Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Masukin Lagi Om

Orang yang mendengar pembicaraan Nayla dan Luna adalah Ilham sendiri. Bukan maksud Ilham mau menguping namun, tadi saat hendak lewat sana, Ilham tidak sengaja mendengarnya bahkan sedari Nayla menceritakan perjodohannya dengan Ilham.

"Terpaksa kenapa, Nay?"

"Gue gak mau buat kedua orang tua gue malu dan kecewa, itu sebabnya gue terima."

"Lalu, perasaan lho ke Azzam, gimana?"

"Sepertinya gue harus kubur dalam-dalam perasaan gue ke Azzam, Lun."

"Sabar, ya."

Luna mengusap punggung Nayla, memberi kekuatan pada sahabat karibnya itu.

"Harus gimana lagi, itu adalah satu-satunya cara yang bisa gue lakukan."

Ilham memutar balik arahnya dan kembali ruangan pribadinya. Ilham menghempaskan bokong di sofa dan menyandarkan kepalanya.

"Jadi, Nayla menyukai Azzam. Tapi tidak mungkin juga aku batalkan perjodohan ini, aku juga tidak mau membuat Ummi dan Abah kecewa."

Sementara Azzam, sedang berada di perpustakaan. Sudah beberapa jam laki-laki tampan itu berada di sana. Saat ini ia butuh sendiri dan ketenangan untuk mengobati hatinya yang sangat hancur. Ia pun tidak mengikuti kelas dari tadi pagi.

Puuukk!

Seseorang menepuk pelan pundak Azzam. Walau pun begitu, Azzam tidak menoleh. Orang itu mendaratkan bokong di bangku yang berada di depan Azzam.

"Lho, kenapa? Kenapa tidak ikut kelas?" tanya orang itu yang tak lain adalah teman kelas Azzam.

Azzam tetap bergeming.

"Kalau lho punya masalah, cerita ke gue. Gue siap dengarnya."

Azzam menghela nafas panjang lalu membuangnya, "Lho, mana ngerti apa yang gue rasakan saat ini."

"Memang sih gue tidak ngerti, tapi setidaknya lho cerita biar hati lho sedikit plong."

"Gue, lagi patah hati, Ky." Entah kenapa Azzam ingin cerita pada Rizky. Padahal kalau masalah hati, ia sebisa mungkin menyembunyikannya dari orang-orang.

"Patah hati?"

"Iya, bahkan sebelum gue mulai kisah cinta gue dengan, dia."

"Maksud, lho." Rizky benar-benar tidak mengerti dengan ucapan Azzam.

"Nayla, gue jatuh cinta pada Nayla. Tapi, dia malah di jodohkan dengan Abang, gue."

"Lalu, apa Abang lho tahu kalau lho cinta sama, Nayla?"

"Tidak! Dan bodohnya gue, gue tidak menyatakan perasaan gue pada Nayla. Mungkin kalau Nayla tahu gue mencintai dirinya, Nayla akan menolak perjodohan itu."

"Sabar, Zam." Rizky menepuk-nepuk pundak Azzam.

"Hanya itu yang bisa gue lakukan."

*****

"Nayla, di panggil Pak Ilham ke ruangannya."

"Baiklah, terimakasih. Lun, gue pergi dulu ya."

"Iya."

Nayla berjalan gontai melewati koridor-koridor kampus. Sampai di depan ruangan Ilham, Nayla mengetuk pintu sembari mengucapkan salam.

Tok ... tok ....

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam, masuk!"

Nayla membuka pintu lalu masuk, "Ada apa Bapak manggil, saya?"

"Apa begini cara bicara kamu terhadap Dosen kamu sendiri? Tidak sopan!"

"Bapak 'kan belum suruh saya untuk duduk, nanti kalau saya duduk, Bapak marah lagi."

"Jangan banyak protes! Cepat duduk!"

Dengan wajah kesal Nayla mendaratkan bokong di sofa.

'Dasar Dosen kulkas! Udah mau jadi suami, tapi masih aja galak!' batin Nayla.

"Tugas yang saya berikan kepada mu, apa sudah selesai?"

"Be--belum, Pak."

"Kenapa belum kamu selesaikan? Bukankah hari ini kamu menyerahkannya pada, saya?"

"Iya, Pak. Tapi tugas itu terlalu banyak dan waktu yang Bapak berikan sangat singkat, belum lagi tertunda karena acara malam waktu itu."

"Baiklah, saya tambahkan tugas kamu."

Nayla melotot kaget mendengar ucapan Ilham.

"Bapak gak bisa gitu dong! Tugas sebelumnya aja belum selesai, malah di tambah lagi!" protes Nayla.

"Itu sebagai hukuman kamu karena sudah berani memasuki ruangan pribadi saya dan mau mengerjai, saya! Ini ambil!" Ilham menyodorkan beberapa lembar tugas lagi.

"Tapi 'kan---

"Tidak ada tapi-tapian! Dan saya tidak mau dengar protesmu! Kalau kamu tidak ingin saya coretkan dari pelajaran saya, kamu harus menuruti perintah, saya!"

Nayla mengangguk dan melangkah ke arah dekat meja Ilham lalu mengambil kertas soal tersebut dari tangan Ilham.

"Sekarang kamu boleh pergi!"

Nayla masih berdiam diri di sana karena melihat soal-soal tersebut.

"Tunggu apa lagi? Pergi sana!"

"Ini juga mau pergi!"

Nayla pun keluar dari ruangan Ilham dengan sangat kesal.

"Rasanya pengin gue santet tuh Dosen! Seenak saja kasih tugas lagi! Udah gitu lebih banyak dari tugas sebelumnya! Kalau begini, otak gue bisa hancur mikirin nih tugas." Nayla sangat frustasi.

Nayla menuju kelas kembali dengan wajah yang lesu. Ia lalu mendaratkan bokongnya di tempat duduknya.

"Apa ada masalah, Nay?"

"Masalahnya dua kali lipat, Lun."

"Memangnya ada apa? Apa Pak Ilham melakukan sesuatu pada, lho?"

Nayla menyodorkan kertas soal tersebut pada Luna. Luna mengambilnya lalu melihatnya.

"Buseeett! Ini soal banyak banget. Pak Ilham kalau kasih hukuman, tak tanggung-tanggung."

"Itu dia, rasanya pengin gue santet Dosen Kulkas itu!"

"Maksud lho, Pak Ilham?"

"Iya, siapa lagi? Itu adalah nama yang paling tepat buat dia, Dosen kulkas bin kutub utara!"

"Tapi ngomong-ngomong, apa lho benaran mau santet Pak Ilham?"

"Benarlah! Pulang kuliah nanti temani gue ke dukun ya."

"Lho, serius? Jangan macem-macem lho, Nayla. Nanti Pak Ilham mati, lho batal nikah dong."

"Itu malah bagus. Biar gue bisa sama Azzam."

"Waahh, parah lho. Tapi sayang kalau Pak Ilham mati secepat itu, Pak Ilham masih muda."

"Iya juga ya, ya udah gak jadi dech. Kasihan."

*****

Saat ini Nayla sedang berada di kamarnya. Sepulang kuliah tadi, selesai membesihkan diri Nayla langsung mengerjakan tugas dari Ilham.

Hingga menjelang magrib baru Nayla berhenti untuk melaksanakan sholat magrib dulu. Selesai sholat magrib, Nayla kembali melanjutkannya sampai waktu sholat isya tiba. Nayla meliuk badannya ke kiri ke kanan lalu mengangkat kedua tangannya ke atas untuk meregangkan otot-ototnya. Setelah itu, Nayla beranjak dan pergi ke kamar mandi untuk berwdhu. Selesai berwudhu, Nayla melaksanakan sholat isya.

Beberapa menit kemudian, Nayla selesai sholat. Nayla melipat perlengkapan sholatnya dan menaruhnya di tempat semula. Lalu, Nayla kembali duduk di bangku belajarnya untuk mengerjakan tugas.

Tak lama, terdengar suara ketukan pintu.

Tok ... tok ....

"Masuk!"

Cekleeekk!

Mamah Dita pun masuk dan mendekati Nayla, "Sayang, sepulang kamu kuliah, kamu tidak turun."

"Nayla sibuk, Mah."

"Sibuk karena apa?"

"Menantu Mamah tuh yang bikin Nayla sibuk."

"Memangnya, Ilham ngapain?"

"Kasih Nayla tugas lagi, dan kali ini lebih banyak!"

"Bagus dong."

"Bagus apanya, Mah? Otak Nayla sampai mau pecah nih!"

"Ya sudah, nanti kamu kerjakan lagi, sekarang makan dulu, Papah sudah nungguin di meja makan."

"Suruh Bibik aja yang anter ke kamar Nayla, Mah."

"Ya sudah, nanti Mamah suruh Bik Sum. Kamu jangan terlalu bergadang, pernikahan kamu 'kan sebetara lagi. Mamah gak mau kamu kecapaian atau sakit nantinya."

"Itu karena menantu Mamah yang tak tanggung-tanggung kasih Nayla tugas. Udah tau sebentar lagi bakalan nikah, tapi dia ... ya ampun, Nayla tidak habis pikir dengan menantu Mamah itu!"

"Sudah, jangan ngomel-ngomel terus. Mamah ke bawah dulu." Mamah Dita mencium pucuk kepala Nayla, setelah itu keluar dari kamar Nayla.

"Nayla mana, Mah?"

"Di kamarnya, Pah."

"Tidak makan malam?"

"Dia minta di anterkan ke kamarnya."

Mamah Dita mengambil nasi serta lauk dan minumnya lalu menyuruh Bik Sum menganterkannya ke kamar Nayla. Bik Sum pun pergi ke kamar Nayla.

Tok ... tok ....

"Masuk!"

"Non, makanannya."

"Taruh aja di atas kasur, Bik."

"Bibik, permisi dulu, non," ucap Bik Sum, setelah menaruh makanan tersebut di atas kasur.

"Iya, Bik. Terimakasih."

"Iya, non."

Bik Sum keluar dan menutup pintu kembali.

Nayla berpindah ke tempat tidur untuk makan. Saat menikmati makanannya, Nayla teringat akan Azzam.

"Azzam, apa kabar ya? Gue kok gak lihat dia seharian di kampus? ... apa dia tidak masuk kuliah?"

"Ah, besok gue tanya ke dia langsung."

Nayla melanjutkan makannya.

Beberapa menit kemudian Nayla selesai makan. Nayla kembali duduk di bangku belajarnya dan mengerjakan tugasnya.

Sementara di rumah Ilham, mereka tengah menikmati makan malam bersama sembari mengobrol kecil.

"Ummi, Abah. Ada sesuatu yang Ilham mau bicarakan."

"Katakanlah, nak."

"Ummi, Abah. Ilham mau pernikahan Ilham dengan Nayla tidak di adakan dengan besar. Kalau bisa di rahasiakan. Biar keluarga terdekat aja yang tahu."

"Memangnya kenapa? Kamu 'kan seorang Dosen, apa tidak sebaiknya kita udang sesama Dosen di tempat kamu mengajar juga? Dan semua mahasiswa-mahasiswi kampus tersebut."

"Iya, Ilham. Abah setuju dengan Ummi mu."

"Tapi Ilham tidak ingin Nayla merasa tidak nyaman di sana."

"Baiklah. Masalah ini nanti kita runding dulu dengan kedua orang tua Nayla dan juga Nayla sediri."

Ilham mengangguk. Sedangkan Azzam hanya diam mendengarkan sambil makan. Ilham melirik sekilas Azzam yang terdiam lalu kemudian berkata.

"Zam, selesai makan, Abang ingin bicara dengan mu."

"Iya, Bang."

Makan malam pun selesai, Ilham dan Azzam pergi ke samping rumah mereka. Mereka duduk di dekat kolam ikan.

"Abang, mau bicara apa?" tanya Azzam, tanpa melihat Ilham.

"Apa kamu menyukai, Nayla?"

Deegg!

Bagimana tahu Bang Ilham soal itu? Apa Nayla memberitahunya? pikir Azzam.

"Kalau iya, memangnya kenapa, Bang?"

"Abang ingin kamu menjauhi Nayla dan berhenti mencintainya. Abang sebentar lagi akan menikah dengan Nayla, dan Abang tidak ingin rumah tangga Abang terusik nantinya."

"Bang, seharusnya Abang mengalah. Aku duluan yang kenal Nayla, tapi kenapa Abang malah yang mendapatkan Nayla? Seharusnya Abang tidak menerima perjodohan itu. Aku yakin Abang tidak mencintai Nayla, ya 'kan?"

"Kalau kamu mau protes, protes sama Abah dan Ummi! Dan soal cinta tidaknya Abang sama Nayla, itu bukan urusan, kamu!"

"Bang, masih ada waktu, sebaiknya Abang pikirkan lagi untuk membatalkan pernikahan Abang dengan Nayla. Aku tuh cinta sama Nayla, Bang!"

"Silahkan kamu bicarakan itu pada Abah dan Ummi. Lagian, Abah dan Ummi belum tentu juga setuju kamu menikah dengan Nayla!"

"Oke! Aku akan coba bicarakan itu pada Abah dan Ummi."

"Ya sudah, kalau Abah dan Ummi setuju membatalkan pernikahan Abang dengan Nayla, maka Abang akan menerimanya. Tapi jika tidak, maka kamu harus jauhin Nayla."

"Baiklah."

Ilham dan Azzam menemui kedua orang tuanya. Kebetulan Ummi Aminah dan Kiai Hasan sedang berada di ruang tamu. Ilham dan Azzam mendaratkan bokong di sofa.

"Ummi, Abah, Azzam ingin bicarakan sesuatu."

"Apa itu, Zam?" tanya Abah.

"Bah, Azzam mencintai Nayla dan Azzam ingin pernikahan Bang Ilham dengan Nayla di batalkan."

"Apa kamu sadar dengan ucapan kamu tadi itu, Zam?"

"Azzam sadar, Bah."

"Bagaimana bisa kamu mencintai calon istri kakak kamu sendiri yang akan menjadi kakak iparmu?" Abah terdengar emosi.

"Bah, Azzam kenal Nayla sudah lama. Sementara Bang Ilham, baru-baru ini setelah mengajar di sana, tapi kenapa justru Bang Ilham yang mendapatkan, Nayla? Dan Azzam sangat yakin, Nayla mau pun Bang Ilham tidak saling mencintai."

'Kamu benar, Zam. Nayla menyukai dirimu, tapi Abang sudah bertekad, kalau pernikahan Abang dengan Nayla berlangsung nanti, maka Abang benjanji akan mencintai Nayla, walau Nayla sendiri tidak mencintai, Abang,' batin Ilham.

....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel