Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 2

Arneta terpaku saat tiba-tiba Kenzo menutup pintu begitusaja. Ini malam pertama mereka sebagai pasangan pengantin baru namun Kenzo malah tak mengizinkan Arneta untuk masuk kedalam mansion nya. "Aku tau dia membenciku, namun haruskah dia memperlakukanku seperti ini," bisik Arneta dengan air mata yang mulai jatuh.

Arneta menghapus air matanya, ia lalu berjalan dan duduk di lantai teras. Bahu Arneta bergetar ia menangis dalam diam, mereka barusaja menikah namun Kenzo sudah memperlakukanya dengan buruk.

Bahkan saat ini alam seperti mendukung Kenzo, hujan tiba-tiba turun disaat yang seperti ini. Seketika hawa dingin langsung menusuk tulang Arneta. "kenapa harus turun hujan di saat seperti ini," lirihnya dengan menatap nanar kearah depan.

Sementara itu Kenzo yang berada di kamarnya berdiri di depan jendela, ia menatap keluar jendela dimana hujan turun semakin deras. Kenzo tak mengatakan apapun namun ia menyunggingkan senyum liciknya.

Guk! Guk!

Arneta tersentak kaget saat anjing berjenis Doberman Pinscher menggonggong tak jau dari tempatnya duduk.

Wajah Arneta langsung ketakutan ketika anjing hitam dengan ukuran cukup besar terus menatapnya. Arneta menatap sekeliling, namun sialnya ia tak melihat penjaga yang berjaga diluar.

Bukankah mansion sebesar itu harus ada penjaganya? Lalu dimana semua orang?

Guk!

Guk!

Gonggongan anjing itu membuat tubuh Arneta mematung, lalu dia mengangkat pandangannya, seketika itu juga dia terlonjak kaget melihat anjing Doberman tepat di depan matanya.

"Hush! P–pergi sana! Jangan mendekat!" usir Arneta yang tubuhnya refleks mundur ketakutan.

Namun, bukannya pergi anjing hitam itu justru semakin menggeram dan menampilkan gigi-gigi tajamnya, tak lupa juga tatapan memburu terarah pada Arneta yang terus mundur dengan posisi terduduk.

Hingga tubuh Arneta menabrak pintu masuk, dia pun langsung menggedor-gedor dan berteriak, "Kenzo buka pintunya! Kumohon buka pintunya, Kenzo!"

Belum juga mendapatkan respon dari teriakan dan gedorannya, anjing itu melompat ke arah Arneta, yang terpaksa berlari ke samping mansion dengan kekuatan penuh.

Guk!

Badan Arneta menggigil ketakutan ketika anjing itu kembali menggonggong. Dengan wajah pucat pasi, Arneta berdiri pelan, berharap bisa menghindar dari tatapan menakutkan hewan tersebut.

Namun, setiap kali dia bergerak, Doberman itu menggonggong semakin keras, membuat tubuh Arneta kembali bergetar. "T-tolong ..." lirihnya, suaranya hampir tidak terdengar.

Gonggongan itu terdengar lagi, kali ini lebih keras dan mendesak. Kaki Arneta terasa lemas, napasnya tersengal karena ketakutan yang meluap-luap. Tidak ada seorang pun di sekitar untuk menolong, dan Arneta merasa terjebak bersama anjing besar yang tidak hanya tampak kuat, tapi juga sangat dominan.

Saat Doberman itu mulai bergerak Arneta langsung berlari sekencang mungkin "Tolong!!!" Teriaknya sekaki lagi. Arneta berlari di bawah derasnya hujan dan dinginya malam. Suara anjing itu terus terdengar membuat Arneta menangis ketakutan.

Arneta merasakan detak jantungnya berpacu, matanya mencari-cari bantuan di sekitar namun tak ada seorangpun yang dia lihat.

Saat dia menoleh ke belakang, Doberman itu sudah sangat dekat, matanya yang merah memancarkan niat buruk. Arneta terpeleset di genangan air, jatuh dengan kerasnya, kedua lutut dan sikunya terasa begitu nyeri. Air hujan bercampur dengan lumpur menodai pakaian dan wajahnya.

Arneta mencoba bangkit, namun lututnya sakit karena terbentur. Doberman yang semakin mendekat itu menunjukkan gigi tajamnya, seolah siap menerkam. Dengan mata tertutup dan bibir rapat, Arneta menyembunyikan kepalanya di antara tangannya, berdoa dalam hati agar terjadi keajaiban yang bisa menyelamatkannya. 'siapapun, kumohon tolong aku,' batinnya dalam keputusasaan.

Derap langkah anjing itu mulai terdengar jelas di telinga Arneta. Badan Arneta tak hanya menggigil karena kedinginan, namun juga ketakutan.

"Mex!!"

Doberman itu langsung berhenti ketika seseorang menyebut nama Max. Arneta menoleh menatap Kenzo yang berdiri jauh di depanya dengan payung yang di gengamnya. Anjing itu berlari kearah tuanya, ia mendekati Kenzo dan duduk di sebelah Kenzo dengan lidahnya yang di keluarkan.

"Kenapa kau berlari di bawah hujan, kau bisa sakit" ucap Kenzo dengan mengelus kepala anjing itu.

Arneta masih terpaku di tempatnya, ia masih menatap kearah Kenzo, namun tak sedikitpun kenzo menatap kearahnya, pandangan Kenzo terus tertuju pada Doberman yang ia beri nama Max.

"Nona anda baik-baik saja?" Seorang pelayan mendekati Arneta dan membantu arneta berdiri. "Anda baik-baik saja?" Tanyanya lgi ketika Arneta hanya diam.

"Aahh ya ..." Arneta mengangguk, namun matanya masih tertuju pada Kenzo yang kini pergi dengan Anjing nya itu. Arneta tersenyum nanar, ia tak percaya jika Kenzo benar-benar membencinya, bahkan ia lebih memperdulikan Anjingnya daripada istrinya. Istri? Kata itu terdengar konyol di telinga Arneta.

Dengan kakinya yang pincang Arneta di bawa oleh pelayan itu, bukan kedalam mansion melainkan kebelakang mansion. Mereka berhenti di depan bangunan kecil di dekat kandang kuda.

Pelayan membukakkan pintu, lalu dengan sedih menatap Arneta, "maafkan saya, namun Tuan Kenzo meminta saya mengantarkan Nona kemari, ini rumah untuk pelayan. Namun sudah lama tidak dipakai"

"Tidak masalah, ini lebih baik daripada aku harus serumah dengan laki-laki itu," balas Arneta.

Pelayan itu menunduk, lalu ia segera pergi dari hadapan Arneta. Arneta masuk kedalam tercium bau debu didalam ruangan itu. Namun tempat itu tak terlalu buruk, dan sepertinya cukup nyaman untuk Arneta.

"Aahh," Arneta mendesah kesakitan saat kedua lututnya kembali terasa nyeri, Arneta menatap kopernya di ujung ruangan. Tanpa berpikir lagi ia langsung membersihkan dirinya yang sudah berantakan dan terlihat menyedihkan.

Sementara itu, pelayan tadi berjalan tergopoh-gopoh keruang tamu dimana Kenzo sedang berdiri di depan jendela kaca dan menatap keluar.

"Tuan saya sudah melakukan sesuai perintah Anda" lapor pelayan itu pada Kenzo yang masih menatap rintik hujan.

Kenzo menoleh ia hanya merespon dengan menatap pelayan itu sekilas, lalu segera pergi naik ke kelantai dua menuju kamarnya.

Sebelumnya, Kenzo dikenal sebagai pria yang hangat dan baik hati. Ia selalu tersenyum kepada pelayan maupun pengawal. Namun, sejak kematian istri pertamanya, ia berubah menjadi sosok yang kejam dan tak berbelas kasih. Kenzo tampak tak pernah tersenyum lagi dan bahkan menghukum orang-orang yang melakukan kesalahan kecil.

~~§§~~

Pagi harinya Arneta bersiap-siap untuk menghadiri acara peragaan busana di pusat kota New York. Arneta adalah seorang designer di London, ia pergi keluar negri untuk mengasah bakatnya, dan terbukti Arneta meraih beberapa penghargaan di London. Dan hari ini ia di undang untuk menghadiri peragaan busana di festival New York.

Tok! Tok! Tok!

Suara pintu di ketuk dengan tak sabar dari luar, Arneta yang sudah rapi bergegas membuka pintu.

Kenzo berdiri di depanya dengan wajah datar dan aura dingin yang menusuk jiwa. Kenzo menatap Arneta dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu ia menyunggingkan senyum remeh "mau kemana kau!" Tanya Kenzo dengan datar.

"Aku ... Aku harus pergi ke acara peragaan busana-," Arneta berusaha menjelaskan, namun suaranya terpotong ketika Kenzo berteriak.

"Apa kau tidak mengerti?!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel