Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

12 Menyambut Jenderal Besar Raven

"Lalu bagaimana, jenderal?" bisik Thomas penasaran.

"Kalian lihat saja apa yang akan terjadi nanti. Sekarang kita ke belakang panggung. Aku yakin mereka sudah menyiapkan jubah dan topiku di sana. Aku ingin masuk sebagai diriku yang lain karena aku ingin mendekati Wilona sebagai diriku yang lain," pungkas Daniel.

**

Sementara itu di dalam ruangan tempat pertemuan, Wilona, Frans dan Vanda yang diikuti oleh Gary sudah mendapatkan sebuah meja sesuai undangan yang mereka dapatkan.

Saat Wilona, Frans dan Vanda melihat sekeliling, mereka mereka melihat ada banyak sekali pengusaha-pengusaha kaya serta pejabat-pejabat terkenal di kota Auburn ini yang duduk mengelilingi meja-meja mereka masing-masing.

Ada banyak orang yang antusias untuk bisa melihat atau berada di posisi yang dekat dengan Jenderal Besar Raven, jenderal besar kebanggaan negara ini.

Acara ini akan dirangkaikan dengan acara penggalangan dana untuk panti asuhan, panti jompo dan juga kegiatan sosial di negara ini dan ada banyak dari para pengusaha yang sudah mempersiapkan harta mereka untuk mereka persembahkan di acara ini supaya dilihat oleh Jenderal Besar Raven supaya mereka bisa berbangga di hadapan jenderal besar kebanggaan negara ini.

Vanda mengeluarkan sesuatu yang sejak tadi dia bawa untuk dia taruh di atas meja.

"Apa itu, mah?" tanya Wilona penasaran.

"Ini adalah persembahanku untuk sang Jenderal Besar Raven, semoga dia suka."

"Apakah itu yang akan diberikan untuk amal?"

"Iya, ada banyak panti asuhan, panti jompo dan juga keluarga miskin di kota ini yang harus dibantu karena Jenderal Besar Raven inginkan bantuan dari orang-orang kaya kota ini maka kita harus memperlihatkan kepedulian kita dengan cara membawa hadiah ini."

"Lalu isinya apa, ma?"

"Isinya adalah sebuah nampan perak dengan perhiasan-perhiasan emas di dalamnya yang nilainya mendekati 3 miliar."

"Banyak sekali, mah."

"Tentu saja kita harus begitu kepada pahlawan negeri kita. Walau bagaimanapun karena Jenderal Besar Raven sendiri yang membuat negeri kita berhasil menang perang dari negara tetangga yang selama ini menekan kita dan menjajah kita."

Saat itulah seorang wanita berumur 40 tahunan nampak mendekat ke arah Vanda.

"Eh, ternyata ada Sus Erna," sapa Vanda kepada wanita berumur 40 tahunan itu.

Wanita itu tanpa permisi langsung duduk di samping Vanda dan membuka bungkusan yang dia bawa. "Aku sudah mendengar pemberian kamu untuk sang jenderal dan aku merasa takjub."

"Takjub? Kenapa?" tanya Vanda. "Pasti kamu takjub dengan nilainya. Iya kan?"

"Iya, aku takjub dengan nilainya karena terlalu sedikit. Soalnya nilai barang yang aku bawa untuk sang jenderal itu nilainya dua kali lipat di atasmu." Kemudian Erna memperlihatkan perhiasan-perhiasan yang dia bawa yang memang lebih banyak dan lebih bernilai dari perhiasan yang dibawa Vanda.

Mendengar kata-kata Erna dan melihat perhiasan lebih bernilai yang dibawa oleh Erna itu, membuat Vanda menjadi sewot.

Mulut Vanda langsung manyun. Dia merasa direndahkan oleh Erna. Dia tidak bisa menyembunyikan kekesalannya kepada Erna.

Erna sangat puas melihat Vanda yang nampak terancam dan kesal kepadanya itu karena itu dia segera tertawa dan mengambil kembali bungkusannya untuk kembali ke tempat duduknya.

Erna merasa sangat puas karena dia berhasil menyaingi Vanda, teman sekaligus saingannya di arisan ibu-ibu yang dia ikuti.

Begitu Erna pergi, Vanda terus ngedumel, nyerocos tentang kekurangan-kekurangan Erna, tentang suami Erna yang gemar selingkuh dan juga tentang perusahaan suaminya Erna yang sempat masuk dalam daftar perusahaan-perusahaan yang memberikan suap pada kasus daging sapi di kementerian pertanian di Negara Hawking ini.

"Sudahlah, ma. Sudah. Nggak usah ngomongin orang lain lagi," kata Wilona.

Gerry sendiri sudah mengeluarkan bungkusan yang dia keluarkan dari tasnya. "Ini adalah pemberianku untuk sang jenderal. Nilainya adalah 17 miliar. Kalau ini digabungkan dengan punya ibu, maka di meja kita ini, kita akan memiliki sumbangan yang lebih besar dari yang dimiliki Tante Erna tadi."

Mendengar itu Vanda menjadi sumringah. "Iya betul. Kita gabungkan saja pemberian kita. Wah, kamu hebat banget, sih, masih muda sudah memberikan sumbangan sebesar ini."

"Tentu saja, Tante Vanda. Soalnya Jenderal Besar Raven itu adalah teman baikku, tentu saja aku harus memberikan pemberian besar kepadanya." Gerry membusungkan dadanya untuk menyombongkan dirinya.

"Betulkah kamu itu teman baiknya Jendral Besar Raven?" tanya Wilona antusias. Mata Wilona membesar tanda kagumnya dia kepada orang yang bisa menjadi sahabatnya Jenderal Besar Raven.

"Tentu saja. Aku ini adalah teman baiknya sang jenderal. Tiap kali dia ke kota ini dan tidak dalam rangka dinas, dia selalu menelponku dan kami suka jalan-jalan berdua, makan berdua di restoran dan main biliiard dan golf berdua. Itulah yang biasa kami lakukan," bohong Gerry sambil semakin membusungkan dadanya.

"'Waduh kamu hebat sekali, Gerry. Kamu hebat sekali bisa berteman dengan orang sehebat Jenderal Besar Raven itu," timpal Frans.

"Aku sudah mengenal Jenderal Besar Raven sejak masa sekolah. Aku dan dia sudah berteman baik selama belasan tahun. Hingga belakangan dia masuk militer dan dalam waktu singkat, berhasil menjadi jenderal. Wuihhh. Sahabatku itu benar-benar hebat."

Mendengar cerita-cerita dari Gerry itu, Wilona bertanya, "aku ingin melihat fotonya karena selama ini foto yang aku dapat hanya foto sang jenderal memakai topeng kebesarannya. Aku hanya melihat matanya yang mencorong dari balik topeng itu tapi aku tidak pernah melihat wajahnya. Apa wajahnya tampan?"

"Tentu saja dia tampan. Rahangnya keras. Mungkin karena pendidikan kerasnya dan juga karena pertempuran-pertempuran hebat membuat dia jadi tidak terlalu ganteng lagi. Pokoknya masih kalah ganteng lah dengan aku." Gerry yang tidak ingin terlalu memuji ketampanan jenderal yang tidak pernah dilihatnya itu kini berusaha memuji dirinya agar mendapatkan perhatian Wilona.

"Aku ingin sekali melihat fotonya. Apa kamu punya fotonya?"

"Waduh ada sih. Tapi, Jendral Raven sangat menjaga supaya wajahnya tidak bisa dilihat sembarangan orang. Aku harus meminta izin dia dulu baru memperlihatkan foto aku dengannya kepadamu."

Bualan Garry itu, membuat ada banyak orang yang menyimak perkataan Garry. Mereka ingin tahu tentang Garry, orang yang menjadi teman baiknya Jenderal Besar Raven itu. Mereka semua ikut menyimak cerita Garry tentang pertemanannya dengan Jenderal Besar Raven.

"Kalau begitu, tanyakan padanya. Minta ijin padanya. Please, Gerry. Tanyakan kepadanya supaya dia memberikan izin aku untuk melihat fotonya karena aku ingin sekali melihat wajahnya. Please ... please ... please." Wilona mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Oke. Aku telpon dia, ya?" Gerry mulai mengeluarkan handphonenya. Dia pura-pura menelpon Jenderal Besar Raven.

Sementara itu, pihak panitia yang sudah selesai memberikan kata-kata sambutan, kini mulai berkata, "oke. Dalam kesempatan ini, Jenderal Besar Raven, jenderal besar kebanggaan kita, orang yang melepaskan kita dari penjajahan, orang yang bahkan berbalik membuat negara penjajah kita menjadi negara jajahan kita itu, dengan sangat bangga akan segera masuk ke dalam ruangan ini untuk menemui semua hadirin."

Mendengar itu, ada banyak orang yang langsung berdiri dan bertepuk tangan untuk memberi penghormatan pada Jenderal Besar Raven.

"Karena itu mari kita semua berdiri untuk menyambut sang Jenderal Besar Raven," kata MC yang langsung disambut oleh teriakan histeris para wanita, tepuk tangan para pria dan juga ada banyak orang yang sudah berdiri menyambut kehadiran sang jenderal besar.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel