Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DDD 10

Ada sapa yang hangat, kebersamaan sesaat yang meninggalkan kesan mendalam. Semua karena dirimu yang hadir menyempurnakan hariku

Sembilan tahun yang lalu

“Dek nanti acara ultahmu, Mas boleh undang temen Mas nggak?” tanya Dirga.

“Boleh Mas. Emangnya siapa?”

“Ingat dengan Noah nggak?”

“Oh ... Bang Noah boleh banget kok,” kata Tanti yang sedang memilih jam weker yang akan digunakan untuk souvenir pesta ulang tahunnya yang ketujuh belas.

Dirga menatap adiknya itu keheranan dan ikut melihat katalog itu.

“Kok souvenirnya seperti ini? Jadi seperti souvenir orang nikah aja. Pingin nikah muda ya?” goda Dirga.

“Ih ... Mas Dirga sembarangan. Tahu nggak kenapa Tanti pilih jam sebagai souvenir?”

“Kenapa emangnya.”

“Supaya orang itu ingat dengan waktu yang dihabiskan di dunia ini dan memanfaatkan sebaik mungkin karena apa yang terjadi masa lalu sudah tidak diperbaiki kembali. Sekali hancur hanya akan meninggalkan penyesalan jika kita tidak bertobat dan berusaha hidup sebaik mungkin.”

“Duh, dewasa banget adek, Mas ini,” ujar Dirga seraya mengusap puncak kepalanya dan mengecup keningnya sayang.

“Tapi asli Dek, hiasan di ballroom hotel itu seperti orang akan menikah,” tambah Dirga yang awalnya duduk di sebelah Tanti. Pria itu kemudian bangkit dan meraih jaketnya hendak pergi.

“Jangan lupa sebelum jam tujuh, Mas udah harus ada di sana ya. Tanti mau kita semua kumpul.”

“Siap, Cantik.”

Tanti berdandan sangat cantik dengan gaun berwarna lavender lembut. Terlihat sangat mencocok dengan dekorasi pesta didominasi dengan bunga mawar dan lily putih.

Tanti pasrah saja saat ada beberapa kolega orangtuanya juga hadir dalam pestanya kali ini. Tanti sebagai putri tunggal di keluarga Ekadanta.

Acara berjalan lancar sampai dengan kedatangan sang kakak Dirga bersama dengan temannya Noah yang membawa serta seorang pria yang tampak lebih muda dari sang kakak.

“Dek, sini. Ini Mas kenalkan dengan Noah dan adiknya Javier. Kamu dah kenal dengan Noah bukan? Ini adiknya pemilik hotel ini. Makanya Mas bisa pesankan tempat dalam waktu mendadak.”

Wajah Tanti merona, bukan saja hanya karena ketahuan jika acara ultahnya diadakan secara mendadak namun juga karena kehadiran pria tampan berwajah datar yang sedari tadi tak mengalihkan pandangan darinya. Tanti merasa risih sekaligus berdebar, terlebih saat pria itu berjabat tangan dengannya. Rasa hangat yang menyebar dari telapak tangan besar yang melingkupi dirinya terasa sampai ke hati. Biar dibilang Tanti berlebihan namun nyatanya begitu. Tanti tidak percaya dengan cinta pertama. Mencintai adalah sebuah pilihan dan kita harus berkomitmen dengannya bukan hanya karena keelokan fisik dan materi semata, seperti yang terjadi pada ibu kandungnya sampai beliau menutup mata, hanya setia pada satu pria dan sampai merelakan suami tercintanya untuk dimadu.

Ya, Tanti bukan putri kandung dari Tania Wijaya Ekadanta. Ibu kandung Tanti bernama Erni Arianda adalah istri pertama dari Burhan Ekadanta. Beliau dulu divonis oleh Dokter tidak akan bisa memiliki keturunan, oleh karena itu beliau mendesak sang suami untuk kembali menikah agar di rumah mereka terdengar tangis bayi. Bertahun-tahun hidup bahagia bersama dengan suami dan madunya, pada akhirnya ia harus menghembuskan napas terakhirnya setelah melahirkan putri tunggalnya karena pendarahan hebat. Alhasil sejak lahir Tania yang mengurusi Tanti dan mencurahkan segenap cintanya terlebih pada waktu itu ia juga masih dalam tahap menyapih Dany dan ia meneruskan untuk menyusui Tanti karena ASI-nya yang berlimpah. Bagi Tania tidak ada bedanya anak yang ia kandung dan juga Tanti, kasih sayang yang ia berikan sama.

“Selamat ulang tahun, semoga semua impianmu menjadi nyata dan sehat selalu ya. Saya Javier Berto adik dari Dokter ganteng di sebelah saya ini.”

Tanti tersenyum lega, ternyata wajah datar itu bisa menghibur juga. “Terima kasih sudah datang dan terima kasih juga untuk ucapannya. Saya mengaminkan dalam hati saja.”

Javier sejak masuk ke acara pesta dan bertemu dengan bintang acara hari ini tak sedetikpun bisa mengalihkan pandangannya dari gadis cantik laksana putri kerajaan itu. Sikapnya yang ramah dan bagaimana ia menyambut para tamu serta mendengarkan perkataan lawan bicaranya dengan baik. Senyum terukir penuh di bibirnya tanpa kenal lelah, padahal biasanya pemilik pesta akan tetap berada di tempatnya dan ada asisten lain yang mengurusi para tamu. Bahkan yang Javier tahu sebagai para pengusaha tampak mengenal gadis itu dengan baik. Javier menjadi penasaran dengan gadis itu. Namun kemudian raut tidak suka muncul di wajahnya saat Tanti mengobrol akrab dengan seseorang.

Sepanjang acara Tanti berulang kali menjadi salah tingkah saat tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan Javier. Javier juga bergabung dengan meja Tanti dan mereka makan malam bersama. Tanti terpesona dengan pembawaan pria yang baru ia ketahui sangat irit dalam berbicara itu namun berkali-kali melemparkan senyum tipis ke arahnya. Tampan sekali.

Tanti masih mengawasi keberadaan Javier yang ternyata tidak langsung pergi meninggalkan pesta dan masih berbaur dengan tamu lainnya yang tentu saja para kolega dan rekan bisnis orangtuanya. Tampak perbedaan mencolok, satu sisi terdapat teman-teman sekolah dan teman bermainnya lalu sisi satunya yang diisi oleh para orangtua dan pengusaha. Ada pula beberapa sahabat saudaranya yang hadir. Tepukan di bahu Tanti mengagetan dirinya, ia reflek berpaling dan bertatap muka dengan sahabatnya Elina Widayanti.

“Aku pikir kamu nggak akan datang?” tanya Tanti.

“Mana mungkin aku tidak datang. Lalu melewatkan cuci mata dengan para eksekutif muda. Oh tidak bisa Marimar.”

Tanti mengerutkan dahinya dan menatap sang sahabat yang berkata seolah tak memiliki rasa bersalah. “Bukannya kamu sudah punya kekasih seorang pengusaha?”

“Ck ... aku sudah putus. Dia terlalu sibuk dengan dunianya dan jarang memiliki waktu denganku,” keluh Elina.

Tanti mendengkus. “Itu sudah menjadi resiko. Bagaimana mereka akan sukses jika waktunya lebih banyak dihabiskan untuk kencan. Apalagi kamu selalu menghubungi saat jam kantor.”

Elina menepuk lengan atas Tanti. “Hai kamu itu sahabatku atau dia sih? Harusnya kamu lebih membela aku,” protes Elina.

“Bukan begitu, aku bicara demikian karena aku tiap hari bergaul dengan mereka. Bukan bermaksud sombong juga ya. Kamu tahu kan Mas dan Ayahku pengusaha.”

“Iya ... iya aku tahu. Kamu kan putri manja yang kaya dan berkelas. anak pengusaha papan atas. Beda dengan aku.”

“Tuh kan, salah paham lagi. Bukan begitu juga, kamu tahu aku nggak pernah memilih-milih pertemanan. Semuanya sama di mataku.”

“Ya udah aku makan dulu ya. Oh ya jangan lupa sisihkan untuk ku bungkus bawa pulang. Lumayan untuk makan besok, maklumlah anak kos.”

“Iya, beres itu. Sana makanlah dulu sepuasnya. Jangan kebanyakan sambal, ingat nanti sakit perut.”

Tanti hanya menggeleng seraya mengulum senyum saat melihat sahabatnya sudah menganti bersama dengan tamu lainnya yang mengantri mengambil makanan. Sementara Javier sudah bangkit dari duduknya guna bertanya tentang Tanti dan hubungannya dengan sosok yang bersamanya tadi tetapi tertahan oleh kedatangan seorang wanita bernama Alisya. Salah satu teman kuliahnya dahulu sekaligus seorang pengusaha muda juga.

Tanti menengok ke arah Javier dan kemudian memalingkan wajahnya melihat kedekatan Javier dengan wanita muda itu. Mereka tampak serasi terlebih Alisya Egior merupakan keturunan blasteran sama dengan Javier. Tanti merasa rendah diri seketika pada saat itu juga. Ia juga masih tergolong remaja.

“Kok murung?” tegur Tania.

“Nggak kok Bunda.”

“Anak Bunda nggak boleh sedih, ingat pesta ultah ketujuh belas tidak akan terulang lagi.”

“Tentu Bunda. Beda tahun, angkanya juga beda.”

“Nah itu tahu. Nikmati hidupmu Nak. Apalagi sebentar lagi kamu mau meneruskan sekolah di Jawa, duh Bunda jadi paling cantik di rumah ini. Gimana dong?”

Tanti memeluk sayang Tania, bundanya yang kocak. “Jauhkan cuma berselisih jarak doang Bunda. Hati kita tetap dekat, iya kan?”

“Anak Bunda semakin pintar. Andaikan bukan amanat dari mendiang kakekmu. Tentu saja Bunda inginnya kamu meneruskan sekolah di sini saja. Sedih aku tuh,”

“Cuma sebentar Bunda. Empat tahun doang, Tanti pasti kembali ke sini. Nggak selamanya juga di sana kan?”

Javier dan Alisya melihat ke arah Tanti dan Tania. “Lihat itu Tanteku orangnya terlalu baik. Masih mau dia mengurusi anak madunya.”

“Maksudmu?” tanya Javier.

“Iya, itu Si Tanti bukan anak kandung Tante Tania. Dia anak dari madunya, baik banget bukan diurusin sampai besar begini eh ... tahun depan mau pergi ke Jawa karena dapat warisan dari ibunya. Pasti itu anak akan lupa deh.”

“Jangan berpikir yang tidak-tidak kamu kan tidak tahu kenyataannya seperti apa,” tegur Javier.

“Tentu saja aku tahu. Papaku itu saudara jauh Tante Tania.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel