Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11

"Kalau sayang, bilang. Menjadi tidak jelas dan susah untuk dimengerti itu urusan perempuan, bukan lelaki."

-Darren's-

***

Luna sampai di rumah Rachel dengan dua orang lelaki di belakangnya. Rachel menatap sahabatnya itu dengan heran, dan yang lebih mencengangkan, ternyata Luna membawa tukang reparasi kunci untuk membuka pintu rumahnya yang dikunci oleh Lena.

Mulut Rachel tidak dapat tertutup, karena heran dengan keajaiban sahabatnya itu. Setelah pintu rumahnya berhasil terbuka, Luna membayar tukang reparasi kunci itu dan lelaki itu segera pergi.

"Chel, ngapain lo di sana?" Luna menatap heran ke arah Rachel yang terdiam di depan jendela, tadi gadis itu menontonnya dari sana.

Rachel menggeleng, gadis itu segera bangkit kemudian menghampiri Luna dan mengajak gadis itu untuk duduk di kursi ruang tamu.

"Chel, lo pasti belum makan," ucap Luna. Gadis itu menaruh dua buah plastik besar di genggamannya ke atas meja.

"Ini juga." Mika yang datang bersama Luna, juga turut menaruh bungkusannya ke atas meja.

Mata Rachel membulat menatap itu semua. Gadis itu mengerjap, kemudian menggeleng. Ia tidak salah lihat kan?

"Lun, ini banyak banget," ujar Rachel.

Ada sebungkus sate ayam, dua puluh tusuk. Satu box Ayam crispy, dua box pizza, tiga mocca float, beberapa cemilan ringan, martabak manis rasa coklat, sampai satu dus susu terlabil di dunia pun ada.

"Kita cuman bertiga, apa bakal habis?" tanya Rachel kemudian. Gadis itu kembali melihat semua makanan yang dibawakan oleh Luna dan Mika.

"Kata siapa ini buat kita bertiga?" Sahut Luna, ia menunjuk semua makanan itu, "ini semua buat lo doang, Chel."

Rachel kaget. "B-buat gue? Sebanyak ini?"

Luna mengangguk. "Ini satu dus susu buat stok kalo lo lagi nggak dikasih makan kayak sekarang, pokoknya semua cemilan ini jangan dimakan sekarang. Ini buat stok." Luna memisahkan cemilan ringan dan susu dari kelompok makanan berat, "nah, ini sate, ayam, pizza, lo makan buruan. Keburu dingin, nggak enak. Cukup sikap Darren ke lo aja yang dingin."

"Ekhem." Mika berdehem, sengaja.

"Kamu mau minum?" Luna menoleh ke arah Mika.

Mika menggeleng. "Enggak."

"Ngapain ehem-ehem gitu? Sengaja?" Luna menaikkan sebelah alisnya. Gadis itu sedang bertengkar dengan Mika, makanya saat ini ia sedang sensitif dengan cowok itu.

"Serek."

"Serek tuh minum."

"Kalian berantem mulu," komentar Rachel memperhatikan keduanya.

"Biar hubungan nggak hambar, Chel. Perlu berantem, romantis, bahagia dan sedih secukupnya," sahut Mika yang tanpa sadar membuat Rachel tersenyum kecut.

Di hubungannya dengan Darren hanya ada kesedihan.

Sadar ada yang berbeda dari raut wajah gadis itu, Luna segera menyikut Mika. Yang diucapkannya barusan tidak sengaja menyinggung Rachel.

"Gue telepon Darren deh, ya? Biar dia ke sini?" celetuk Mika.

"Eh, jangan," cegat Rachel. Membuat Mika menoleh dan menatapnya dengan alis terangkat satu.

"Kenapa? Dia harus tau kondisi ceweknya." Lagi, Rachel tersenyum kecut saat mendengar kata terakhir Mika.

"Gue udah nggak sama Darren lagi. Nggak usah hubungin dia, nggak bakalan peduli juga." Gadis itu mendongak, menarik senyum palsu.

"Hah, putus?" ucap Mika dan Luna kaget.

"Kompak banget," sindir Rachel seraya terkekeh.

"Sumpah, Chel? Putus? Kok lo nggak bilang ke gue?" tanya Luna.

"Gue belom sempet cerita, Lun. Baru tadi pas pulang sekolah," jawab Rachel singkat.

"Darren juga nggak cerita apa-apa," celetuk Mika.

"Gue kan nggak penting buat dia. Jelas, cerita ginian cuman buang waktu menurutnya." Rachel terkekeh, "udah ah, nggak usah ngomongin dia."

Luna dan Mika saling pandang, seperti berbicara lewat telepati. Entah apa yang dibicarakan dua pasangan yang sedang berada di unjung tanduk ini.

"Kalau sayang, bilang. Menjadi tidak jelas dan susah untuk dimengerti itu urusan perempuan, bukan lelaki."

-Darren's-

***

Luna sampai di rumah Rachel dengan dua orang lelaki di belakangnya. Rachel menatap sahabatnya itu dengan heran, dan yang lebih mencengangkan, ternyata Luna membawa tukang reparasi kunci untuk membuka pintu rumahnya yang dikunci oleh Lena.

Mulut Rachel tidak dapat tertutup, karena heran dengan keajaiban sahabatnya itu. Setelah pintu rumahnya berhasil terbuka, Luna membayar tukang reparasi kunci itu dan lelaki itu segera pergi.

"Chel, ngapain lo di sana?" Luna menatap heran ke arah Rachel yang terdiam di depan jendela, tadi gadis itu menontonnya dari sana.

Rachel menggeleng, gadis itu segera bangkit kemudian menghampiri Luna dan mengajak gadis itu untuk duduk di kursi ruang tamu.

"Chel, lo pasti belum makan," ucap Luna. Gadis itu menaruh dua buah plastik besar di genggamannya ke atas meja.

"Ini juga." Mika yang datang bersama Luna, juga turut menaruh bungkusannya ke atas meja.

Mata Rachel membulat menatap itu semua. Gadis itu mengerjap, kemudian menggeleng. Ia tidak salah lihat kan?

"Lun, ini banyak banget," ujar Rachel.

Ada sebungkus sate ayam, dua puluh tusuk. Satu box Ayam crispy, dua box pizza, tiga mocca float, beberapa cemilan ringan, martabak manis rasa coklat, sampai satu dus susu terlabil di dunia pun ada.

"Kita cuman bertiga, apa bakal habis?" tanya Rachel kemudian. Gadis itu kembali melihat semua makanan yang dibawakan oleh Luna dan Mika.

"Kata siapa ini buat kita bertiga?" Sahut Luna, ia menunjuk semua makanan itu, "ini semua buat lo doang, Chel."

Rachel kaget. "B-buat gue? Sebanyak ini?"

Luna mengangguk. "Ini satu dus susu buat stok kalo lo lagi nggak dikasih makan kayak sekarang, pokoknya semua cemilan ini jangan dimakan sekarang. Ini buat stok." Luna memisahkan cemilan ringan dan susu dari kelompok makanan berat, "nah, ini sate, ayam, pizza, lo makan buruan. Keburu dingin, nggak enak. Cukup sikap Darren ke lo aja yang dingin."

"Ekhem." Mika berdehem, sengaja.

"Kamu mau minum?" Luna menoleh ke arah Mika.

Mika menggeleng. "Enggak."

"Ngapain ehem-ehem gitu? Sengaja?" Luna menaikkan sebelah alisnya. Gadis itu sedang bertengkar dengan Mika, makanya saat ini ia sedang sensitif dengan cowok itu.

"Serek."

"Serek tuh minum."

"Kalian berantem mulu," komentar Rachel memperhatikan keduanya.

"Biar hubungan nggak hambar, Chel. Perlu berantem, romantis, bahagia dan sedih secukupnya," sahut Mika yang tanpa sadar membuat Rachel tersenyum kecut.

Di hubungannya dengan Darren hanya ada kesedihan.

Sadar ada yang berbeda dari raut wajah gadis itu, Luna segera menyikut Mika. Yang diucapkannya barusan tidak sengaja menyinggung Rachel.

"Gue telepon Darren deh, ya? Biar dia ke sini?" celetuk Mika.

"Eh, jangan," cegat Rachel. Membuat Mika menoleh dan menatapnya dengan alis terangkat satu.

"Kenapa? Dia harus tau kondisi ceweknya." Lagi, Rachel tersenyum kecut saat mendengar kata terakhir Mika.

"Gue udah nggak sama Darren lagi. Nggak usah hubungin dia, nggak bakalan peduli juga." Gadis itu mendongak, menarik senyum palsu.

"Hah, putus?" ucap Mika dan Luna kaget.

"Kompak banget," sindir Rachel seraya terkekeh.

"Sumpah, Chel? Putus? Kok lo nggak bilang ke gue?" tanya Luna.

"Gue belom sempet cerita, Lun. Baru tadi pas pulang sekolah," jawab Rachel singkat.

"Darren juga nggak cerita apa-apa," celetuk Mika.

"Gue kan nggak penting buat dia. Jelas, cerita ginian cuman buang waktu menurutnya." Rachel terkekeh, "udah ah, nggak usah ngomongin dia."

Luna dan Mika saling pandang, seperti berbicara lewat telepati. Entah apa yang dibicarakan dua pasangan yang sedang berada di unjung tanduk ini.

REVISI 17 MEI 2020

FOLLOW INSTAGRAM KITA YAA❤️❤️

Cantikazhr

Darrenalc

Rachel.annatasia

Mikhaelpradipta_

Lalunageraldine_

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel