Bab 6 - '' Apa.. yang kau lakukan..''
Tubuh sasa Hyunwoo tampak jelas. Tak berbaju. Hanya balutan bandage membungkus lengannya yang baru ditembak. Namun yang lebih mencuri perhatian adalah, bekas luka di tubuhnya.
Parut panjang dan dalam. Ada yang seperti luka tebasan katana, ada yang berbentuk tusukan. Seperti tubuh seorang veteran perang yang terselamat dari neraka. Kulitnya keras. Namun sunyi.
Ruangan tahanan itu hening. Dingin menusuk tulang.
Tiga preman jalanan tadi kini diam membisu di sudut sel. Menjauh. Mata mereka tak berani bertemu pandang. Sekali pun.
Hyunwoo, kini tenang. Nafasnya perlahan. Matanya kosong menatap lantai, seperti tidak berada di sini. Dia menghembuskan nafas ringan... dan sempat melirik sekilas ke arah tiga lelaki yang tadi coba menggertaknya.
Mereka menunduk cepat. Takut. Tak berani. Memandang kembali.
Hyunwoo sebenarnya sedikit merasa bersalah. Tapi hanya sekelumit. Dia bukan lelaki yang hidup dengan penyesalan kecil seperti itu.
Yang lebih penting kini... bagaimana dia harus keluar dari sini?
Tiba-tiba...
'' E-ehem, Hyunwoo-ssi. Anda.. sudah bisa keluar.''
Suara seorang pak polisi memecah hening dari balik jeruji.
Hyunwoo mendongak. Wajahnya kosong. Tapi matanya bertanya.
'' Siapa jaminannya, Pak? ''
Dia menjawab cepat, tanpa melihat mata Hyunwoo.
'' Panggilan dari pihak A.Crop. Mereka sudah bayar jaminan anda sepenuhnya.''
Hening sesaat.
Hyunwoo tidak menjawab. Hanya diam. Matanya mengecil sedikit. Dia tidak heran, mungkin karna masalah hutang itu.
'' Dan, mereka meminta anda kembali ke sana. Sekarang.''
Hyunwoo perlahan berdiri. Tubuh tegap itu bergerak tenang.
'' Terima kasih, Pak.''
Dia mengambil kembali kaos lusuhnya dan memakainya perlahan. Gerakannya bersih, tidak terburu. Satu tangan menyisir rambutnya ke belakang, menghilang basah peluh.
Langkahnya keluar dari balai itu sunyi... namun setiap orang yang melihatnya tahu, lelaki ini membawa badai.
Jam di dinding menunjukkan pukul 03:04 pagi.
Dan untuk seketika, ruang tahanan itu terasa lega. Para petugas dan tahanan lainnya sama-sama.. menarik nafas lega.
***
Seoul malam itu belum tidur.
Lampu-lampu kegelapan dengan warna neon yang berkelip dari bar, kelab malam, hingga restoran 24 jam. Di kejauhan, suara tawa anak-anak muda bergema dari lorong-lorong sempit yang penuh mural dan grafiti. Deruman motor, lagu dari pembesar suara jalanan, dan langkah kaki warga kota membentuk okestara urban yang tidak pernah benar-benar sunyi ( Ini beneran keadaan di Seoul guys )
Di depan kantor polisi, sebuah kereta hitam mewah dengan cermin gelap menunggu. Pintu terbuka, dan dari dalam, tiga pengawal berjas hitam melangkah keluar. Tanpa banyak bicara, mereka berdiri tegak di sisi kiri dan kanan pintu utama.
Tak lama, pintu itu terbuka. Seorang lelaki keluar, langkah tenang, tapi ada beban berat yang tersembunyi di balik ekspresi datarnya. Namanya Hyunwoo.
Dia tidak melawan. Tidak bertanya. Dia cuma melangkah masuk ke dalam mobil, duduk di tengah tengah, diapit dua pengawal yang kaku seperti patung batu.
Mobil itu meluncur ke jalan, menyusuri kota yang masih hidup. Di luar, kehidupan terus berputar. Tapi di dalam mobil itu, segalanya diam dan sunyi.
Hyunwoo bersandar sedikit ke belakang, tubuhnya terasa berat. Jantungnya seperti masih belum stabil sejak kejadian siang tadi.
Sentuhan itu...
Hanya dengan disentuh oleh wanita itu, seluruh sistem tubuhnya seperti dihentak sesuatu. Ada rasa lemah. Lemas. Dan sesuatu yang lebih berbahaya, hasrat yang liar, tak terkawal. Seolah-olah dirinya bukan lagi miliknya?
Namun yang paling membuatnya kacau adalah.. rasa nyaman itu. Tidak puas.
Mengapa?
Mengapa dada ini terasa tenang saat berada dekat dengannya?
Dia tidak tahu. Dan dia benci tidak tahu.
'' Ck,'' desisinya perlahan. Bibirnya nyaris tidak bergerak, tapi suara itu cukup untuk membuat pengawal di kirinya melirik sedikit.
Mereka tiba di hadapan gedung A.Crop.
Bahkan sebelum melangkah keluar dari mobil, Hyunwoo dapat merasakan sesautu.
Energinya..
Masih di sini..
Dia.. masih di sini.
Langkahnya dibimbing oleh dua pengawal ke dalam gedung. Tiada kata yang diucap sepanjang perjalanan menaiki lif. Hanya suara '' ting '' menandakan mereka tiba di tingkat 49.
'' Ha..sialan.. '' Batin Hyunwoo, rasa nyaman yang aneh itu datang membuat tubuhnya bergidik sesaat. Apaan ini.
Semakin dia mendekat pintu itu, semakin jantungnya berdegup tidak menentu. Bukan kerana takut. Tapi kerana sesuatu yang lebih dalam, lebih primal. Degupan yang terasa seperti gema.
Lorong itu dingin dan tenang seperti biasa. Lampu siling menyala redup, menciptakan bayang-bayang panjang di sepanjang dinding. Suasana seolah berubah menjadi perlahan.
Akhirnya mereka tiba di hadapan pintu besar yang tadi malam tertutup rapat. Tapi waktu yang hampir subuh ini, pintu itu .. terbuka. Sengaja.
Dua pengawal berhenti dan menjaga di luar pintu, memberi isyarat bahawa Hyunwoo harus masuk sendiri.
Dia melangkah masuk, langkahnya perlahan, seperti diatur oleh naluri yang terlalu waspada.
Di dalam, tiga pengawal sudah berjaga. Di sisi kanan ruangan berdiri Sangwo, si manager gedung A.Crop ( COO ). Di sebelahnya, berdiri seorang wanita.
Tapi Hyunwoo tidak tertumpu pada mereka.
Perhatiannya.. sepenuhnya pada wanita itu.
Dia sedang duduk di balik meja kerja. Silangnya kaki terlalu elegan untuk dunia ini. Tangan kanannya mengangkat cawan porselin berisi teh, lalu menyisip perlahan. Seolah tiada apa yang terjadi. Seolah dia bukan pusat kekacauan dunia.
Rambutnya terurai, bergelombang ringan, jatuh ke bahu dengan begitu sempurna. Baju sutera hitam yang dipakai membalut tubuhnya seperti kulit kedua, membuat aura misterinya semakin sukar dibaca.
Hyunwoo berdiri diam di tengah ruangan, tidak tunduk, tidak juga melawan. Tapi matanya menatap lurus. Dia bukan anak kecil yang takut dihukum.Meja kerja luas dan sangat rapi itu terpampang sebuah nameplate elegan berlapis kaca, bertuliskan dengan huruf kapital berwarna emas,
Elizaveta Yoon, The CEO of A.Crop Holding World.
Hyunwoo menatap nama itu sebentar. Dingin. Tegas. Sama seperti auranya.
'' Seperti yang sudah kita bicarakan tadi malam, kamu telah menandatangani kontrak untuk membayar ganti rugi vas itu, '' ucap Sangwo, suaranya tegas dan formal seperti biasa. Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tas hitamnya, lalu mengibaskannya ringan seolah ingin menekankan pentingnya isi dokumen itu.
'' Saya juga sudah mendapatkan izin dari pihak berwewenang.. untuk menyita hak kamu.''
Ia melirik tajam ke arah Hyunwoo, lalu menekankan satu kata penting.
'' Jika,'' Ucapnya, berhenti sejenak.
Di saat yang sama, Eliza masih duduk tenang. Ia mengangkat cangkir tehnya, menyisip pelan. Tapi matanya, tetap pada Hyunwoo. Mata yang tenang tapi tajam, seperti predator yang sedang menunggu waktu untuk menerkam.
'' Jika kamu melanggar perjanjian dan tidak membayar ganti rugi sebesar.. 300,000 Won.
Hyunwoo menahan napas. Tegang. Bukan kerana jumlah uang itu, tapi kerana aura wanita itu semakin menyesakkan. Semakin dekat, semakin membuat tubuhnya merasa.. kacau.
Peluh dingin mulai menetes dari pelipisnya.
'' Silakan, CFO Hyerin, '' Ucap Sangwoo.
Seorang wanita berjas hitam melangkah maju. Wajahnya anggun, rambut ditata rapi, dan ia memakai kacamata tipis yang menambah kesan cerdas serta profesional. Dia tersenyum sopan.
'' Terima kasih atas penjelasannya, COO Sangwoo.''
Lalu dia menatap langsung ke arah Hyunwoo.
Wajah Hyunwoo tampak tenang, tapi keningnya basah oleh keringat. Hyerin sempat melirik AC yang menyala.
'' Ga manuk akal.. '' Batin Hyerin. Tapi dia tetap fokus.
'' Perkenalkan, saya Hyerin Lee. CFO A.Crop. Saya bertanggung jawab mengelola pengembalian dana dari ganti rugi anda,''
Katanya lembut tapi tetap profesional. '' Anda diberi waktu 3 tahun untuk melunasi seluruh jumlah tersebut. Namun jika dalam waktu itu anda gagal membayarnya... ''
Dia menoleh ke arah Sangwoo sebentar. Lalu melanjutkan dengan senyum tipis.
'' Maka seperti yang sudah dijelaskan, anda akan dikenai sanksi tambahan.''
Sangwoo menyambung, suaranya tajam.
'' Blacklist, pemblokiran kartu bank, penyitaan aset, dan anda, akan dikeluarkan dari sistem sosial ekonomi. Anda akan menjadi, orang tanpa identitas.''
Hyunwoo mendengarkan semua itu menunduk sedikit. Di kepalanya, semuanya seperti ombak yang bergulung keras. Hanya kerana vas? Hidupnya di ujung tanduk. Mana mungkin seorang pekerja konbini bisa membayar segitu?
Dia menarik napas panjang dalam hati. Ini semua kerana rasa penasaran sialan itu. Energi wanita itu. Sekarang, dia tak bisa mundur. Kalau dia bilang bukan dia pelakunya, malah akan terlihat bodoh. Takkan dipercaya.
Dia mengangkat wajah, menatap langsung ke arah mereka.
'' Baik.. saya mengerti,'' ujarnya tenang. '' Tapi.. apa ga ada pilihan lain untuk saya? Cuma ini satu-satunya pilihan yang kalian kasih? ''
Sangwo menyipitkan mata.
'' Pilihan? '' Ulangnya. '' Maksud kamu apa, Hyunwoo-ssi? ''
Hyunwoo menatap lurus ke arah Sangwo, lalu ke arah Hyerin.
'' Kalian pasti sudah cek tentang data saya, kan? Nama, status, tempat tinggal, dan pekerjaan. Semuanya sudah ada di tangan kalian.''
Suara berat Hyunwoo tenang, tapi matanya menyala. '' Aku ini bukan siapa-siapa. Anak tanpa pendidikan. Ga punya latar berlakang apa-apa. Gaji bulanan cuma pas-pasan. Cukup buat makan. Sekarang kalian kasih aku tiga tahun.. buat bayar uang segitu? Seharusnya ada keadilan kan.''
Hening. Semua diam. ( Speechless )
.
.
.
...
Mereka terlalu menyepelekan ( Underestimate ) Hyunwoo. Dia tak berpendidikan, bukan berarti dia mudah dibodohi.
Hyerin menoleh ke arah Sangwo.
'' Itu.. ''
Sangwo tampak ingin menjawab. Tapi belum sempat dia membuka mulut...
Tepukan tangan terdengar.
PAP!
Semua menoleh cepat. Eliza menyandarkan punggungnya ke kursi. Dia menatap Hyunwoo lurus, tatapannya ada kekaguman di sana.
'' Pilihan, '' katanya pelan '' Ya? ''
Suaranya rendah dan dalam... menggoda. Hyunwoo hanya diam. Matanya sempat berkerut.
'' Madam, dia tidak tahu apa--'' Sangwo mulai bicara, tapi langsung terpotong oleh isyarat tangan dari Eliza. Tangan itu terangkat ringan, menyuruh diam. Tapi matanya masih setia menatap ke arah Hyunwoo. Sangwo terdiam seketika.
'' Leave two of us. Alone.''
Nada suara Eliza tidak menerima penolakan. Menyuruh mereka keluar.
Sangwo spontan melirik ke arah Hyunwoo. Nalurinya menjerit. Dia tidak yakin membiarkan wanita sepenting Eliza, CEO mereka berduaan dengan pria seperti Hyunwoo. Siapa tahu kalau banjingan ini menyerang? Pikirnya.
'' B-But, Madam--''
Lengannya ditarik perlahan oleh Hyerin.
Sangwo menoleh.
Hyerin hanya menggeleng pelan, memberikan sinyal,
'' Percayakan saja ''
Sangwo menatap Hyerin sejenak, alis dia berkerut. Tidak suka. Lalu menunduk kepala, pasrah. Dengan berat hati, dia membungkuk hormat. Tapi sebelum keluar, dia menatap tajam ke arah Hyunwoo. Seolah berkata, '' Lu gerak, lu mati.''
Hyerin menyusul keluar. Begitu juga tiga pengawal lain. Pintu otomatis menutup perlahan. Lalu... Klik.
Terkunci.
Ruangan kini sepi. Hening.
Hanya ada mereka berdua.
Hyunwoo hanya berdiri. Diam. Tegang. Menatap wanita dihapannya.
Eliza menyisip tehnya sekali lagi, lalu meletakkan perlahan. Dia tidak langsung bicara. Hanya memandangi Hyunwoo dari atas sampai bawah, seperti menilai.
Lalu bibirnya mengukirkan senyum samar tapi penuh makna.
'' Hyunwoo.. ya? ''
Suaranya rendah dan sangat menggoda itu cukup membuat hati Hyunwoo berdesir sesaat. Dia hanya diam.
Tuk.. Tuk.. Tuk..
Jari lentik telunjuknya mengetuk meja, perlahan.
'' Kalau aku kasih pilihan... mau? ''
Suaranya dinadakan sedikit tapi penuh makna tersembunyi. Hyunwoo diam sejenak.
'' Ya. Selama itu tidak melampaui batas kemampuan saya.''
Dia menyandarkan dagu ke jemari.
'' Gapapa.. aku mengerti situasi kamu. '' Katanya pelan. '' aku jamin, kamu ga akan bosan kok..'' Lalu tersenyum tipis, matanya melengkung sipit.
Entah kenapa mendengar itu membuat Hyunwoo, sedikit..
Dug. Dag. Dug. Dag.
Hyunwoo memejamkan matanya sejenak. Mencoba mengatur napas. Mengusir rasa aneh yang terus tumbuh dalam dadanya, rasa yang tidak bisa dijelaskan. Antara tekanan...dan tarikan.
Saat dia membuka mata, tatapannya langsung mengarah ke wanita didepannya.
'' Apa tawarannya? '' Tanyannya datar, tenang, meski tubuhnya masih bergetar halus.
Eliza tak langsung menjawab. Ia hanya menatap balik Hyunwoo sambil menopang dagu dengan jemari lentiknya, seperti sedang menilai lalu, perlahan, ia berdiri.
Gaun hitam panjangnya mengikuti gerakan tubuhnya yang sempurna. Gerakan jalannya pelan.. lembut.. tapi setiap langkahnya seperti menghantarkan beban udara yang membuat jantung Hyunwoo berdetak lebih cepat.
Dia berjalan ke arah sofa kulit berwarna arang, lalu duduk perlahan. Menyilangkan kakiknya dengan sangat anggun. Lalu mendongak, memandang Hyunwoo.
'' Have a seat '' Ucapnya lembut.
Hyunwoo ragu. Tapi setelah menarik napas panjang, dia melangkah. Setiap langkahnya terasa berat, seolah ada gaya tak terlihat yang menahannya untuk tidak terlalu dekat, dengan wanita itu. Tapi dia tetap melangkah. Lalu duduk.
'' Penawarannya mudah,'' Ucap Eliza sambil melirik, bukan ke mata, tapi ke tubuh Hyunwoo. Sorot matanya naik perlahan dari pingggang, dada, lalu akhirnya kembali menatap matanya. Dalam. Tegas.
'' Bekerja di bawahku.''
Hyunwoo mengerutkan kening. '' Bekerja.. di bawah anda? ''
'' Kenapa, nggak suka? ''
'' Saya sudah bekerja di konbini.. ''
Eliza menyunggingkan senyuman kecil, hampir seperti mengejek.
'' Itu bukan urusanku.''
Hyunwoo terdiam sejenak. Terpikir jawabannya tadi sangat bodoh.
'' Baiklah. Saya mengerti. Paruh waktu--''
Eliza menyandarkan tubuh ke sofa, dia memotong bicara Hyunwoo.
'' Kau pikir, aku izinkan kau kerja di bawahku... hanya untuk part-time? ''
Nada suaranya sedikit naik. Ada tekanan.
'' Maksud miss.. saya bekerja full-time di sini? ''
Eliza tidak menjawab. Ia hanya mengangkat alis pelan. Tenang. Dingin menusuk, tapi auranya... terlalu memikat.
Hyunwoo menunduk, menyandarkan lengan ke pahanya, menggenggam lutut. Wajahnya dipenuhi keraguan.
Dia tahu... jika dia menerima tawaran itu, maka hidupnya akan berubah. Dan mungkin bukan ke arah yang lebih baik.
'' Apa saya harus bekerja untuk membayar hutang itu? Maksud saya, itu memang satu-satunya pilihan saya?''
Dia mulai berpikir keras. Jika dia bekerja penuh waktu... dan Eliza yang membayarnya, bukankah itu seperti memutar uangnya sendiri?
Dia tidak akan pernah bisa bebas dari hutang. Uang yang dia terima... hanya akan kembali ke wanita ini.
'' Maaf... saya rasa itu bukan pilihan yang masuk akal, Miss. ''
Eliza tertawa. Pelan. Senyum di wajahnya menyebar pelan, seperti kucing betina yang baru saja menemukan mainnya.
'' Bukan kamu sendiri bilang? ' Sesuai kemampuanmu'? Aku kasih pilihan yang justru sesuai permintaanmu. '' Katanya sambil memiringkan kepala.
Hyunwoo tak bisa membantah. Benar. Betapa liciknya wanita ini. Hyunwoo memalingkan wajah pelan. Ia bingung. Tapi lebih dari itu, dia waspada wanita ini, memperlakukannya seperti semut di bawah sepatunya.
Lelaki itu berdiri. Lalu membungkuk pelan.
'' Terima kasih atas tawarannya, Miss. Tapi saya tidak bisa menerima.''
Eliza menatap lelaki itu datar. Sebelah alisnya naik. Dia diam beberapa detik.
'' Kau.. ''
Tangan lentiknya itu menarik bagian kerah kaos Hyunwoo, menariknya cukup dekat hingga wajah mereka nyaris sejajar. Hyunwoo refleks menegang.
Jantungnya berdentum keras.
Mata mereka bertemu. Dekat. Sangat dekat.
Eliza menatapnya seperti ratu sedang menghakimi bawahannya. Mata itu melirik pelan ke arah bibir. Lirikan itu begitu menggoda.
Lalu kembali ke arah mata dan tersenyum tipis.
'' Kau pikir.. ''
Dengan suara pelan, menusuk.
'' kau bisa menolak dengan mudah seperti itu..? ''
Hyunwoo tercekat. dan refleks menepis tangan Eliza, tapi tenaganya tak seperti biasa. Seketika dia mundur beberapa langkah, kehilangan keseimbangan, lalu jatuh terduduk di sofa yang ada di belakangnya.
Nafasnya memburu, dadanya naik turun. Energi dan wanita ini... menyellimutinya lagi.
Hangat. Liar. Mengikat.
Ia memalingkan wajahnya, tak tahan menatap mata wanita itu terlalu lama.
Eliza hanya tersenyum. Tak ada rasa terintimidasi sedikit pun. Justru sebaliknya, sorot matanya semakin puas.
'' Ada yang aneh tentang dirimu.. ''
Hyunwoo mengepal satu tangannya. Tubuhnya bergetar.
Dug. Dag. Dug. Dag.
Jantungnya memukul dadanya tanpa ampun. Dingin AC tak membantu meredakan peluh di pelipisnya.
'' Matamu.. menyala,'' lanjut Eliza.
Hyunwoo terkejut. Mata kirinya, mata yang tak bisa dia sembunyikan kekuatannya. Wanita ini melihatnya. Refleks dia menutup dengan telepak tangan, berusaha menahan agar pupilnya tak bersinar lagi.
'' Si-sial..'' gerutunya dalam hati.
Dia mencoba bangkit. Tapi lututnya lemas. Rasanya seperti dia mabuk. Tapi bukan alkhohol, melainkan aura wanita itu.
Eliza perlahan berdiri.
Langkahnya pelan. Tapi ada kekuatan dalam iramanya. Seperti singa betina yang tahu mangsanya sudah tidak bisa lari lagi.
Hyunwoo ingin menghindarkan, tapi tubuhnya tak sepenuhnya patuh.
Eliza berhenti di depan lelaki itu. Dia membungkuk sedikit perlahan. Jemari letiknya mengangkat wajah Hyunwoo yang menunduk, mencengkam dagu tajam itu, mengangkatnya perlahan agar mata mereka kembali bertemu.
Tatapannya dalam. Tak berkedip.
'' Interesting.. '' bisik Eliza pelan. Suaranya seperti bisikan malam yang menyusup ke relung terdalam.
'' Kau.. bukan manusia biasa ''
Hyunwoo menahan napas. Matanya menatapnya, setengah menantang.
Tubuhnya masih menggigil. Tapi bukan ketakutan. Bukan sepenuhnya juga terpesona.
Tapi... campuran dari semua itu. Dan lebih buruknya dia.. menyukai sensasi itu.
'' Apa.. yang akan kau lakukan.. ''
Tanya Hyunwoo, suara rendah, nyaris serak. Tapi berani.
Eliza tersenyum. Bibirnya terangangkat sedikit. Wajahnya mendekat... hingga napasnya bisa dirasa.
'' Hmm.. '' katanya pelan. Matanya menyala seperti ular yang mematikan, senyuman penuh makna.
