Bab 7 Kegelisahan Coraline
Martha menatap Coral yang berdiri di depannya dengan cemas.
"Apa kau baik-baik saja, Coral?" tanyanya lembut, melihat wajah adik iparnya yang pucat.
Coraline hanya mengangguk pelan, tanpa menatap Martha. Saat ini mereka hanya bisa terhubung melalui panggilan video. Jika bukan karena sang paman yang mengusahakan, Coral tak akan bisa melihat Martha.
"Ada apa? Kau terlihat pucat sekali. Kau sakit?" desak Martha, semakin khawatir melihat betapa kurusnya Coraline sekarang.
Coral menggeleng, memaksakan senyuman tipis. "Aku tidak sakit, Martha. Hanya lelah," jawabnya, suaranya terdengar datar, berusaha menutupi kegelisahan yang sebenarnya dia rasakan.
Martha memperhatikan Coraline dengan teliti, tak yakin dengan jawaban itu. "Kalau kau sakit, jangan ragu hubungi aku, ya," ujarnya, suaranya dipenuhi perhatian.
Coraline hanya mengangguk lagi, menatap lantai. Dalam upayanya mengalihkan pembicaraan, Coral tiba-tiba mengangkat wajahnya.
"Di mana James? Aku tak melihatnya sejak tadi."
Pertanyaan itu membuat Martha terdiam. Wajahnya berubah muram, dan dia tampak berjuang untuk tetap tenang. Coral merasakan sesuatu yang tak beres, hatinya mulai gelisah.
"Martha?" tanyanya lagi, suaranya kini lebih mendesak. "James baik-baik saja, bukan?"
Air mata mulai mengalir di pipi Martha, meski dia berusaha menahannya. Dia tak bisa lagi menutupi rasa sedihnya selama ini.
"James... terlibat masalah," ucapnya lirih dengan suara bergetar.
Coral memandangnya tak percaya. "Apa maksudmu, Martha? Jelaskan padaku."
Martha menarik napas panjang, seakan mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab. "James ditangkap karena dugaan penggelapan uang di perusahaannya," isaknya, mencoba untuk tak menangis.
"Aku tak percaya dia melakukan itu. Pasti ada yang menjebaknya."
Kata-kata Martha menggantung di udara, membuat Coral terdiam. Rasa terkejut dan tak percaya menyelimuti dirinya. James, kakaknya, pria yang selalu dia hormati, kini terlibat dalam sesuatu yang tak terbayangkan.
"Aku akan mencoba mencari tahu lebih lanjut. Mungkin Paman Kent bisa membantu," ujar Coral akhirnya, suaranya penuh tekad meski hatinya bergejolak.
Martha menatap Coral dengan mata yang penuh rasa syukur. Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan pembicaraan, seorang penjaga wanita muncul, memanggil Coral untuk kembali ke sel. Waktu kunjungan sudah habis. Coral hanya bisa menatap Martha dengan berat hati, tidak dapat memeluknya. Hanya tatapan dalam yang mereka tukar sebelum Martha perlahan keluar dari ruangan, meninggalkan Coral yang termenung sendirian.
****
Samuel dan kekasih barunya menjadi topik pembicaraan hangat di media. Dia sengaja mendekati anak calon perdana menteri untuk bisa menjadi lebih berkuasa dan terkenal.
Semua media menyangka jika Betrice adalah kekasih yang selama ini Samuel sembunyikan. Hubungannya dengan Coraline tak pernah terendus oleh media karena Coraline tak mau diketahui dan itu merupakan keuntungan bagi Samuel.
"Ini foto siapa, Sam?" tanya Betrice melempar selembar foto di ranjang.
"Hanya teman di masa lalu," jawab Samuel santai sembari meremas foto tersebut.
"Kekasihmu?" tanya Betrice lagi seraya mengganti pakaiannya di depan Samuel.
"Bukan," sangkal Samuel sambil bangkit dari ranjang lalu menghampiri Betrice yang kesusahan memasang kancing belakang pakaiannya.
"Jika bukan kekasih lalu siapa? Bukannya kau menyimpan fotonya?" Ada nada cemburu saat Betrice bertanya.
"Kau cemburu, Sayang?" Samuel mengangkat sedikit bibirnya, tersenyum misterius lalu dia mencium pundak Betrice.
"Sam, sudah jangan lakukan lagi. Semalam kita sudah melakukannya," ucap Betrice mendesah saat Samuel melancarkan aksinya.
"Tapi kau yang membangunkanku kembali, Bet," sahut Samuel di telinga Betrice.
"Argh .... Sam! Kau ini----"
Samuel benar-benar bisa membuat Betrice jatuh ke pelukannya dalam sekejab. Daya tarik Samuel menjadikan Betrice budak cinta dan cemburu.
"Berjanjilah selama kau bersamaku. Jangan mengingat semua kekasihmu, kau hanya milikku, Sam."
"Lupakan mereka. Aku akan memberimu apa yang kau inginkan," ucap Betrice dengan suara yang mendesah.
"Kau selamanya di hatiku, Sayang," sahut Samuel seraya menggendong Betrice kembali ke ranjang.
Bersama dengan Coraline, Samuel menikmati indahnya duniawi dengan gadis-gadis di klub. Coraline terlalu bodoh baginya. Samuel tak pernah menyukai Coraline. Dia hanya terpaksa memacarinya.
****
[ Beberapa tahun sebelumnya.]
Coral duduk di tepi lapangan basket, matanya tertuju pada dua pria yang sedang bermain di sana. Jantungnya berdegup lebih cepat saat dia melihat Samuel, pria yang diam-diam telah mencuri hatinya.
"Hayo, kamu sedang memperhatikan siapa?" suara Josephine mengejutkannya dari belakang. Tepukan keras temannya itu mengenai bahunya, membuat Coral nyaris melompat.
"Eh, tidak lihat siapa-siapa," Coral berdusta, mencoba mengalihkan pandangan dari lapangan. Tapi Josephine sudah menangkap tatapannya sejak tadi.
"Jangan bohong, Coral," goda Josephine sambil menyipitkan mata. "Kau menyukai salah satu dari mereka, kan?"
Coral menghela napas, menyadari usahanya untuk berbohong sia-sia. "Aku tidak sedang pacaran. Lagipula James melarangku sebelum aku lulus kuliah."
Josephine mengerling. "Ah, James dan aturannya. Tapi lihat itu, mereka datang ke sini!"
Wajah Coral langsung memerah saat Samuel dan Leandro mendekat, berjalan santai ke arah mereka. Samuel tersenyum ke arahnya, membuat Coral merasa panas di pipi.
"Wajahmu merah, Coral," canda Josephine dengan tawa geli.
Samuel duduk di samping Coral, menatapnya dengan lembut. "Kau sudah cantik tanpa riasan, Coral," ucapnya.
Coral tidak tahu harus berkata apa. Samuel benar-benar membuatnya kehilangan kata-kata. Mereka terus berbincang, tetapi Coral lebih banyak diam, menunduk, mencoba menyembunyikan rasa malunya.
Ketika akhirnya Samuel berbisik pelan, "Aku menyukaimu," Coral bisa merasakan genggaman jemarinya yang erat. Seolah Samuel ingin meyakinkannya bahwa ucapannya tulus.
"Aku akan menunggumu sampai kau siap, Coral," lanjut Samuel sebelum pergi, meninggalkan Coral yang masih terdiam dengan debaran jantung yang tak terkendali.
***
"Pasangan yang romantis mereka."
"Lelaki yang sempurna. Kaya dan tampan."
Coraline menatap nanar pemberitaan di televisi mengenai Samuel dan anak perdana menteri yang akan bertunangan. Di sel-nya para tahanan disediakan oleh pihak penjara untuk hiburan.
Tak ada tangisan bagi Coraline, dia hanya bisa menutupi kesedihannya dengan diam. Coraline tersenyum masam saat media menyatakan jika Samuel bertemu waktu di masa sekolah.
Mengingatkannya pada kenyataan jika dulu Samuel pun melakukan hal yang sama saat melamarnya. Bodoh sekali, itulah yang dikatakan pada dirinya.
"Aku mau menjadi kekasihnya. Dia pasti pria yang baik dan sayang pada kekasihnya," ujar teman sel Coraline yang sedang asyik melihat berita.
"Ada denganmu? Kenapa kau mendecih begitu?" Wanita bertubuh gempal mendengar Coraline mendecih.
"Aku tidak melakukan apapun," kata Coraline mundur ke belakang. Dia tak mau mencari masalah dengan wanita satu ini.
"Kau tak sepadan dengan wanita itu? Kau itu tahanan yang akan dihukum seumur hidup. Jangan berkhayal menjadi wanita-nya Tuan Samuel," ujar salah satu tahanan lalu mereka tertawa serempak.
"Maklum dia sudah agak---" Wanita bertubuh gemuk itu mengangkat jarinya ke dahi dengan tanda miring.
Coraline tak menanggapi. Biarlah mereka berkata apapun asal jangan menganggunya. Itu sudah cukup baginya. Selagi teman-teman selnya melanjutkan tontonan, sipir penjara membuka pintu jeruji dan memandangi mereka satu-satu.
"Ada apa?" Hanya wanita bertubuh gemuk itu yang berani bertanya dengan nada kasar.
"3188, ada yang bertemu denganmu," ucap sipir tersebut, tatapannya menyiratkan sesuatu.
"Siapa, Bu?" tanya Coraline.
"Kekasih khayalanmu," timpal teman selnya lalu tertawa lagi.
"Diamlah! Jangan ikut menjawab saat kami bertanya pada salah satu teman kalian!"
Coraline dituntun dua penjaga sipir. Dia berjalan dengan perasaan tak nyaman seperti ada sesuatu di hatinya. Semalam dia bermimpi bertemu ayah ibunya. Pertanda apakah yang dirasakannya?
