Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 - Amarah Dan Karma

Rapat penting barusan selesai. Riuh tepuk tangan terdengar menyambut hasil kesepakatan besar. Semua berdiri, saling berjabat tangan dan meninggalkan ruangan satu per satu. Beberapa memberi anggukan hormat pada CEO mereka sebelum melangkah pergi.

Aurelia berdiri kaku. Tubuhnya terlihat tenang, namun ada ketegangan samar di balik bahunya yang tegang. Begitu pintu rapat tertutup. dia membalikkan badan perlahan dan keluar, berjalan ke bilik kerjanya yang sepi dan tertutup rapat.

Setibanya di sofa silver besar yang menghadap jendela kaca lebar, dia menjatuhkan tubuhnya dengan berat.

Kepalanya disandarkan ke belakang, matanya terpejam.

'' Sialan..''

Gumamnya dalam hati.

Kepalanya sejak tadi berdenyut. Tapi dia menahan, menutupinya dengan senyuman kecil, dengan ketegasan, agar tak seorang pun tahu kondisinya sedang tak stabil. Tapi kini, dalam kesendirian, rasa sakit itu kembali menyerang. Menusuk pelipisnya seperti jarum yang tak henti.

Ketukan di pintu membuatnya membuka mata perlahan.

'' Masuk,''

Katanya pendek, terdengar sedikit malas.

Celine masuk. Langkagnya pelan dan teratur, membawa tablet kerja sepert biasa. Tapi wajahnya menyiratkan ada sesuatu yang mendesak.

'' Maaf miss,''

Katanya hati-hati.

'' Ada..laporan dari pengawas CCTV. Sejak pertemuan tadi, ada seorang pria datang ke lobi utama. Katanya ingin menemui anda. Tapi-''

Celine ragu.

'' Ada keributan kecil. Penjaga kaunter tampak..tidak mengizinkan dia masuk.''

Aurelia menutup mata kembali.

'' Kalau tidak penting, suruh pergi saja. ''

Nada suaranya datar. Tegas. Lelah.

Celine mengangguk patuh, tapi dalam hati, dia tak tenang. Sesuatu tentang situasi ini membuatnya gelisah. Dia bisa saja menghubungi sekuriti untuk menyuruh lelaki itu pergi, tapi entah kenapa, kali ini...dia memilih turun sendiri. Mungkin kerana ingin menyelesaikan dengan cara yang lebih sopan. Atau mungkin kerana instingnya mengatakan, ini bukan masalah biasa.

Dia berjalan menuju lift, diikuti dua pengawal. Wajahnya tenang, tapi pikirannya waspada.

...

Di lobi utama, suasana mulai panas.

Hyundai berdiri di hadapan dua penjaga kaunter. Matanya mulai memerah, bukan kerana air mata, tapi kerana marah. Walaupun lengan kirinya sakit masih terbalut, tapi hatinya panas, terbalut api.

'' Jaga kata-kata kalian, ''

Suaranya dalam dan tegas.

'' Itu sudah keterluan. ''

Beberapa orang yang sedang duduk di lobi, menjadi penonton drama sinetron di kaunter.

Yang judes menyilang tangan, bibirnya tersenyum miring sinis.

'' Sadar diri. Tempat ini bukan untuk orang sepertimu ''

Dengan angkuh, dia berjalan ke tong sampah, menekan pedalnya dengan kaki, dan menjatuhkan kotak itu dalam, Tanganya langsung disemprot sanitizer beberapa kali setelah kembali ke kaunter seolah baru menyentuh sesuatu yang menjijikan.

Orang yang melihat itu, ada yang diam-diam tertawa, ada yang tidak peduli tapi ada juga sedikit dari mereka kasihan dan merasa itu sudah keterlaluan.

Hyundai menatapnya, tak percaya.

Dia langsung melangkah cepat, membuka penutup tong sampah dan menarik kembali.

'' Wah parah ''

Mereka tertawa merendahkan.

Untung isinya tidak kotor. Hanya beberapa unggulan gulungan kertas yang ada di dalamnya. Dia meniup pelan, lalu menatap mereka kembali.

Kali ini lebih dalam, Lebih tajam.

Selama hidupnya, dia sudah sering dihina, Dikata miskin, bahkan dipukul oleh ayahnya sendiri. Tapi hari ini tidak, menghina ketulusan yang ia bawa.

Dengan kotak yang kini lebih penyok dari sebelumnya, dia kembali berdiri di depan meja kaunter.

'' Aku tidak tahu siapa kau ''

Katanya tenang.

'' Tapi aku bisa buat laporan atas pelanggaran hak ''

Si judes tertawa kecil, mencibir.

'' Mau lapor? Dasar miskin, gak tahu diri ''

Hyundai tetap tenang, lalu mengeluarkan kartu bisnis hitam dari sakunya.

'' Aku punya ini. Cukup kan? Tandatangan. Asli. ''

Hyundai tiba-tiba teringat kartu bisnis itu. Cukup membuat si sekuriti tadi juga terkejut ketika melihatnya lalu dia sengaja, bagaimana kalau dia menunjukkan kartu itu pada mereka juga. Pikirnya.

Penjaga yang satunya mulai panik. Dia tidak tahu apakah kartu itu betul-betul asli, tapi jika ya, mereka dalam masalah besar. Bukan mereka saja yang terkejut, orang-orang diruangan lobi itu ikut terkejut.

Si judes berpura-pura kuat. Tapi senyum sinisnya mulai goyah.

'' Pergi sana! Sekuriti! ''

Namun Hyundai tidak bergeser. Nampaknya dia benar. Kartu ini bukan sembarangan kartu.

'' Aku akan melaporkan ini ke atasan- ''

Belum sempat Hyundai menyelesaikan kata-katanya. Tangan si judes melayang.

PLAK!

Tamparan keras mendarat di pipi. Suara itu menggema di ruangan, beberapa orang terkejut.

Dan pada detik yang sama, pintu lift terbuka. Celine keluar. Matanya langsung melihat kejadian itu.

'' Ada apa ini? ''

Tanyanya dengan suara tajam, melangkah cepat ke arah mereka. Dua bodyguard di belakangnya langsung mengambil posisi siaga.

Mereka berdua refleks berdiri tegak.

Tapi mata Celine hanya fokus pada satu orang, Hyundai.

'' Anda..dari rumah sakit waktu itu, kan? ''

Hyundai menoleh. Matanya merah. Tapi dia mengangguk perlahan.

'' Iya. Saya yang waktu itu..''

Celine sekilas menatap penjaga kaunter itu, mereka menunduk. lalu kembali pada Hyundai.

'' Ada keperluan apa di sini? ''

Hyundai diam sejenak, dia memasukkan semula kartu itu ke dalam sakunya sambil menyandarkan kotak itu di lengan kirinya sakit sebelum mengangkat kotak kecil itu.

'' Saya hanya ingin menghantarkan ini. Untuk dia. Balas budi..''

Bodyguard dan 2 penjaga kaunter, tersentak ketika mendengar kata '' Dia ''itu, bukankah dia terlalu santai memanggil '' Dia ''?, pikir mereka.

Tapi Celine faham, Hyundai masih tidak mengerti siapa Aurelia yang sebenarnya, tapi itu tidak penting.

Celine menatap kotak itu. Walaupun sudah penyok dan terlihat sederhana, ia tahu, ini bukan tentang isinya. Ini tentang hati.

'' Datang..hanya untuk memberi hadiah ini? ''

Tanyanya, pelan.

Hyundai mengangguk.

Celine menarik napas perlahan. Ia bisa saja langsung menyampaikan ini ke Aurelia, tapi dia tahu betul kondisi atasanya sekarang. Mood buruk, dan tidak suka diganggu.

Ia memutar otak.

'' Kita begini saja, ya, '' katanya lembut. '' Kondisi Miss Aurelia sedang tidak begitu baik hari ini. Tapi saya akan bantu kamu. Saya kasih kamu kartu nama saya, dan lain kali kamu bisa datang langsung menemui saya. Nanti saya atur waktu untukmu Miss secara langsung. ''

Dari ''anda'' jadi ''kamu''. Celine sengaja biar tidak terlalu kaku.

Ia mengeluarkan kartu bisnis pribadinya dan menyerahkannya pada Hyundai.

Hyundai menerima kad itu dengan sopan, membungkuk sedikit.

'' Terima kasih...''

Dia berbalik, dan berjalan perlahan keluar dari bangunan megah itu. Kotak kecil itu tetap ia genggam. Mungkin nilainya kecil bagi mereka. Tapi bagi Hyundai, itu adalah seluruh harga dirinya.

Begitu dia hilang dari padangan, Celine berbalik dan menatap penjaga kaunter dengan dingin..

'' Jika nama Miss Aurelia tercoreng, kalian tahukan akibatnya? ''

Katanya pelan tapi dingin.

Pengaja salah satu tertunduk gemeter ketakutan, si judes juga ketakutan.

'' Maaf- ''

Belum selesai kalimat si judes, Celine memotongnya.

'' Sungguh tidak profesional ''

Tak ada yang berani bersuara. Sunyi.

Celine memutarkan badan dan berjalan pergi. Tapi kata-katanya masih menggema.

'' Berharaplah Miss tidak tahu hal ini. Atau..aku tak bisa menjamin apa yang terjadi selanjutnya.

Si penjaga satu langsung terduduk ketakutan. Si judes kehilangan kata-kata.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel