Bab 2 Tragedi Di Dini Hari
Polisi segera mengepung kondominium Coral menginap. Para polisi langsung mencari sesuatu di ruangan dan di kamar. Coral begitu terkejut saat polisi menanyai benda yang ada di kamarnya. Coral tidak tahu menahu apa yang dikatakan polisi. Dia terlihat bingung dan seperti orang linglung.
"Apa benar anda Nona Hermingway. Coraline Lavender Ann?" Polisi yang berpangkat dan fasih bahasa inggris menanyai Coral yang masih terlihat bingung.
"Kami mendapat surat perintah untuk menggeledah tempat kediaman anda, Nona." Polisi itu memberitahu Coral atas kedatangan para polisi.
"Dan kami juga akan mengambil sampel darah anda apakah anda seorang pengguna atau tidak," lanjut sang polisi memberi instruksi kepada kawannya.
"Nona, maaf kami akan mengambil sampel darah anda sekarang," Seorang dokter dengan cekatan mengambil sampel darah.
Coral terdiam saat sang dokter mengambil beberapa tetes darah dari lengannya. Dia masih terlihat syok.
"Nona, anda mendengarkan saya?" Polisi yang bernama Michael Wang sekali menatap Coral penuh curiga.
"Eh ..., bibir Coral terasa kelu. Iya saya Coraline. Kalau boleh tahu ada apa?" ujar Coral gagap.
"Anda masih belum tahu apa yang terjadi, Nona?"
Coral mengangguk tidak dapat memahami yang serba mendadak dan dia tidak bisa berbuat apapun.
"Nona, apa anda tahu benda ini?" Polisi Wang menunjukkan botol kecil yang cair berwarna biru yang ditemukan tergeletak di atas lantai kamar tidur Coral.
"Saya tidak tahu apapun mengenai benda itu, Pak?" Akhirnya Coral dapat mengembalikan pikirannya yang terlihat bingung tadi.
"Nona, apa anda sedang berpura-pura atau anda memang tidak tahu apapun?" Bripda Wang menghela nafas panjang.
"Saya memang tidak tahu apapun, Pak?" Coral melihat benda itu. Botol yang dibeli Sam kemarin malam. Dia tak tahu apapun tentang benda itu.
"Sudah jangan berpura-pura lagi, Nona. Anda tak bisa membohongi kami!" Bentak polisi satunya dengan menghentakkan meja.
Coral terkejut mendengar bentakan itu.
"Kita bisa membuktikan dengan sampel darahnya, Pak Tan." Polisi Wang beranjak dari tempat duduknya tadi dan segera menghampiri kawannya yang menganalisa darah Coral.
"Bagaimana hasilnya Dokter Ling?" tanya Polisi Wang antusias.
"Hasilnya positif, Pak. Meski hanya sedikit kadar yang ada di dalam tubuhnya," jawab Dokter Ling.
Polisi Wang menghampiri Coral yang duduk di sofa dengan wajah tertunduk.
"Maaf Nona Coral anda kami tahan telah membawa narkotika jenis baru di negara ini," ungkap Polisi Wang dengan memborgol tangan Coral.
Coral menangis karena dia tak tahu apapun, yang dia tahu hanya benda itu milik Sam. Benda berbentuk botol itu hanya sebuah obat kesehatan menurut Coral.
"Anda berhak didampingi pengacara, Nona." Polisi Tan berkata sambil membawa Coral keluar dari kamar.
"Tapi aku sungguh tidak tahu apapun, Pak. Itu milik Sam, tunanganku!" jerit Coral penuh emosi.
"Maaf Nona. Tidak ada yang namanya Sam bersama anda saat ini." Pernyataan itu mengejutkan Coral.
"Aku dan Sam bersama-sama ke sini. Tak mungkin dia meninggalkan aku." Coral memohon kepada para polisi itu agar mencari keberadaan Sam.
"Nona, sudah lama kami mengincar anda. Ada informan rahasia mengatakan bahwa anda sedang melakukan transaksi narkotika di kamar ini. " Polisi Wang menjelaskan panjang.
"Maaf Nona, kami harap ada kerjasama antara anda dan kami di kantor nanti." Akhirnya Coral diseret paksa untuk masuk ke mobil. Coral yakin ada kesalahpahaman atas masalah ini.
( Flashback beberapa jam yang lalu )
"Dengan Poliis Ling. Ada yang bisa kami bantu?" Sang Polisu bernama Ling menjawab di telepon.
Sang informan memberi tahu akan ada transaksi narkotika di sebuah kondominium mewah di jalan Mansion Street 231, Chinese Town.
Polisu Ling memberi tahu kepada atasannya untuk memberinya surat perintah penggeledahan dan penangkapan atas transaksi narkotika yang akan dilakukan.
Flashback end.
*****
"Kau sungguh kejam, Sam. Bagaimana bisa kau mencelakai orang yang kau cintai?" Jose sang sahabat geram melihat Samuel hanya diam saja.
"Mencintainya? Samuel tertawa mendengarnya. Jose, aku tak pernah sekalipun mencintainya. Aku hanya memanfaatkannya untuk menghasilkan uang ini. " Samuel terlihat bahagia dengan tumpukan uang itu.
"Untuk apa kau membawanya ke sini jika kau hanya ingin memanfaatkannya?"
"Kau juga tahu, bukan? Jika transaksi ini hanya bisa dilakukan di negara ini."
"Tapi kenapa kau menyisakan barang haram itu di kamarnya?"
"Karena itu memang rencanaku sejak dulu, Jose."
"Demi Tuhan, Sam! Kau tahu kan hukuman di negara ini jika membawa barang itu?"
"Ya ... aku tahu. Karena itulah aku ingin dia mati," kata Samuel sambil menggoyangkan gelas whisky di tangan kanannya.
"Kau punya dendam apa dengan keluarganya, Sam?"
"Dendam? Wah banyak sekali, Jose. Aku tak akan mati sebelum kuhancurkan semua keluarganya, " ucap Sam dengan keji. Di tangan Sam ada selaras pistol yang siap menembak ke sasarannya.
"Seperti itulah mereka akan kuhancurkan?" sorot mata Sam keji lalu terdengar letusan yang menghancurkan beberapa gelas di ujung.
"Kuharap Tuhan memaafkan kelakuanmu, Sam." Jose hendak berdiri saat dia melihat Sam menodongkan pistol ke arahnya.
"Dan kuharap kau tak mengkhianati aku, Jose. Jika sampai kau berbuat seperti itu maka kau tanggung akibatnya." Sorot matanya menatap tajam ke arah sahabatnya.
"Aku tak mungkin mengkhianatimu, Kawan karena aku artinya balas budi," cetusnya seraya pergi menutup pintu.
*****
Ruang Penyidik
"Nona, apa anda masih belum menyadari kesalahan yang anda perbuat?" Penyidik pertama mencoba bertanya.
Coral menggeleng tak tahu.
"Nona Coral anda di sini karena anda terbukti membawa barang terlarang. Anda tahu ini, kan? Sang penyidik menunjukkan botol berisi cairan berwarna biru."
"Itu bukan milik saya. Itu milik tunangan saya." Coral menjelaskan.
"Botol yang berisi cairan ini namanya Narkotika jenis baru dan mahal. Anda mendapatkan atau lebih tepatnya anda membelinya di mana?" Sang penyidik pertama bertanya lagi dengan nada yang halus.
"Saya tak pernah membelinya ataupun mendapatkan benda itu, Pak, " ucap Coral sedih.
"Jika Nona tak membelinya dari seseorang. Mengapa di dalam darah Nona terdeteksi adanya campuran cairan ini?" Sekali lagi penyidik bertanya dengan pelan dan tegas.
"Saya benar-benar tidak tahu apapun, Pak. Saya tak pernah sekalipun memakai benda itu." Nada bicara Coral terdengar takut.
"Nona Coral, anda mengerti apa yang kami katakan!" Bentak penyidik ke dua dengan nada geram dan tatapan mata yang mengintimidasi.
Coral menggeleng ketakutan dan air mata sudah keluar dari kedua matanya yang indah.
"Sudah hentikan! Jangan membuatnya ketakutan seperti itu, Liang. Jika kau membuatnya ketakutan kau tak akan mendapatkan informasi apapun," ungkap sang penyidik kepada temannya yang bernama Liang.
Penyidik Bernama Liang berusaha menahan kesal.
"Nah, Nona katakan kepada kami sejujurnya. Anda memang tidak tahu benda ini atau anda memang sedang mengkonsumsinya?"
"Saya memang tidak tahu dan seumur hidup saya tak pernah memakai benda itu," tangis Coral pecah. Penyidik Liang mengambilkan tissue untuk Coral.
"Maaf nona. Untuk sementara anda kami tahan di sel tahanan ini sampai ada penyelidikan lanjutan," ujar penyidik Xiang yang bertubuh gemuk sambil memborgol tangan Coral.
"Anda berhak didampingi pengacara pribadi anda. Jika anda tak memiliki maka pengacara publik kami akan menangani anda," tegasnya sekali lagi dan membawa Coral menuju selnya yang terlihat syok.
*****
Coral tak apapun di dalam darahnya terdapat cairan terkutuk itu. Sebelum terbang menuju ke China, Coral yakin dalam pemeriksaan di labotorium di negaranya tak ada tanda-tanda dia menggunakan benda itu.
Coral hanya penasaran siapa yang tega melakukan ini padanya dan Samuel. Dia bahkan tidak tahu di mana keberadaan Sam, tunangannya. Sejak malam itu di mana Samuel bertemu dan pergi karena ada urusan bisnis dengan temannya, Coral tak bisa menghubunginya sama sekali.
Dia takut ada hal buruk yang terjadi pada Samuel, tapi dia tak tahu apa itu. Coral berharap para polisi dapat menemukan orang yang ia cintai.
Hari ini Coral diperbolehkan menelepon keluarganya untuk memberi kabar, tapi Coral tak tega harus memberitahu James dan Martha tentang apa yang terjadi pada dirinya. Dia memberanikan diri menelepon sahabat kecilnya, Josephine.
"Halo ..." ucap seseorang dari seberang telepon.
Coral mendesah "Ini aku, Phine. Coral."
"Ya ampun Coral! Kau ini ya. Bukannya menghubungiku waktu kau tiba di sana malah kau bersenang-senang saja. Kau melupakanku," gerutu Josephine di ujung telepon.
"Ya maafkan aku. Kau bagaimana kabarnya?" Coral menanyakan kabar sahabatnya.
"Tentunya aku baik, Sayang. Kau baik-baik saja kan? Kau bersenang-senang di sana. Apa kau sudah mengunjungi tembok besar itu?" cerocosnya panjang.
"Hmm ...." Coral hanya menjawab pelan.
"Kau kenapa, Coral? Kau bertengkar dengan Sam?" tanya Josephine curiga melihat nada bicara sahabatnya.
"Kami tak apa-apa hanya saja---" Coral tak melanjutkan kata-katanya.
"Kau menangis? Ada apa, Sayangku?" paniknya di sana.
"Ada masalah apa? Ceritakanlah padaku. Jangan membuatku cemas, Coral," tutur Josephine lembut.
"Ada seseorang yang---." Coral berbicara sedih, "Menjebakku di sini." Coral menjelaskan semuanya.
"Sam menghilang dan aku ada di tahanan sekarang." Akhirnya kalimat itu meluncur di bibir kecil Coral.
"Tahanan? Kau itu jangan bercanda Coral."
"Aku tak bercanda, Phine. Ini sungguhan terjadi padaku. Apa yang harus kulakukan? Aku takut, Phine." Coral menangis sesegukkan.
Josephine terkejut dengan apa yang dikatakan Coral. Sebagai sahabatnya. Dia hanya bisa memberi kekuatan dan bantuan hukum karena ayahnya seorang pengacara.
"Tenanglah Coral. Ayahku mendengarkan percakapan kita saat ini. Sore ini aku dan ayah akan terbang menuju China. Tunggu kami di sana. Kau jangan takut sekalipun. Oke?" Pernyataan sahabatnya memberi ketenangan untuknya.
Coral tak tahu peristiwa yang akan ia alami beberapa waktu lagi. Yang dia tahu bahwa Sam akan menjemputnya dari "kamar" ini.
Coraline hanya diberi waktu lima belas menit untuk menelepon. Selesai bercakap dengan Josephine, Coraline hendak dibawa ke sel-nya saat dia mendengar seorang polisi menyebut nama seseorang yang dikenalnya.
=Bersambung=
