Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DDD 11

Jaga lisanmu karena bisa jadi boomerang untuk dirimu sendiri

Secara keseluruhan tentu saja Tanti senang dengan acara pestanya yang berjalan dengan lancar namun kedekatan Javier dengan Alisya mengganggu benaknya. Tanti beruang kali mengipasi wajahnya dengan kedua tangannya. Mencoba menghalau gambaran kedekatan antara Javier dan Alisya tadi. Tanti pun tak mengerti kenapa hal itu meresahkan dirinya.

Tahu diri Tan. Kamu tuh masih bocah. Begitulah cara Tanti menegur dirinya sendiri.

“Kamu kenapa sih lesu gitu, capek?” tanya Dirga dari balik kemudi.

“Ngantuk Mas.”

“Kira-kira masih ngantuk nggak kalau Mas kasih nomor telepon Javi?”

“Javi siapa?” tanya Tanti yang merasa bingung karena kegiatan melamunnya terganggu.

“Javier tuh adiknya Noah.”

“Hah? Malulah, Tanti masih bocah.”

“Bocah udah bisa bikin bocah juga.”

Perkataan Dirga serta merta mendapatkan tepukan dari Tania di bahunya.

“Yang bener kalau ngomong. Tanti masih harus sekolah nggak boleh nikah muda.”

Dirga hanya menimpali ucapan sang bunda dengan menyengir jahil.

“Jangan didengerin Masmu ini. Bunda mau kamu sekolah yang tinggi. Tanggung jawabmu besar, Nak. Seorang wanita tidak hanya berpendidikan tinggi demi karir dan materi tetapi juga sebagai guru utama untuk membimbing anaknya di rumah, mempersiapkan anaknya untuk menghadapi kerasnya kehidupan dan berbagai persoalan di luar sana. Jangan malu seandainya kamu selesai S3 sekalipun, tapi pada akhirnya kamu hanya di rumah dan mengurus anak serta suami. Ingat pesan Bunda, pernikahan itu tidak ada lagi hanya antara kamu dan aku adanya kita. Kamu harus bisa saling menguatkan dan mencintai dengan pasanganmu. Cinta itu bukan hanya rasa dan emosi tetapi tentang bagaimana memelihara dan bertumbuh sampai keduanya kembali berpulang.”

Tanti dan Dirga hanya mengangguk takzim mendengar petuah dari sang bunda. Untuk sementara bayangan wajah Javier Berto yang tampan tergantikan oleh nasehat sang bunda yang mengalir sepanjang perjalanan mereka kembali pulang.

Sementara itu, Javier memutuskan kembali ke kondominium daripada ke rumah orang tuanya bersama dengan Noah. Ia ingin sendirian untuk saat ini, bertemu dengan dua orang wanita dari masa lalunya yang ia pikir sudah benar-benar berlalu dan tak menimbulkan efek apa-apa pada dirinya kini. Tak urung membuat suasana hatinya yang awalnya gembira menghadiri ulang tahun gadis cantik itu menjadi kesal. Kedua wanita dari masa lalunya itu tidak ada yang berubah sedikitpun. Mereka masih sama-sama egois dan salah satunya kini sedang bersandar pada kusen pintu kondominiumnya.

“Mau apa ke sini?” tanya Javier. Melihat Elina seketika Javier teringat penyesalannya, seharusnya ia tidak pernah berurusan dengan bocah ABG, riweh.

“Kangen mantan, masa nggak boleh?”

“Nggak boleh,” jawab Javier dingin.

“Jangan gitu dong Sayang. Gini-gini aku dah pernah kamu perawani loh.”

“Jangan mimpi kamu! Sejak awal kamu sudah tidak perawan saat saya tiduri. Anwar punya buktinya.”

“Halah ... gitu aja marah. Nyesel ya nggak dapat keperawanan aku? Toh enak bukan bisa kencan sama yang nggak perawan. Kamu nggak perlu khawatir dimintai pertanggungjawaban.”

“Ngaco, sana pulang,” usir Javier seraya bersandar di daun pintu. Menggantikan tempat Elina tadi bersandar.

“Kok jahat banget sih main usir?!”

“Lantas kamu mau apa?”

“Aku mau nginap di sini ya? Semalam aja, bobo sama kamu.”

“Jangan ngimpi kamu! Di antara kita semuanya sudah berakhir.”

“Cih ... sombongnya yang ketemu Alisya. Kamu pikir Alisya mau tidur sama kamu?!” Elina yang tersinggung diperlakukan tidak sopan menjawab pedas penuh hinaan.

“Bukan urusanmu. Jika pun aku harus memilih lebih baik aku tidur dengan dia yang lebih dewasa pemikirannya dari pada dengan kamu.”

Elina mengabaikan jawaban Javier dan lebih memilih untuk kembali bertanya, “Untuk apa kamu datang ke ulang tahun Tanti? Kamu pikir Tanti akan tertarik sama kamu? Jangan dekat-dekat dengan Tanti, dia lebih matre daripada aku. Kamu lihat sendiri bukan dia sangat akrab tadi dengan teman-teman kami yang cowok. Hampir semua dari mereka pernah menyentuh Tanti.”

“Dan kamu pikir aku akan percaya?” timpal Javier seraya menaikkan satu alisnya.

“Harus, karena itu kenyataannya. Kalau nggak percaya lihat saja sosmed Tanti. Tuh, banyak teman cowok yang komentar vulgar di sana? Apakah Tanti menanggapi dengan marah, tidak tentu saja. Dia senang sekali, ya begitu semurahan itu dirinya.” Elina berbalik badan menuju ke arah lift dan berhenti sejenak sebelum melanjutkan, “aku sudah mengingatkan dirimu jangan sampai kamu menyesal. Ya lebih baik juga kamu dengan Alisya daripada dengannya. Aku restui kamu.”

“Kamu tidak memiliki hak untuk melarang aku berhubungan dengan siapapun,” ucap Javier geram.

“Aku hanya mengingatkan, jika kamu nggak mau sama aku. Jangan pula dekati Tanti. Dia juga anak seorang pelakor. Kamu tahukan pelakor bisa jadi dia mengikuti sifat ibunya yang murahan.”

Amarah Javier memuncak mendengar apa yang dituturkan oleh Elina. Namun Elina sendiri tidak sempat menyaksikan amarah Javier karena pintu lift yang sudah menutup rapat.

Javier membanting pintu kondominiumnya begitu melangkahkan kaki ke dalam. Jengkel setengah mati dirasakannya. Gadis muda itu terlalu ikut campur dengan Kehidupannya. Itulah salah satu alasan kenapa Javier memutuskan dahulu. Javier tidak suka wanita yang rewel. Ia suka wanita yang dewasa dan keibuan seperti Alisya walaupun kadang sikapnya suka mengambil kesimpulan secara sepihak seperti tadi. Namun di luar hal itu Alisya secara fisik wanita yang sangat menarik dan pintar memuaskan dirinya di ranjang tentu saja.

Javier merebahkan tubuhnya di sofa kulit berwarna hitam dan menghidupkan alunan musik Jazz dari audio canggih yang menempel pada salah satu dinding ruang tengahnya.

Ponselnya berdering dan ia segera mengangkatnya.

“Hai Sayang, bagaimana jika kita makan siang besok? Kamu ingin aku buatkan apa?”

Salah satu yang ia sukai dari Alisya adalah ia pintar memasak dan merapikan rumah.

“Terserah kamu saja. Sepanjang ingatanku, aku tak pernah menolak hasil masakanmu.”

“Ah ... aku senang sekali dengernya. Aku akan masakan sesuatu yang special buatmu besok. Datanglah ke rumahku ya Ganteng. Siapa tahu kita bisa bernostalgia bersama, aku juga punya wine enak loh.”

Ajakan kencan dari seorang wanita cantik tentu tidak akan ditolak oleh Javier begitu saja. Terlebih jika Javier dihadapkan pada sebuah pilihan memilih antara Elina atau Alisya. Saat dirinya membandingkan kedua wanita itu tetapi entah bagaimana bayangan Tanti yang sedang tersenyum manja terlihat jelas dibenaknya.

Bayangan bagaimana gadis itu tertawa lepas saat berkumpul dengan teman-teman yang notabene seorang pria, tampak sangat luwes dan tidak ada beban. Tanti juga tidak tampak risih duduk terlalu dekat dengan mereka. Bahkan jika Javier tidak salah lihat ada seorang pemuda berkulit sawo matang sempat merengkuh bahu Tanti dan membisikkan sesuatu yang membuat gadis itu tersipu dan menggigit bibir bawahnya. Javier tentu saja tidak suka dengan pemandangan itu, ingin sekali rasanya ia menggantikan tempat untuk melumat bibir yang terpoles lipstik berwarna merah muda itu.

Keesokan harinya. Javier yang sedang dalam perjalanan ke rumah Alisya menyempatkan diri untuk mampir ke sebuah toko bunga potong. Lily Queen nama toko tersebut. Tanpa membuang waktu Javier segera turun dari mobil dan masuk untuk memesan sebuket bunga mawar merah.

“Mbak, saya minta satu buket mawar mewah ya?”

“Kakaknya mau menunggu dulu? Kebetulan mawarnya masih dalam tahap pembersihan dari duri Kak,” ujar salah satu penjaga toko.

“Boleh, tidak apa. Saya tunggu di sini sambil merokok ya.”

“Boleh Mas, silahkan.”

Javier berjalan ke luar dari toko itu dan sedikit ke samping guna merokok. Saat ia hendak menyulut api sayup-sayup terdengar suara yang tidak asing di telinganya.

“Seru Mbak Tanti pesta semalam?”

“Seru pisan euy.”

“Banyak cogan dong Mbak?”

“Banyak banget, dari yang tongpes sampai yang gendut dompetnya.”

Tanti dan dua anak buahnya yang sedang membersihkan bunga mawar dari para duri tak menyadari jika pembicaraan mereka terdengar jelas olah Javier. Terlebih posisi Tanti yang duduk pada bangku kayu rendah serta memunggungi Javier.

“Gimana Mbak udah dapat gebetan belum? Pan sayang banget tuh, banyak eksekutif muda. Mbak Tanti kalau dapat pengusaha seperti bapaknya kan udah nggak pusing buat kerja lagi. Tinggal ongkang-ongkang kaki aja di rumah. Semua udah ada pelayan yang ngurusin. Hai kamu bersihkan di sana. Hai kamu tolong cuci yang bersih ya. Awas gaji kamu saya potong kalau nggak bersih.” Begitu kata salah satu pegawainya seraya mempraktekkan apa yang ia ucapkan.

“Nggak gitu juga keles,” protes Tanti dan juga salah satu pegawainya yang lain secara bersamaan seraya tertawa terbahak-bahak.

“Kamu tuh terlalu banyak nonton sinetron.” Ucapan Tanti terhenti saat pegawainya menyebut nama Javier.

“Kak Javier ini bunganya sudah jadi.”

Javier yang tadi ikut tersenyum mendengar obrolan Tanti dan anak buahnya memalingkan wajahnya berkonsentrasi menerima buket pesanannya dan membayar dengan uang pas. Bersamaan dengan itu Tanti melihat ke arah pria itu. Sayang sekali Tanti tak bisa melihat ke dalam mata pria yang memakai kacamata hitam mahal itu, tak ayal Tanti tersenyum tipis saat menatap buket bunga di tangan Javier. Sudah pasti bunga itu untuk seseorang yang sangat special di hati Javier. Tidak mungkin juga orang setampan dan sesukses Javier masih menjomlo, seperti dirinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel