Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Clarisa Erlangga

Bab 2 Clarisa Erlangga

Saat Rafandra sudah turun dari dalam mobilnya, sembari mengambil tas yang sengaja ia bawa. Tiba tiba langkah kakinya terhenti tepat di samping mobil, kedua bola matanya menatap tepat di depan pintu utama rumah kedua orang tuanya, ia disambut hangat oleh dua sosok yang begitu ia sayangi, papa dan mama nya sudah berdiri mematung disana, menyambut kedatangan sang putra, putra pertama nya dari keluarga Erlangga.

"Dimana? Dimana kakak?" Tiba tiba ucap seorang gadis muda yang baru muncul dari belakang tubuh mama dan papa nya. Dia adalah Clarisa. putri kedua dari keluarga Erlangga, adik dari Rafandra.

"Sayang...sudah dewasa! Jaga sikapnya!" Ucap sang mama saat ia dapati Clarisa tengah mencari cari sang kakak. Saat itu Rafandra paham, bahwa sang adik pasti merindukanya, namun ia malu jika akan pulang, baginya ia sudah gagal menjadi seorang suami, gegabah menikah hanya karena terhanyut oleh suasana, apa lagi wanita cantik. Kala itu kedua mantan istrinya memanglah sangat sangat cantik, memukau banyak mata, namun nyatanya Rafandra harus menelan pil pahit perceraian di usia pernikahan yang hanya seumur jagung. Oleh sebab itu, sang mama beberapa tahun belakangan ini gencar menjodohkanya dengan para gadis putri dari teman-teman mama nya atau putri kolega sang papa.

"Mah...pa...maaf ya...Rafandra baru bisa berkunjung." Ucap halus lelaki dengan usia matang itu.

"Yah...kakak! Lama tak datang, Risa kira bawa calon kakak ipar." Ucap bercanda Clarisa yang lalu berhambur memeluk sang kakak.

"Hemmmz...Nih anak! ayo masuk! Sudah tidak perlu diladeni adik kamu itu." Ucap sang mama yang kemudian mengajak semua keluarganya untuk masuk kedalam rumah.

Papanya hanya diam dan sesekali melempar senyum hangat saat Rafandra menoleh menatap ke arahnya.

"Mau istirahat apa makan siang dulu?" Tanya mama saat Rafandra dan sang papa hanya diam saja tanpa bicara dan hanya sesekali melempar senyum ke arahnya. Ke empatnya berjalan menuju kearah ruang keluarga.

"Canggung! sangat canggung!" Ucap dalam hati Rafandra sembari meletakan tas yang ia bawa di sebelah sofa yang ia duduki.

"Ah...Andra mau istirahat dulu ma...bolehkah?" Ucap Rafandra yang kemudian dibalas dengan anggunkan sang mama, lalu ia pun kemudian pamit kepada kedua orang tuanya tersebut untuk masuk kedalam kamarnya.

Namun langkah kakinya tiba-tiba begitu berat, bukan karena ia menaiki anak tangga dengan membawa tas besar miliknya, namun karena ia tanpa sengaja mendengar mama dan papanya berbicara.

"Pa...Yang ramah lah pada putra kita, dua tahun lamanya mama kehilangan putra mama itu pa...bisakah papa lebih terbuka lagi padanya? mama sangat merindukanya pa..." Ucap mama dengan isakan sedih yang ia sembunyikan selama itu dari Rafandra tentunya.

"Dan kamu Sa...jangan pernah ungkit pernikahan, kakak ipar, maupun calon kakak ipar pada kakak mu. Harusnya kamu tahu bahwa dua kali pernikahan kakakmu, kakakmu lah yang menderita, mengerti kan sayang? kamu kuliah di bagian hukum. Pasti kamu tahu kan perasaan kakakmu bagaimana bahwa istri keduanya menuntut cerai karena ingin memiliki separuh harta kakakmu? jadi jangan ungkit lagi ya nak...kakak hanya punya kita, karena kakakmu tidak ingin kita bersedih, makanya ia memilih menjauh dari kita, dan sekarang dia sudah kembali, biarlah kita yang menumpakan kasih sayang untuknya." Ucap sang mama dengan tulusnya.

"Bukanya mama yang gencar jodohkan kakak sama anak teman teman mama itu ya? itu mungkin yang membuat kakak risih mah..." Ucap Clarisa dengan sanggahanya.

"Anak nakal! mama berlaku demikian agar kakakmu tidak canggung dengan mama sayang...biar kakakmu yang cerewet seperti dulu keluar lagi, mama rindu kakakmu yang cerewet dan suka mengatur itu." Ucap mama yang membuat Rafandra membuka matanya lebar lebar, ia tertawa namun tanpa bersuara, kedua matanya berkaca kaca namun tidak meneteskan air mata.

Rafandra baru sadar selama itu telah melukai perasaan keluarganya dengan cara menjauh dari mereka saat ada masalah, sebenarnya Rafandra pikir itu adalah jalan terbaik untuknya agar bisa menyelesaikan semua masalahnya tanpa campur tangan keluarganya, namun Rafandra salah. Ia salah telak, dengan tingkahnya yang demikian berujung melukai hati semua orang yang Rafandra sayangi.

Perlahan Rafandra sampai di depan pintu kamarnya, kamar yang sudah ia tinggalkan selama dua tahun lamanya tidak ia jamah. Satu tanganya terulur membuka knop pintu di depanya, hingga pintu itu terbuka, nampak tempat tidur yang lumayan lebar disana, dan terlihat rapi tanpa debu, rupanya sang mama setiap hari meminta bibi asisten rumah tangganya untuk membersihkanya secara rutin, terlihat dari kebersihanya yang benar benar terjaga.

Rafandra pun masuk kedalam, menutup kembali pintu kamarnya rapat-rapat, berjalan perlahan menuju sofa yang ada di dekat pembaringanya, meletakkan tas yang ia bawa disana, dan merebahkan tubuhnya secara perlahan lahan di atas ranjangnya.

Wajahnya menengadah menatap ke atas, menatap langit langit kamarnya yang rupanya sudah di cat ulang oleh papa nya, tepatnya orang yang di suruh papanya.

"Cinta! Apa yang aku artikan cinta itu ternyata benar benar tidak ada! Yang ada hanya komitmen. Mereka semua yang menikah karena cinta pasti tidak akan bertahan lama, namun ketika mereka menikah karena komitmen, lambat laun pasti akan menumbuhkan rasa cinta, apa lagi saat mereka memiliki anak.

Pasti mereka akan memikirkan masa depan sang anak hingga mengesampingkan ego nya masing masing. Apa aku harus menyerah dalam kehampaan ini? haruskah aku menyetujui usulan dari mama untuk di jodohkan dengan salah satu putri teman mama?" Ucap dalam hati Rafandra, dan tanpa pikir panjang, akhirnya Rafandra pun bangkit dari tiduranya, terduduk di tepian ranjang, ia sadar sudah melukai perasaan kedua orang tuanya, keluarganya, semuanya. Dan ia pastikan kala itu harus yang berkorban untuk semuanya, soal hatinya ia sudah tidak ambil pusing lagi, ia sudah merasakan dua kali larut dalam cinta yang ia yakini, dalam hubungan yang didasari cinta yang ia tahu, namun nyatanya cinta yang ia maksud bukanlah cinta yang abadi, bukan cinta yang menyatu dengan perasaan saling ingin berbagi dan membahagiakan, namun cinta yang hanya di bibir dan pandangan matanya saja. Akhirnya menghancurkan perasaan yang ia tahu itu Cinta. Kini bagi Rafandra cinta itu tidak ada, yang ada hanya komitmen berumah tangga, memiliki keluarga, saling menjaga satu sama lain, dan memiliki tujuan hidup.

"Persetan dengan cinta, omong kosong!" Ucap umpatan Rafandra yang sudah tidak bisa ia ungkapkan lagi, ia sudah kalah...ia pasrah.

Ia pun memutuskan untuk bangun, tidak lagi ingin beristirahat, namun tiba tiba ia merindukan keluarganya dan keluar dari kamar setelah mencuci wajahnya, hatinya lega saat itu setelah memutuskan semuanya.

"Mama...aku tiba tiba lapar, aku merindukan masakan mama yang pedasnya poll..." Ucap rengekan Rafandra tiba-tiba saat ia baru turun dari lantai atas ruang kamarnya.

"Kamu masih suka pedas sayang? Mama kira kamu jadi orang kota terus lupa masakan mama!" Ucap mama yang mengimbangi sang putra dalam bicaranya, dan sang papa hanya tersenyum senang menyaksikan putranya sepertinya sudah kembali lagi seperti dahulu.

"Yeiii kakak ku kembali!" Teriak bahagia Clarisa sembari berhambur mengikuti ketiga orang di depanya yang tengah berjalan menuju ke meja makan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel