Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 : Mungkin Jadi Yang Terakhir

"Hei....apakah kau ingin menahanku di sini?"

Janus sengaja menahan diri meskipun dia masih ingin melakukannya lagi. Tapi dia sudah janji pada Hawke, dia akan menjemputnya di bandara malam ini.

Jika melihat ekspresi Fey yang begitu memohon, dia tidak tega jika tidak membantu Fey melepas keinginannya.

Fey tersipu, tapi dia hanya bisa mencondongkan tubuh ke depan. Menekan tubuhnya ke tubuh Janus lebih dalam. Dia ingin melahap senjata pusaka Janus yang besar itu dalam-dalam. Dia berkata dengan genit, “Kau yang membuat aku seperti ini."

"Aku?" Dia bertanya sambil mengerucutkan keningnya.

"Kau yang mau minta nambah, kenapa aku yang disalahkan?"

Tangan Janus segera meraih pergelangan tangan Fey dan membuatnya menyentuh miliknya.

Fey memegang tongkat pusaka yang sudah mengeras itu sambil menatap Janus dengan mata yang berkaca-kaca. Sentuhan jari-jarinya yang lembut rupanya juga memberikan kenikmatan bagi Janus.

"Kau tidak menyukainya?”

"Aku harus pergi. Hawke sudah menunggu aku di bandara. Jika kau masih mau lagi, cepat selesaikan,"

Sikap Janus yang menahan diri untuk tidak tergoda itu membuat Fey tersipu. Matanya berkabut, dan dia benar-benar kewalahan oleh hasrat dalam dirinya yang sudah tidak bisa dia tahan. Dia selalu menginginkan lebih setiap sentuhan yang diberikan Janus padanya.

Akhirnya, melihat penampilan yang sudah tidak terkendali, Janus tidak kuasa untuk bertahan. Ketika Fey menekan senjatanya dan menggoyang pinggulnya dengan lembut, membuat dia memejamkan matanya. Dia dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Kenikmatan yang ada di depan mata atau segera bertemu dengan wanita pujaannya yang sudah lama hilang entah kemana?

Janus sebenarnya menyukai sikap Fey saat melayani dirinya di tempat tidur. Selama hampir tiga tahun bersama, tidak ada kata lelah jika mereka sudah terlibat dalam permainan yang panas ini.

Dia merasa tidak cukup jika hanya satu kali. Selalu begitu. Jika dia tidak ada janji, dia juga masih ingin bersama Fey lebih lama. Menikmati malam terakhir mereka dan memberikan kesan pada wanitanya bahwa kebersamaan mereka selama ini bukan suatu kesalahan mereka sama-sama butuh pasangan berkencan.

Fey sudah seperti seorang musafir yang haus di padang pasir.

Janus membantunya dengan mengerahkan lebih banyak kekuatan, seolah-olah dia ingin mendapatkan semua penyelesaian yang tidak akan pernah dia alami lagi setelah malam ini.

Janus sudah hafal betul bagaimana membuat Fey yang sudah tidak berdaya itu menuju puncak kebahagiaannya. Dia membiarkan Fey melakukan apapun pada dirinya hingga mereka beberapa menit kemudian, tubuh mereka merasakan pelepasan yang luar biasa.

Ketika mereka sudah sama-sama tidak terkendalikan, konsentrasi keduanya menjadi buyar begitu mendengar suara panggilan yang menggema di seluruh ruang kamar.

Fey kaget. Dia melihat hp Janus yang tergeletak di meja, di samping tempat tidur, tidak hanya bergetar tapi juga menyala dan mengeluarkan suara yang begitu memekakkan telinga.

Tidak biasanya Janus membuat moda ponselnya begini. Hp yang bisanya selalu berasa di moda silent itu nyaris membuat Janus tidak mendengar jika ada pesan atau panggilan yang masuk.

Kali ini?

Sudah jelas kalau dia sangat menantikan panggilan itu.

Sepertinya Janus tidak ingin melewatkan panggilan dari wanita yang begitu dia inginkan ada di sisinya sepanjang masa.

Fey hanya melirik, dia bisa melihat ID penelepon, dan tertegun.

Sesuai apa yang dia pikirkan.

Nama "Hawke" langsung menusuk matanya.

Jadi Janus benar-benar takut dia tidak mendengar saat Hawke menelepon?

Apalagi ketika Janus langsung mencabut senjata pusakanya dan langsung mengambil ponsel itu. Hatinya sakit.

Untuk sesaat, Fey hanya bisa tercengang. Dia bahkan tega melepas miliknya ketika mereka sudah ingin mencapai puncak kemenangan hanya karena panggilan telpon wanita itu.

Sekarang dia baru sadar, memiliki Janus dalam tiga tahun terakhir, bukan berarti dia bisa mendapatkan cintanya. Mimpi yang dia rencanakan, Janus akan menerima dirinya seiring berjalannya waktu hanya ada dalam angannya saja.

Mimpi yang terlalu indah, yang dia bangun dalam pikirannya sehingga sehingga dia tidak ingin bangun meskipun sudah saatnya untuk terjaga.

Fey tersenyum tak berdaya dan sedih.

Bagaimana bisa dia menahan Janus yang sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kekasihnya. Dia berbalik untuk melihat wajah tampan Janus yang tanpa ragu mengambil ponselnya.

Seakan sadar kalau dirinya akan membuat Janus jadi canggung, dia segera bangun dari tempat tidur.

"Baiklah, kau boleh pergi menjemputnya,"

Setelah berkata begitu, Fey langsung pergi ke kamar mandi.

Setelah Fey keluar dari kamar mandi, dia melihat Janus selesai menjawab panggilan dari Hawke. Dia langsung mengenakan pakaiannya.

Sosoknya sangat sempurna. Bahunya lebar dan pinggangnya sempit tercetak sempurna di balik kemeja slim fit yang dikenakannya.

Otot-otot di tubuhnya menambah keseksiannya. Penampilannya yang sangat tampan membuat Janus menjadi pria idaman berjuta wanita di luar sana. Belum lagi Fey juga harus mengakui kalau pria ini sangat jago di ranjang.

Setelah mereka berhubungan badan selama hampir tiga tahun lamanya, hari ini, saat mereka sama-sama terbakar dalam nafsu yang tidak terkendalikan, dia harus mengikhlaskan Janus dipanggil pergi oleh wanita lain. Perasaan ini sangat konyol.

“Aku pergi dulu. Besok Caelum akan mengantar kau ke rumah sakit. Aku ingin kau operasi selaput darah agar pria yang bersamamu kelak tidak kecewa dengan keadaanmu,"

Setelah mengenakan pakaiannya, Janus memperlihatkan kembali karakter aslinya. Dingin dan tanpa perasaan. Seolah-olah tidak terjadi apapun diantara mereka.

"Ya." Fey hanya mengangguk patuh dan tidak menolak.

“Minggu ini aku tidak pulang. Jika Nenek tanya, bilang kalau aku banyak kerjaan. Ada proyek baru yang sedang aku tangani.” Suara Janus masih lembut, tapi tidak ada kehangatan sama sekali.

Fey sedikit terkejut. Akhir-akhir ini mereka memang sering pulang di akhir pekan karena Nenek yang minta. Hanya karena wanita itu, Janus menjadi seorang bajingan. demi cinta sejatinya, Janus sudah berubah menjadi pria yang berdarah dingin.

"Baik," sahut Fey sambil menelan ludahnya yang sudah kering.

Janus kembali berkata dengan tenang, "Kau tahu kalau Hawke kembali, kan?"

Fey hanya mengangguk pelan.

"Ya, aku tidak mau Nenek dan keluarga kita tahu. Tolong jangan bilang apapun sampai aku sendiri yang akan menyampaikan kebenarannya,"

Fey menyadari bahwa Janus tidak pernah memberikan tempat khusus di hatinya. Kebersamaan mereka selama ini hanya sebatas kebutuhan biologis semata.

Dia tersenyum dan berkata dengan suara lembut, “Iya aku tidak akan mengatakan apapun tentang Hawke. Kau tidak perlu khawatir,"

Setelah rapi, Janus membungkuk dan mencium kening Fey dengan lembut. Dia berkata dengan suara yang nyaris tidak terdengar, "Aku percaya, kau tidak pernah mengecewakan aku, Fey."

Kelembutan itu bak silet yang tajam dan menyeset hati Fey pelan dan berulang-ulang.

Sakit sekali mendengar kata-katanya itu tapi Fey memang gadis yang selalu bisa menyembunyikan perasaannya. Dia masih bisa tersenyum dan membalas dengan lembut dan meyakinkan,"Ya, kau bisa mempercayai aku,"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel