6. Bertemu Kembali
"Jangan khawatir, saya akan menjaga mansion ini dengan segenap jiwa raga."
Setelah itu Jaden pergi, tak berapa lama kemudian terdengar suara mobil meninggalkan mansion. Jaden jarang memakai sopir karena lebih nyaman membawa mobilnya sendiri.
Seperti biasa, jalan raya ibukota selalu diwarnai dengan kemacetan yang hakiki. Orang-orang berlomba ingin segera sampai ke tempat tujuan.
"Kapan sampai ke kantornya kalau terjebak macet begini?!" keluh Jaden.
Menunggu beberapa saat, tapi macet tidak terurai juga, Jaden memutuskan putar arah mencari jalan alternatif.
"Melewati jalan perkampungan memang lebih banyak memakan waktu, tapi itu lebih cepat daripada terjebak di tengah-tengah kemacetan yang entah kapan mobilku bisa berjalan."
........
"Cantikaaaa."
Suara cempreng memanggil namanya, menghentikan langkah Cantika.
"Kamu mau kemana?" tanya Riri.
"Mau ke toko buku. Pulpen ku habis," jawab Cantika. "Kenapa?"
"Kirain mau ke warung. Aku mau titip camilan."
"Setelah dari toko buku, kita mampir ke warung. Bagaimana?"
"Malas mau jalan. Tadinya mau titip saja."
Cantika mendengus. "Huh, dasar pemalas."
"Ya sudah kalau tidak mau!" Riri pergi begitu saja meninggalkan Cantika.
"Enak saja mau titip. Jalan sendiri kalau mau jajan," omel Cantika melanjutkan lagi langkahnya.
Tiba di depan toko buku, Cantika hanya bisa berdiri menatap toko buku yang ternyata tutup.
"Yaelah, pake acara tutup segala!" gumamnya kesal.
Melihat kiri kanan, Cantika teringat masih ada toko buku satunya lagi, tapi tempatnya diseberang jalan. Bergegas Cantika melangkahkan kakinya ke toko tersebut.
Jalan raya sangat padat dengan kendaraan membuat Cantika ragu mau menyeberang.
"Ya ampun, ramai sekali. Aku jadi takut," gumam Cantika. "Bagaimana ini?"
Sesaat hanya berdiri di tepi jalan, Cantika akhirnya memutuskan menyeberang. Langkah kaki kecilnya sangat hati-hati dalam melangkah. Begitu juga dengan tangannya sibuk memberi tanda meminta kendaraan agar memperlambat lajunya.
Tapi tiba-tiba ,,, tiiiiidhhh!
Klakson panjang dari arah samping kiri membuat Cantika kaget.
"Aaaaa!"
Cantika menjerit histeris, mobil sport meluncur kencang ke arah tubuhnya.
Beberapa detik, Cantika seakan jantungnya berhenti berdetak. Refleks, secara refleks kedua bola matanya tertutup rapat, tidak kuasa melihat apa yang akan terjadi pada dirinya.
"Mati, apa aku akan mati?" pertanyaan ketakutan langsung memenuhi isi kepalanya.
"Astaga!" Jaden, sang pemilik mobil sport langsung menginjak rem.
Orang-orang yang melihat kejadian tersebut dibuat terperangah kaget ketika melihat bagian depan dari mobil berhenti tepat di depan lutut Cantika hanya berjarak beberapa senti saja.
Jaden beberapa detik terkesiap, berharap mobilnya tidak menabrak orang yang berada di tengah jalan.
Sementara Cantika masih menutup mata. "Apa aku sudah mati?" tanyanya dalam hati.
"Brengsek!" umpat Jaden tersadar, emosi langsung menguasai dirinya. Jaden segera keluar dari dalam mobil.
Cantika membuka mata.
"Are you crazy?!" bentak Jaden marah.
Cantika melihat Jaden. Alam bawah sadarnya belum terkumpul sempurna.
"Dasar gila! Kau ingin mati, hah?!" sergah Jaden. Napas Jaden naik turun tak beraturan. Mata elangnya sangat tajam menatap Cantika. Kemarahan sangat jelas di wajahnya.
"A,,,apa aku sudah mati?" tanya Cantika pelan.
Jaden mengernyitkan kening. Dilihatnya Cantika dari atas sampai bawah.
"A,,,aku ,,," Cantika melihat tubuhnya sendiri.
"Kau masih hidup!" sergah Jaden. "Tapi kalau kau ingin mati, tabrakan dirimu pada kereta api, jangan pada mobilku! Dasar cewek gila!"
"Hah ,,," Cantika melihat pada Jaden. "Apa kau bilang?"
"Kau gilaaa!"
"Kau yang gila!" Cantika balik marah. "Kau pikir, ini jalan raya punya nenek moyangmu!!"
"Sudah jelas kamu yang salah!! Menyeberang jalan tanpa melihat kiri dan kanan! Kau pikir diri kau ini punya nyawa berapa, hah?!"
"Kau yang salah!!"
"Kau!!!" bentak Jaden.
"Kau!!!"
"Kau yang salah! Perempuan gila!"
"Kau yang gila!" Cantika sewot.
"Bagaimana kalau mobilku rusak?! Apa kau sanggup menggantinya?!"
Keduanya tidak sadar, pertengkarannya sudah menjadi tontonan orang-orang sekitar.
"Mobil rusak tidak ada harganya dibandingkan dengan badanku yang hampir kau tabrak!! Apa kau sanggup mengganti nyawaku?!!" cercar Cantika naik pitam sampai menunjuk wajah Jaden.
"Kalau tuan ini tidak bisa menggantinya, kalian menikah saja," celetuk suara pria dari arah belakang.
Mendengar ada orang yang ikut bicara, mereka baru tersadar sudah menjadi tontonan banyak orang. Jari telunjuk Cantika yang masih menunjuk ke arah wajah Jaden, perlahan turun dan langsung melihat ke sekeliling.
"Kalian berdua sama-sama salah malah saling menyalahi. Lebih baik saling minta maaf," sambung yang lain.
"Iya! Bikin ricuh saja!" celetuk yang lain lagi.
"Bubar! Bubar!"
"Iya, bubar! Bubaaar! Jalan jadi macet gara-gara kalian berdua."
Sahut menyahut dari orang-orang yang berkerumun membuat Cantika dan Jaden hanya diam.
Tiidh! Tiiidh! Tiiidh!
Klakson panjang dari belakang mobil Jaden membubarkan kerumunan.
Jaden menatap galak pada Cantika. "Gara-gara kau, saya jadi tontonan orang-orang!"
"Memangnya hanya kau saja yang jadi tontonan orang-orang?!" Cantika balas membentak. "Semua ini gara-gara kau! Aku jadi malu dilihat orang banyak!"
Kedua tangan Jaden terkepal di kedua sisi tubuhnya. "Dasar bocah ingusan! Kau pikir, hanya kau saja yang malu?!!" bentaknya tak kalah sewot lalu tatapannya beralih pada nama yang tertera di dada kaban baju seragam. "Bocah ini namanya Cantika. Awas kau!" bisiknya dalam hati.
Tiiidh!
Suara klakson panjang, menghentikan pertengkaran Jaden dan Cantika.
"Shit!" umpat Jaden kemudian berlalu pergi masuk ke dalam mobilnya.
Tiiiidh!
Jaden membunyikan klaksonnya panjang. "Minggiiir!" teriaknya kencang.
Cantika yang masih berdiri depan mobil Jaden hanya bisa menahan marah. Dengan berat hati, Cantika mengikuti kemauan Jaden.
"Cewek gila!" umpat Jaden, melajukan mobilnya lagi membaur bersama kendaraan lain.
"Awas kamu!" ancam Cantika kesal. "Lihat saja, apa yang akan ku lakukan kalau aku melihat mu lagi!"
Tujuan Cantika membeli pulpen pupus sudah. Jam istirahat telah habis, terpaksa Cantika harus kembali lagi ke kelas tanpa membeli pulpen baru.
"Kamu kenapa?" tanya Riri begitu melihat Cantika duduk di sampingnya.
Cantika diam. Bibir mungilnya cemberut. Wajahnya terlihat sangat kesal.
"Kamu habis ketemu setan?" canda Riri menggoda sahabatnya.
"Iya!" jawab Cantika tegas.
"Hah, serius?!"
Cantika mengangguk. "Iya! Setan yang sangat menyebalkan!"
"Setahuku, setan itu menakutkan, bukan menyebalkan! Setan apa yang kamu temui sampai setannya begitu menyebalkan."
"Bagiku, setan itu sangat menyebalkan!" Terbayang wajah Jaden dipelupuk mata Cantika.
Riri tersenyum penuh misteri. "Setannya berwujud pria atau wanita?"
"Setan pria!"
"Tampan tidak setannya?!" Riri semakin semangat menggoda Cantika.
Cantika terdiam. Mau dibilang jejek, tapi Jaden sangat tampan.
Riri menyenggol lengan Cantika. "Kok, tidak dijawab?"
"Lebih tampan kekasihku," jawab Cantika.
