Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Siapa Dalta?

Seorang lelaki berambut ikal memandang tajam kearah lelaki lain yang sedang berjalan santai tanpa merasa bersalah. Dengan tangannya yang berada di saku. Ia kemudian menghela. Lelaki ikal itu berdecak,menyimpan tangannya di pinggang.

"Gue bingung, kenapa bisa punya temen kaya lo,"keluhnya.

Memandang sinis sang sahabat yang sudah ia anggap saudaranya. Farka.

Farka menoleh kearah Svarga yang menggerutu tak jelas. Lelaki berkulit putih itu memutar bola matanya, "Gue nggak pernah minta lo jadi temen gue,"ucapnya enteng. Farka kembali berjalan. Sesekali bersiul saat menaiki tangga. Svarga mengikuti,ia menyusul Farka.

Svarga mendecih, "Gue bilang kalo mobil gue mogok jadi gue mau nebeng,tapi lo malah ninggalin gue!"kesalnya. Bagaimana bisa ia bertemu dengan lelaki tak punya hati seperti Farka?ganteng-ganteng tapi ngga punya rasa simpati.

"Gue nggak suka ditumpangin orang, "jawab Farka enteng. Ia terlalu malas meladeni ucapan Svarga. Padahal yang sebenarnya adalah Farka lupa menjemput Svarga.

Membuat Svarga mendecih, "Gue sumpahin lo ditumpang sama demit!"ketusnya. Mereka berdua sampai di kelas dan Svarga masih saja mendumel. Farka menyimpan tas hitam miliknya.

Farka tak menghiraukan Svarga yang terus meracau, cowok yang kini menyugar rambut itu berjalan dengan langkah pelan menuju kearah kantin. Jam masuk masih lama dan ia merasa sedikit lapar.

Langkahnya terhenti begitu mendapati Cilla, gadis beruntung yang Farka anggap sebagai sahabatnya itu kini sedang berbicara dengan Gara. Gara,lelaki yang begitu diidam-idamkan para gadis.

Memang, hubungan keduanya sedang menjadi desas-desus satu sekolah. Farka mendecih,melihat bagaimana Gara memperlakukan Cilla selama ini membuat Farka muak. Ia sebagai seorang lelaki begitu menyayangkan perlakuan Gara pada sahabatnya.

Tak lama, Cilla menampar pipi Gara membuat murid yang berada di kantin mengarahkan pandang kearah mereka berdua. Wajah Cilla memerah,Farka terus memperhatikan dari jauh. Ia sebenarnya ingin mendekat namun Farka tak ingin ikut campur terlalu jauh. Akhirnya Farka memilih membeli roti dan juga air minum.

"BANGSAT!"teriak gadis itu. Semua orang yang berada di kantin terkejut. Cilla menutup wajahnya dengan kedua tangan,terlihat frustasi. Hal itu membuat banyak pasang mata menatap mereka heran.

Kemudian Cilla berlalu, dengan sesegukan.

Membuat Farka mau tak mau mengikutinya,sebelum itu ia membeli air minum untuk Cilla juga.

Cilla berhenti tepat dibelakang sekolah, gadis itu menutup mata,menghembuskan napas berat. Farka memandang gadis itu sendu. Sudah berapa kali Farka melihat Cilla bersedih seperti ini hanya karena Gara.

Gadis sekuat Cilla juga ternyata rapuh hanya karena cinta.

Kakinya melangkah mendekat, tangannya ia simpan diatas kepala Cilla, membuat gadis itu terkejut.

"Farka!"kesalnya. Setelah berhasil melihat siapa si pelaku. Ia lega karena kini ada Farka disampingnya.

Farka terkekeh seraya mengusap pelan pucuk kepala gadis itu, "Lo ngagetin gue aja! Untung nggak gue tonjok!"sewotnya.

Suaranya serak, Farka mengerti gadis itu. Ia menghela napas,mengusap kepala itu sekali lagi. Farka menatap Cilla yang kini terdiam.

"Ada masalah lagi sama cowok lo?"tanya Farka seraya duduk disamping Cilla. Ia memberikan air minum yang dibelinya. Cilla menerimanya,"thanks."

Cilla meminum air itu terlebih dahulu,sebelum menjawab pertanyaan Farka.

Ia bertanya supaya nanti dengan mudah memberikan lelaki itu pelajaran. Sudah berapa kali ia mendapati Cilla menangis karenanya.

"Ada, tapi gue nggak bisa cerita sama lo kali ini,"jawabnya. Memandang botol itu dengan tatapan kosong.

Farka mengernyit, tak biasanya Cilla seperti ini. Namun, Farka mencoba memahami. Mungkin,kali ini Cilla akan menyelesaikan masalahnya sendiri,dan Farka hanya akan memantau.

"Cinta tuh ribet Cil, kenapa lo harus terjun ke dunia itu?"tanya Farka dengan raut kesal,ia membuka bungkus rotinya kemudian melahapnya.

Cilla terkekeh mendengar penuturan Farka. Dia menoleh, memandang wajah Farka yang tegas. Ia beruntung memiliki teman sebaik Farka. Walaupun terkesan cuek,tapi sebenarnya lelaki itu peduli.

"Lo juga kalo udah jadi bucin, gaakan sungkan buat diribetin sama urusan percintaan,"jelas Cilla seraya meraih tangan Farka.

Digenggamnya tangan kekar milik Farka,tatapannya tiba-tiba memudar, "Makasih udah jagain gue selama ini,"tutur Cilla dengan suara bergetar.

Cilla menunduk, genggaman ditangan Farka kian menguat, "Lo baik-baik aja 'kan Cil?"tanyanya kini tak lagi mengunyah roti.

Farka khawatir, Cilla mengangguk, "Gue cewek kuat 'Kan Ka?"tanyanya dengan suara getir,setetes airmata jatuh. Farka mengangguk pasti, "lo Cewek paling kuat yang pernah gue temuin."

Farka tak berbohong, ia tak pernah menemukan gadis sekuat dan semandiri Cilla sampai saat ini. Kehidupan gadis itu... semuanya, jika gadis lain yang mengalami mungkin saja mereka akan memilih untuk mengakhiri hidupnya. Cilla adalah bukti dari tegarnya seorang perempuan.

Cilla bangkit, merentangkan tangannya. Farka menatapnya lamat.

"Boleh peluk gue Ka?"pintanya dengan suara yang semakin sumbang.

Farka tak mengerti, namun beberapa menit kemudian gadis itu mendapatkan apa yang ia pinta. Farka memeluknya, sangat nyaman. Cilla bersyukur memiliki sahabat sebaik Farka. Walaupun ia terkenal dingin namun ia sangat amat pengertian.

"Gue sayang sama lo Farka, gue udah nganggep lo Kakak gue,"ujarnya. Cilla mengelus punggung lebar Farka. Ia tumpahkan semua sedihnya.

Farka tersenyum miris, ia kembali mengelus surai gadis itu. Matanya memejam, "dikehidupan kita selanjutnya... tolong jangan anggap gue kaya gini lagi."

***

Farka menghembuskan napas lega saat kakinya melangkah memasuki rumahnya. Entah kenapa rasanya begitu nyaman saat dirumah sendirian. Tak ada kegaduhan yang membuat telinganya pengang.

Ia terduduk lesu, Farka memilih untuk beristirahat di sofa. Tatapnya kosong memikirkan Cilla yang tak seperti biasanya. Ia menyimpan tas yang dikenakannya. Membuka tali sepatu,kemudian merebahkan diri di sofa.

Cinta itu ribet menurut Farka, dan kenapa Cilla mau-mau saja berpacaran dengan Gara?reputasi Gara yang buruk membuat Farka khawatir.

Sebuah dering ponsel masuk ke indra pendengaran Farka, membuat lelaki itu mengernyit.

"Cilla?"

Dengan segera Farka mengangkat panggilan tersebut. Tak biasanya Cilla menelponnya seperti ini.

"Halo Cil? Lo kenapa?"tanya Farka. Biasanya Cilla akan menelepon jika sedang dalam keadaan genting.

Terdengar suara isakan disana, alis Farka menukik tajam. Perasaannya mendadak tak enak,ada apa ini?

"Cil?"tanyanya lagi karena tak ada jawaban.

"Gue hamil."

Mata Farka membulat, tak pernah ia duga sebelumnya gadis yang begitu ia jaga kehormatannya kini telah kehilangan hal paling berharga untuknya. Waktu seakan berhenti sesaat,Farka mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Cilla tadi.

Hamil?

"H-Hah?" Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Ia begitu tak percaya.

"Gue hamil dan Gara gamau tanggung jawab, dia... Cuma jadiin gue pelampiasan."

Farka tak paham, apa maksud dari ucapan Cilla. Pelampiasan apa?

"Gue nggak ngerti, sekarang posisi lo dimana?"tanya Farka yang sebenarnya mulai panik.

Farka bangkit, bersiap untuk pergi. Tak ia hirau lelah yang sempat menimpanya tadi,sekarang yang terpenting adalah Cilla.

"Jangan cari gue Ka, Gara udah nggak mau liat gue, yang dia mau cuma Dalta."

"Lo nggak boleh kaya gitu, gimanapun Gara harus tanggung jawab!"sentak Farka menahan emosi. Ia berjanji akan menghajar Gara sekarang.

Terdengar kekehan Cilla yang terdengar amat sangat menyakitkan. Farka tak pernah ingin mendengar tawa menyakitkan itu.

"Buat apa? Gue udah nggak diharapin siapapun, gue cuma sampah Ka, gue nelpon lo karena gue mau pamit."

Terdengar isakan kencang yang semakin membuat Farka kebingungan. Tangisan yang tak pernah Farka dengar sebelumnya.

"Pamit kemana? Rumah lo itu disini, lo nggak punya sodara jauh atau temen selain gue sama Svarga,"tanya Farka. Ia takut kehilangan Cilla.

"Ke neraka mungkin?"

"CILLA!"bentak Farka. Ia tak suka mendengarnya.

Napas Farka semakin memburu, terdengar tawa yang menggelegar menjauh dari ponselnya.

"CILLA LO DIMANA SEKARANG?!"tanyanya frustasi.

Airmata Farka perlahan turun, saat tawa itu semakin redup. Ia bergegas keluar dari dalam rumahnya berniat untuk menemui gadis yang sangat begitu ia jaga selama ini.

"Non Cilla tidak ada dirumah Den Farka,"jelas pembantu dirumah gadis itu.

"Apa sebelumnya Cilla bilang sesuatu sama Bibi?"tanya Farka. Bibi mengangguk, "Non Cilla bilang kalo Bibi harus jaga diri Bibi baik-baik,"jawab Bibi.

Farka memundurkan tubuhnya, lalu ia teringat Svarga. Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar menunjukan nama lelaki yang baru saja terlintas di otaknya.

"Ka, gue dapet telpon dari Cilla ngomongnya jadi ngelantur gajelas gitu, gue nanya ada apa dia cuma diem terus bilang kalo dia mau pamit."

Farka mengusap wajahnya, "Lo kesini sekarang, rumah Cilla, bantu gue cari dia,"pinta Farka.

"Oke."

Farka menajamkan matanya, napasnya memburu begitu mengingat wajah Gara dan...

"Dalta? Siapa Dalta?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel