Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Dua

Ketika mendapati pesan dari Esa, Sean langsung bergegas menyusul lelaki bajingan tersebut. Sean tau maksud tersembunyi dari pesan yang Esa kirimkan.

"Mana?" tanya Sean ketika sampai di kamar hotel Esa.

Esa menyesap rokoknya. "Di sebelah sama Kania, tidur kayaknya." jawabnya. Sean duduk di samping Esa sambil menyalakan sebatang rokok miliknya.

"Anak mana? Dia yang ajakin?" tanya Sean bertubi-tubi.

Esa terkekeh. "Santai napa, napas dulu, Sob, selaw." ledeknya.

"Serius anjing!"

"Anak Jogja, manis banget asli. Tadi dia mau langsung pulang, tapi ketinggalan kereta yaudah gue ajak nginep mau."

Sean menganga. "Langsung lu ajak enak-enak gitu? Mau? Ih baru apaan, paling juga udah bolong kalau gitu mah."

Tangan Esa memukul kepala Sean pelan. "Ya gue bilangnya mau gue sewain hotel gak, bukan mau gue pake. Tolol ye otak lo, kebanyakan ngeganja gini nih, gobloknya natural." katanya kesal.

Sean tersenyum. "Hehehe abis lo cerita setengah-setengah kayak grup chat, terus sekarang gimana?"

"Gimana apa sih, Yan? Nanya mulu lo kayak lagi interview." sahut Esa kesal.

"Ya gimana? Mau langsung apa lu pancing-pancing manja?"

Esa menyesap rokoknya dalam, lalu menghembuskan asapnya ke udara. "Bawa go pro gak lo?" tanyanya.

"Bawa. Buat apaan?"

"Pasangin di kamar doi."

Mata Sean otomatis membulat sempurna saat mendengar perkataan Esa. "Mau ngintip dia?!"

Esa menyeringai. "Something better. Nanti gue suruh Kania ajak dia makan ke bawah terus langsung lo aksi pasangin di kamarnya."

Wah, Sean benar-benar tidak habis pikir dengan sahabatnya yang satu ini. Bagaimana bisa Esa berpikir demikian?

"Sa, gila jangan lah! Bocor mampus karir lo ancur udah kayak Babang Ariel." lanjutnya, "Lagian apasih istimewanya itu cewek? Kayak gak ada cewek lain aja."

Esa menyeringai. "Gak ada istimewanya sih, cuman penasaran aja gue sama dia. Tampangnya polos banget, gak dibuat-buat. Jadi mau gue polosin liatnya."

Sean menggeleng. "Jangan lah, Sa. Kesian nanti orang tuanya di kampung. Gak ah, gak setuju gue kalau lo begitu." ucapnya.

"Yan, gapapa kali. Lagian belum tentu dia sepolos itu, coba-coba doang gue. Kalau sesuai ekspetasi gue syukur, kalau enggak yaudah."

"Sa, lo yakin....?"

"Gue telepon Kania, nanti lo langsung pasang. Gak usah banyakan mulut, entar gue kasih komisi tenang mau apa? Iphone baru? Gampang, yang penting lo kerjain dulu."

***

Kalula merasa begitu beruntung bertemu Esa, lelaki itu memang sebaik yang dirinya pikirkan. Bayangkan, menginap di hotel mewah tanpa membayar sepersen pun, bukankah Esa begitu baik hati?

Bahkan lelaki itu meminta temannya untuk menemani dirinya sekarang.

"La, makan dulu yuk? Esa telepon aku nih, suruh kamu makan dulu."

Kalula mengangguk. "Iya, Kak." ucapnya.

Hati Kalula begitu bahagia sekarang. Semuanya seperti mimpi, bertemu dengan Esa dan mendapat kebaikan yang melimpah dari lelaki tersebut benar-benar membuat dirinya seperti wanita paling beruntung di dunia.

Esa benar-benar seperti malaikat, batin Kalula.

"Nanti Esa katanya mau ngomong sama lo, La." Kalula hampir tersedak ketika mendengar perkataan Kania barusan.

"Kenapa, Kak?" tanya Kalula gugup.

Kania mengunyah makanannya sambil menatap Kalula. "Gak tau? Lo merasa ada sesuatu yang mau diomongin gak? Soalnya Esa gak ada ngomong apa-apa ke gue."

Kalula mendadak penasaran. Apa ada sesuatu yang salah dari dirinya? Tadi saat di perjalanan menuju hotel, Esa hanya berpesan untuk tidak memposting apapun di sosial media dan Kalula mematuhinya. Atau jangan-jangan ada akun gosip yang mengetahui hal ini?

"Aku ada urusan sebentar ya, La. Nanti kamu sendiri dulu gapapa, kan?"

"Hng? Tapi nanti pas Kak Esa mau ketemu aku, Ka Nia temenin kan?"

Kania tersenyum sambil menggeleng. "Enggak lah. Kan Esa mau ngomongnya sama kamu, bukan sama aku."

Maksudnya? Kalula bertemu Esa sendiri gitu? Gak mungkin, pasti nanti ada temannya Esa atau siapalah menemani lelaki itu, gak mungkin kan Esa berduaan sama Kalula.

Begitu banyak hal yang Kalula pikirkan sampai gadis itu tidak tersadar kalau lift yang sedang dirinya naiki berhenti di lantai tempat Kalula menginap. Setiap langkah yang gadis itu ambil saat menuju kamarnya terasa begitu berat dan mendebarkan.

Hal pertama yang Kalula temukan ketika membuka pintu kamarnya adalah sepasang mata yang menatapnya lurus dan intens. Bahkan untuk menatap balik pun Kalula takut.

"Hai." suara baritone itu masih terdengar seperti biasa ketika Kalula menonton videonya di youtube atau snapgram milik Esa, lembut dan ramah.

Kalula hanya berdiri di depan pintu sambil tersenyum canggung.

Esa terkekeh melihat respon gadis tersebut. "Sini, jangan di depan pintu aja kayak house keeper." katanya.

Dengan perlahan, Kalula melangkahkan kakinya ke arah Esa. Lelaki tersebut sedang duduk di sofa yang ada di kamar ini. Begitu tampan dengan kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya.

"Kalula." Esa menyebutkan nama gadis itu ketika Kalula sudah duduk di ujung sofa.

"I-iya, Kak." suara Kalula begitu pelan dan bergetar. Dirinya sangat gugup sekarang, apalagi hanya berdua dengan sosok yang selalu dirinya kagumi selama ini.

"Dipanggilnya Lula atau siapa?" tanya Esa.

"Lala, Kak."

Esa masih menatap gadis ini lekat, memperhatikan setiap guratan dari wajah manisnya.

"Jangan nunduk terus dong, kan gue bukan guru bp. Santai aja, La." Kalula mengangkat kepalanya dan tersenyum canggung. "Hehe maaf kak..."

Kalula menoleh ke arah Esa ketika lelaki itu seperti mengambil sesuatu dari kantong celananya. Dia kira benda yang Esa ambil adalah ponsel, atau apapun. Tapi dugaannya salah, Kalula bahkan harus mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan hal ini.

"Kaget, La?" Kalula tersentak ketika Esa bertanya demikian. "Kak Esa ngerokok?"

Esa menyeringai, sepertinya dugaan tentang Kalula adalah gadis yang polos tepat sasaran. Gadis tersebut bahkan tidak tau kalau yang Esa sedang hisap saat ini bukan hanya sekedar rokok.

"Gapapa kan, La?" suara Esa begitu lembut, seperti meminta persetujuan atas apa yang dirinya lakukakn sekarang.

Kalula tersenyum. "Gapapa." jawabnya.

Hanya keheningan yang terjadi diantata mereka sampai akhirnya Esa mendekat secara mendadak, membuat Kalula lagi-lagi kaget.

"Ngomong dong, La. Gak ada yang mau diomongin gitu?"

Kalula merubah posisi duduknya dan menatap Esa. "Aku mau ngomong makasih doang, Kak. Soalnya Kak Esa baik banget sama aku, makasih yaa..."

Esa tersenyum, ucapan Kalula bisa saja dirinya manfaatkan dengan begitu mudah. Tapi menurut Esa, cara memanfaatkan kata terima kasih terlalu kacangan. Dirinya ingin sesuatu yang membuat semuanya akan terlihat natural, sesuatu yang nantinya tidak akan menyudutkan Esa jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Dan Esa sudah menyusun rencana itu dengan baik.

"Sama-sama. Ohya, mau cobain gak? Ini aku dapet pas tadi abis seminar, enak sih permen karet rasa stroberi gitu. Mau gak, la?"

Karena merasa tidak mungkin menolak tawaran Esa, Kalula mengangguk. Menerima permen yang sebenarnya bukan permen biasa. Permen yang akan membawa pengaruh buruk untuk dirinya. 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel