Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Saat ini Amierra hendak berangkat ke kampus, dan seperti biasanya Djavier sudah ada untuk menjemputnya.

"Ayah, apa sekarang Ayah memperkerjakan Paman itu untuk menjadi sopir pribadiku?" tanya Amierra pada sang Ayah yang sedang teh dan membaca korannya.

"Jaga ucapan kamu Amie!" tegasnya

"Bukankah yang aku katakan itu benar adanya. Sudah seminggu ini dia datang menjemputku. Kurang kerjaan sekali," gerutu Amierra membuat sang Ayah menghela nafasnya.

"Bunda, Amie berangkat dulu. Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

Djavier berpamitan kepada kedua orangtua Amierra dan beranjak mengikuti Amierra menuju mobilnya.

Amierra sudah bersidekap tanpa mengatakan apapun, ia fokus dengan iphonenya. "Amierra, seatbeltnya." Ucap Djavier.

Amierra seakan tidak memperdulikan ucapan Djavier membuat Djavier memasangkan seatbelt. "Eh mau ngapain kamu?" pekik Amierra saat Djavier hendak mengambil seatbelt itu. "Dasar Om om mesum, mau nikam aku kan. Mau meluk dan cium cium aku!"

Djavier menghela nafasnya. "Pakai seatbelt kamu," setelah mengatakan itu, Djavier kembali ke posisinya dan memakai seatbeltnya.

Astaga aku sudah salah paham, aku pikir nih Paman mau lecehin aku di dalam mobil. Kan serem, pikirnya seraya memasang seatbeltnya.

"Eh Paman, Ngomong-ngomong kamu tidak ada pekerjaan lain selain mengantar jemputku?" tanya Amierra.

"Memangnya kenapa?"

"Ya untuk memastikan saja kalau kamu bukan seorang pengangguran," ucapnya tanpa malu.

"Saya bukan pengangguran, saya mengajar di pesantren." Djavier menoleh sekilas ke arah Amierra.

"Tapi kan di pesantren itu ikhlas tanpa bayaran. Aku tidak mau makan angin saat nanti kita menikah. Bisa-bisa perutku kembung, orang lain nyangka hamil padahal kenyataannya busung lapar." Djavier terkekeh kecil mendengar penuturan Amierra itu.

"Saya bisa pastikan kamu tidak akan makan angin," ucap Djavier.

"Tapi aku juga tidak mau di kasih makan sama mertua atau orangtua. Aku tidak mau saat sudah menikah masih bergantung pada mereka."

"Hmm,"

"Paman serius gak sih nikahin aku, atau Cuma main-main saja?" pekik Amierra.

"Apa ini berarti kamu sudah menerima pernikahan ini?" Djavier menatap Amierra dengan tatapan intimidasinya membuat Amierra mendadak salting dan gugup.

Sebenarnya ada apa dengannya, kenapa aku langsung gugup dan dag dig dug saat ia menatapku seperti itu. Pikir Amierra.

"Belum,"

"Baiklah, kita tunggu saja sampai kamu menerima pernikahan ini." Ucap Djavier, tidak ingin menikah, tetapi sibuk ngurusin undangan dan acara resepsi. Batin Djavier.

Amierra memang gadis yang lucu dan unik. Batinnya.

"Kenapa senyum senyum, pasti mikir jorok." Ucap Amierra menatap Djavier penuh curiga.

"Tidak, saya hanya teringat sesuatu yang lucu." Jawab Djavier dengan santainya dan masih fokus menyetir mobilnya.

"Saya kerja di bidang keamanan," ucap Djavier membuat Amierra menoleh.

"Apa sebagai Satpam?" pekik Amierra dan Djavier hanya mengedikkan bahunya.

Ya Tuhan Satpam? Ayah kenapa jodohin aku sama ini sih, padahal jelas-jelas pacarku calon Dokter. Batinnya sedikit kesal.

Tak lama mobilpun berhenti di depan kampus Amierra, dan ia langsung menuruni mobil tanpa mengatakan apapun pada Djavier.

***

Amierra baru saja pulang dari kampus, ia bersyukur karena Djavier tidak menjemputnya.

"Amie, kesini sebentar Nak." Panggil sang Ayah membuat Amierra beranjak menuju ke ruang keluarga.

Amierra harus meralat ucapannya tadi, tidak jadi bersyukur karena ternyata pria itu sekarang sedang ada di sini bersama Ayah dan Bundanya.

"Aku cape, mau tidur." Amierra beranjak menuju kamarnya,

"Amierra sebentar Nak, kemarilah dulu." Ayahnya terdengar penekan suaranya membuat Amierra mau tidak mau berjalan mendekati mereka dan duduk di sofa single. "Ini nak Djavier sudah menyiapkan beberapa surat pra nikah. Kamu harus tanda tangan disini, dan besok kalian harus di foto bersama untuk prewedding juga untuk di sertakan pada persyaratan ini. Bukan begitu nak Djavier?"

"Iya Om,"

"Ini nikah kontrak atau apaan sih, kok aku perlu tanda tangan di atas materai?" pekiknya,

"hus kalau ngomong, tidak ada nikah kontrak Sayang," ucap Bunda menegur anaknya yang kelewat ceplas ceplos.

"Itu persyaratan menikah dengan seorang Abdi Negara," ucap Ayah.

"Astaga Cuma sebagai Satpam aja ribet bener gini." Gerutunya,

"Siapa yang Satpam?" tanya Ayah membuat Amierra mengernyitkan dahinya.

"Lah Ayah gak tau kerjaan Paman ini? Kalau begitu kenapa main jodohin aja, Paman ini seorang Satpam Ayah," ucap Amierra menggebu-gebu seakan memiliki alasan untuk membatalkan perjodohan ini.

"Kamu salah paham Nak, coba baca surat itu." Amierrapun membuka berkas itu dan membacanya.

Kapten Inf Djavier Ahmad Baldhawi, S.Sos

Ternyata Paman ini seorang tentara, kenapa kemarin bilangnya Satpam, dasar penipu.

"Sudah bacanya," tanya Ayah,

"Hmm, dimana nih harus tanda tangan." Amierra mengambil pulpennya, Djavier memberitahu harus dimana ia membubuhkan tanda tangannya.

"Sudah, ada lagi yang harus di tanda tangan?"

"Tidak, sudah cukup itu saja. Lusa kita ke Bogor untuk bertemu dengan Mayor Jendral dan beberapa Komandan kompi lainnya. Selain itu juga kamu harus menjalani tes kesehatan dan tes keperawanan di sana."

"Ribet amat mau nikah aja," gerutu Amierra.

"Sudah prosedurenya seperti itu, Amierra." Ucap Djavier.

"Iya kamu ini protes terus," tegur Bunda membuat Amierra mencibir kesal.

"Apa prosesnya akan lama?" tanya Ayah,

"Insa Allah tidak Om, hanya membutuhkan waktu satu minggu saja untuk keluar tesnya. Nanti terakhir kami akan melakukan sidang, setelahnya selesai."

"Hah ribet amat," keluh Amierra,

"Kamu harus siapkan kondisi kamu, Sayang." ucap Bunda.

"Bagaimana kalau aku punya penyakit mematikan?" ucapan Amierra membuat semuanya melongo kaget.

"Apa kamu?" Bundanya sudah berkaca-kaca melihat anaknya.

"Bunda jangan nangis dulu, Amierra sehat walafiat kok. Maksud Amierra kan siapa tau," ucapan Amierra membuat Djavier dan Ayahnya bernafas lega.

"Jaga omongan kamu, Amie. Tidak pantas kamu berbicara seperti itu," tegur sang Ayah.

"Kan siapa tau,"

"Kamu akan sehat sehat saja, Sayang. Bunda yakin," ucap sang Bunda.

Amierrapun akhirnya terdiam membisu, apalagi alasan untuk membatalkan pernikahan ini.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel