Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Palsu

"Bukankah ada kalian yang mengurus segala kebutuhan saya?!"

"Kami semua di rumah ini selalu ada untuk tuan, tapi apa yang kami lakukan tidak akan sama dengan istri sendiri. Seorang istri bukan hanya mengurus keperluan tuan saja, tetapi juga tempat berbagi cerita dan menemani tuan dalam suka dan duka," tutur Pak Rohid tetap berusaha memberi pengertian pada Jaden.

"Aku tidak percaya dengan wanita selain ibuku," ucap Jaden sinis. "Mereka semua palsu!!"

Pak Rohid menghela napas panjang mendengar apa yang diucapkan Jaden. Jika sudah begitu, apapun yang akan dikatakannya tidak akan didengar. "Sebaiknya tuan istirahat. Jika perlu sesuatu, tuan bisa panggil saya."

Pak Rohid pergi meninggalkan Jaden yang masih berdiri depan jendela.

"Pendamping hidup?" gerutu Jaden. "Shit! Wanita hanya membuat kepalaku pusing saja! Sialan!"

***

"Cantika, banguuun!"

Suara gedoran di daun pintu kamar Cantika tak membuat tidur lelapnya Cantika terganggu. Dengkuran halusnya masih terdengar berirama.

"Cantikaaaa! Bangun!"

Dugh! Dugh! Dugh!

Gedoran tangan dari wanita yang melahirkan Cantika terus saja terjadi berulang-ulang.

"Anak ini kalau dibangunin susah sekali," gerutu Nyonya Wati.

Di dalam kamar, Cantika berusaha untuk bangun dari tempat tidurnya. "Aku sudah bangun!" teriaknya serak.

"Cepat mandi! Nanti kamu kesiangan berangkat ke sekolah!"

"Iya, iya!" jawab Cantika.

Tidak lama kemudian terdengar suara gemericik air dari dalam yang menandakan Cantika sedang mandi. Setelah mendengar suara air, ibunya pergi dari depan pintu kamar.

Beberapa menit kemudian, terdengar langkah suara sepatu masuk ke dapur. "Maaa, sarapan apa hari ini?" tanya Cantika sudah memakai baju seragam sekolah. Rambut panjang yang di ikat ekor kuda dengan poni yang menghiasi wajahnya, menambah cantik penampilan Cantika.

"Nasi goreng," jawab Nyonya Wati singkat.

"Dari wanginya sih enak, tapi entah rasanya seperti apa."

Tok!

Nyonya Wati menjitak kepala Cantika. "Nasi goreng buatan mama selalu enak!"

"Aduh!" Cantika meringis, mengusap kepalanya. "Galak banget!"

"Cepatlah makan, ini sudah siang. Nanti kamu ketinggalan bus!"

"Siap, komandan!"

Tak membutuhkan waktu lama, nasi goreng berikut telur mata sapi yang berada di atas piring telah pindah ke dalam perut Cantika.

Nyonya Wati hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak semata wayangnya itu. "Kamu itu anak gadis, makan seperti itu," tegurnya.

"He-he-he," Cantika malah terkekeh.

"Kucing saja makannya tidak seperti itu," ledek Nyonya Wati.

"Aku bukan kucing, ma."

"Nah, kamu tahu bukan kucing, tapi makannya rakus. Perempuan kok seperti itu," omel Nyonya Wati.

Cantika hanya menjawab omelan ibunya dengan menghela napas. Bisa panjang melebihi jalan tol Cipularang kalau omelan mamanya dijawab.

"Hati-hati kalau naik bus dan lihat kiri kanan kalau menyeberang jalan."

"Iya," jawab Cantika bangun dari duduk. "Aku berangkat sekolah dulu."

Jalan raya sudah ramai oleh orang-orang yang akan mengawali pagi harinya dengan aktifitas. Suara bunyi klakson dari kendaraan ikut meramaikan suasana dijalan raya.

Tidak ada kendala berarti bagi Cantika, sekarang sudah berada di dalam bus yang akan membawanya ke sekolah.

"Berhenti pak!" teriak Cantika.

Bus berhenti tepat di seberang jalan sekolah. Cantika cepat-cepat turun. Sejenak merapikan baju seragamnya lalu dengan langkah ringan membaur bersama teman-teman yang lain melewati pintu gerbang sekolah.

"Selamat pagi Neng Cantika," sapa penjaga sekolah sudah bersiap-siap akan menutup pintu gerbang.

"Pagi Pak Somad," jawab Cantika memberikan senyum manis.

"Neng Cantika jangan terlalu lama senyumnya nanti bapak jadi takut.

Senyum yang menghias bibir Cantika seketika hilang. "Kenapa Pak Somad?"

"Karena senyum Neng Cantika terlalu manis, bapak takut terkena penyakit Diabetes," jawab Pak Somad.

"He-he-he. Pak Somad ada-ada saja."

"He-he-he."

"Saya ke kelas dulu. Sebentar lagi bel masuk," ucap Cantika.

"Iya neng, silahkan. Belajar yang rajin biar pintar."

"Terima kasih, pak," jawab Cantika melanjutkan lagi langkahnya.

Suasana kelas yang ramai sudah menjadi pemandangan biasa. Nampak di dalam kelas, anak-anak duduk menjadi beberapa kelompok. Ada yang sibuk menyontek karena belum mengerjakan tugas di rumah, ada yang sibuk berdandan dan ada juga yang sedang menggosip.

"Kamu sudah mengerjakan tugas?" tanya Cantika begitu duduk di samping Riri.

Riri hampir jatuh dari kursinya karena sedang fokus bermain game. "Aduh ,,,"

"Pagi-pagi sudah main game, rusak mata kau!"

"Aku lebih baik main game dari pada gabung sama mereka, para tukang gosip," tunjuk Riri dengan bibirnya yang diarahkan ke kumpulan cewek-cewek yang ada di kursi tengah.

Cantika melihat ke arah teman-temannya yang sedang bergosip. "Tugas rumah sudah kamu kerjakan?"

"Sudah. Aku mengerjakan tugas tadi malam," Riri menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "Yah, yaaah ,,, game over! Kamu sih mengganggu konsentrasiku saja!"

"Kenapa aku yang disalahin?"

"Dari tadi kamu ngomong terus!" omel Riri.

"Kamu saja yang bodoh! Main begitu saja tidak bisa," ledek Cantika.

Tidak berapa lama kemudian, suara bel tanda masuk berbunyi. Anak-anak satu per satu kembali ke kursinya masing-masing.

Sementara itu, nun jauh dari tempat Cantika menimba ilmu. Ditempat lain dalam mansion yang sangat mewah, Jaden masih tertidur pulas di atas tempat tidur mewahnya.

"Tuan ,,, Tuan Jaden," panggil Pak Rohid dari luar pintu kamar Jaden. "Apa tuan sudah bangun?"

Jaden menggeliat. Perlahan membuka matanya yang sangat sulit sekali untuk dibuka. "Jam berapa ini?" gumamnya serak ciri khas orang bangun tidur.

"Tuan ,,," panggilan kembali terdengar dari luar pintu.

"Masuk!"

Pak Rohid masuk dengan sangat hati-hati. Cahaya temaram lampu kamar dan suhu dingin menyambutnya begitu kakinya menginjak lantai kamar.

"Jam berapa ini?" tanya Jaden serak.

"Ini sudah siang, tuan," jawab Pak Rohid membuka gorden yang menutupi jendela kamar. "Tuan ada meeting penting hari ini. Pagi tadi, Nona Ika memberi tahu ada meeting jam sepuluh pagi ini."

Jaden turun dari tempat tidur. Dengan langkah gontai pergi ke kamar mandi. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Jaden dalam mempersiapkan dirinya berangkat ke kantor. Dengan setelan jas rapi dan tangan kanan yang membawa laptop, Jaden ke luar dari kamarnya.

"Pak Rohid!"

Suara panggilan Jaden mengisi setiap udara di dalam mansion.

"Saya di sini tuan!"

"Siapkan sarapan di taman!" pinta Jaden.

"Baik, tuan!"

"Mana koran hari ini?" tanya Jaden.

Pak Rohid mengambil koran yang ada di atas meja, tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Ini korannya, tuan."

Jaden pergi membawa koran menuju taman. Udara segar bercampur semerbak wangi dari bunga yang bermekaran semakin menambah udara segar di sekitar taman.

Bau khas rumput berembun bercampur bau wangi dari bunga-bunga yang bermekaran menambah segar udara di sekeliling taman. Segar sekali udara di sini," ucapnya pelan.

Tidak lama kemudian datang para pelayan mempersiapkan segala sesuatu untuk sarapan majikannya. Berbagai menu masakan dihidangkan di atas meja.

"Pak Rohid!" panggil Jaden.

"Iya, tuan."

"Hari ini banyak pekerjaan di kantor. Sepertinya saya akan pulang larut malam," ucap Jaden sambil menikmati sarapan paginya. "Jaga rumah baik-baik."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel