar-benar menemui Janus,”
“Apa yang harus aku lakukan?”
Fey sudah dibuat marah dan cemburu oleh Janus karena laki-laki yang sangat dicintainya, yang sudah menjadi suaminya selama hampir tiga tahun itu, ternyata masih memikirkan cinta pertamanya. Bahkan terang-terangan akan menceraikannya demi bisa bersama wanita ini.
Yang membuat Fey lebih sedih, apa yang dia dengar di klinik tadi, bukan sebuah kebohongan pastinya. Selama menghilang, ternyata Hawke ada dalam penjara. Dia juga memeriksakan organ vitalnya dan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Bagaimana jika dia benar-benar kena penyakit kelamin?” Fey sampai bergidik.
Membayangkan Janus akan tertular dan masa depannya akan hancur, Fey tidak sanggup. Bagaimana pun juga, Janus orang yang sangat dia cintai meskipun dia tahu, tidak ada tempat baginya di hati Janus.
Tapi Fey juga memikirkan bagaimana kedua orang tua Janus dan juga neneknya jika ternyata Janus akhirnya tertular penyakin yang menjijikkan.
“Ini tidak boleh terjadi. Harapan keluarga Juviter ada ditangannya. Kalau Janus tertular dan akhirnya meninggal, keturunan keluarga akan berakhir di sini.”
Dengan tekad ingin melindungi orang yang begitu disayanginya, Fey memberaikan diri untuk datang ke tempat kerjanya Janus.
“Pak, kita masuk ke gedung JnF, ya. Pelan-pelan saja. Jaga jarak dengan mobil di depan,” ucap Fey pada sopir taxi itu.
“Baik, Mbak,”
Beberapa saat kemudian.
“Fey!”
Caelum yang baru keluar dari lift terkaget melihat Fey ada di depan pintu.
“Kau di sini?” tanyanya bingung, dia sampai lupa untuk berbasa basi pada adik sepupu bosnya itu.
“Aku cuma mau mampir, sudah lama tidak ke sini. Apa ada yang aneh?” tanya Fey berusaha untuk tenang menghadapi ekpresi Caelum yang seperti melihat maling, ketika melihatnya.
“Tidak, sih. Tapi Pak Janus lagi ada tamu penting,” sahutnya gugup, di sampi menunjuk ke atas saking groginya.
