Dipandang Sebelah Mata
"Terimakasih, Kak Sean. Sheryl sangat beruntung memiliki kakak seperti Kak Sean," ucap Sheryl seraya memeluk Sean.
"Simpan kartu ATM ini baik-baik, pergunakan sesuai kebutuhan. Jika uang di dalamnya habis, kamu bisa menghubungi Kak Sean. Tapi ingat, untuk sementara jangan sampai Bibi Diana tahu. Kamu mengerti bukan?" Ucap Sean seraya mengusap puncak kepala Sheryl, tidak lupa dia juga memberitahu kode PIN kartu tersebut.
Sheryl mengangguk, setelah itu dia kembali ke ruang tengah. Sementara Sean, dia kembali masuk kedalam kamarnya, berniat untuk istirahat.
Namun sebelum benar-benar membaringkan tubuh, Sean duduk di samping tempat tidurnya.
"System, tampilkan layar!" Sean berkata dalam batinnya, sesuai dengan keterangan yang dia baca pada panel sebelumnya.
DING!
(Pemilik Tubuh: Sean Arthur.
Kekuatan Fisik: 25 (normal)
Kekuatan Batin : 25 (normal)
Keterampilan :
1. Keterampilan Medis Kuno :50 ( Ahli )
Point system : 0 (anda akan mendapatkan
point system setelah membelanjakan uang sebesar 10 juta namun nominalnya akan berubah jika kekuatan tubuh dan kekuatan batin telah mencapai 100.)
Saldo bank :999.999.999.985.898.795 Dolar.
Panel hologram biru kembali muncul di depan mata Sean. Sean melihat jumlah saldo banknya telah berkurang sesuai dengan jumlah uang yang telah dia habiskan. Setelah meyakini hal tersebut, Sean mengibaskan tangan kanannya. Panel hologram itu pun menghilang begitu saja dari pandangannya
"Bagaimana caranya agar aku bisa memperoleh Point System dengan cepat? Apa yang harus aku beli agar dapat menghabiskan paling sedikit dua ratus juta?"
Sean tentu masih mengingat dengan jelas, bahwa untuk dapat menolong dan menyembuhkan Tuan Jensen, kekuatan tubuh dan batinnya diharuskan berada pada tingkatan paling rendah 50. Jika tidak, maka dia sama sekali tidak bisa menyembuhkannya sama sekali.
Sean duduk termenung, jika dua atau tiga hari yang lalu dia dipusingkan dengan bagaimana caranya mendapatkan uang, maka sekarang dia dipusingkan dengan bagaimana cara menghabiskan uang.
Jika tidak ada Bibi Diana dan Sheryl, mungkin dia akan membelanjakan uang secara gila-gilaan. Tapi dengan adanya mereka berdua, Sean harus menggunakan uangnya dengan sangat hati-hati. Jika tidak, maka dia tidak akan mampu mencari alasan yang tepat jika mereka berdua mempertanyakannya.
Sean merasa masih belum mendapat ide dan jalan keluar, bahkan ketika kantuk sudah mulai menghinggapi kedua bola matanya. Sean tertidur bahkan tanpa mengganti pakaiannya.
***
Pagi telah kembali menjelang, saat itu Sean telah duduk di meja makan untuk sarapan. Di sampingnya duduk pula Sheryl yang telah mengenakan seragam sekolahnya.
Saat itu, Sean berjanji akan mengantarkan Sheryl sekolah dengan motor berjenis Skuter peninggalan ayah Sheryl.
Karena itu, setelah selesai sarapan Sean pun langsung pergi seraya membonceng Sheryl dengan Skuter.
Jarak antara sekolah Sheryl dengan rumah cukup jauh, namun karena di sepanjang jalan mereka juga terus mengobrol, tidak terasa mereka pun telah tiba di halaman sekolahnya Sheryl.
"Kak Sean tidak perlu menjemput Sheryl, Sheryl bisa pulang dengan naik kendaraan umum," kata Sheryl ketika sudah turun dari motor.
"Baiklah! Ingat kalau ada apa-apa kamu langsung hubungi Kak Sean," Sean mengangguk.
Setelah Sheryl melewati pintu gerbang sekolahnya. Sean dengan segera pergi, kepalanya masih diisi dengan pertanyaan bagaimana caranya dia membelanjakan uang tanpa diketahui Bibi Diana dan Sheryl.
Namun ketika Sean melewati traffic light, kedua mata Sean tidak sengaja melihat adanya penjualan rumah mewah pada papan iklan yang ada di sebelah kanannya. Kedua mata Sean berbinar, sepertinya dia mendapat ide untuk membelanjakan uangnya.
Sean merasa membeli rumah merupakan ide yang benar. Meskipun nantinya tidak dia tempati, namun dia bisa menjadikan rumah itu menjadi salah satu investasinya untuk masa depan. Sean beranggapan, dia juga bisa menyembunyikan pembelian rumah tersebut dari Bibi Diana dan Sheryl.
Karena itu, ketika lampu lalu lintas berganti hijau, Sean pun menjalankan Skuternya menuju alamat yang tertera pada papan iklan tadi.
Sean akhirnya tiba di Sunlight Hill Residence, sebuah perumahan paling elit yang berada di salah satu bukit tertinggi di Rainy City dan akhirnya juga dia mengetahui, ternyata hanya ada satu pintu yang digunakan untuk keluar dan masuk perumahan elit tersebut.
Sean turun dari skuternya dan langsung menuju ke kantor penjualan. Disaat itu, dia melihat puluhan mobil mewah terparkir rapi di tempat parkir. Membuat seseorang yang masuk dengan mengendarai mobil dibawah dua juta dolar akan merasa malu membawanya ke tempat ini. Benar-benar sebuah perumahan elit dan tempat berkumpulnya orang-orang kaya di Rainy City!
Ketika memasuki lobi, sepertinya saat itu sedang kosong dan hanya ada lima orang sales marketing. Namun ketika melihat Sean masuk, tidak ada satupun dari mereka yang bergerak mendekat. Bahkan, mereka seperti pura-pura tidak melihatnya.
Sean hanya menggelengkan kepalanya pelan, dia telah diremehkan dan dianggap hina selama hidupnya. Karena itu, dia tentu tahu arti dari sikap dan tatapan sekilas kelima sales marketing itu. Namun saat itu Sean tidak peduli, sebab saat itu dia hanya ingin membelanjakan banyak uang.
Jika saja kelima Sales Marketing itu tahu angka yang ada di rekening dan niat Sean, mereka akan berebut untuk menjadikan Sean pelanggan utama mereka.
Setelah beberapa detik berlalu dan keadaan tetap sama, Sean hanya mampu menghela nafasnya dan berniat untuk meninggalkan tempat itu karena mereka semua mengabaikannya. Sean memang ingin membelanjakan banyak uang dengan membeli rumah, namun tidak tahu harus bertanya kepada siapa.
Tepat ketika dia membalikan tubuh, seorang wanita muda berusia 25 tahunan tampak masuk ke dalam lobi. Di tangan kanannya tampak memegang sebuah alat untuk mengepel lantai.
Sean sedikit mengernyit, karena melihat pakaian yang melekat pada tubuh wanita itu, jelas bahwa dirinya bukanlah seorang petugas kebersihan, tapi salah satu bagian dari sales marketing.
Melihat Sean diam seorang diri, wanita itu dengan cepat meletakan barang yang dibawanya di salah satu sudut ruangan dan langsung berjalan ke arah Danny.
"Maaf, Tuan. Apakah ada yang bisa saya bantu?" Tanya wanita muda itu dengan ramah.
"Saya ingin melihat-lihat dan membeli rumah," jawab Sean.
Wanita muda itu bernama Elly Walden, dia telah bekerja sebagai sales marketing di Sunlight Hill Residence sejak dua bulan yang lalu. Namun selama ini dia belum mendapatkan satupun pelanggan, karena itu, dia dengan cepat mendekat ketika mendengar Sean ingin melihat dan membeli rumah.
Elly Walden juga sebenarnya berasal dari pedesaan, adapun mengapa dia dapat bekerja di tempat itu, itu karena ada salah satu kerabatnya yang mengenal salah satu bos di Sunlight Hill Residence. Meski begitu, sebenarnya kerabatnya itu juga harus mengeluarkan uang lima belas ribu dolar untuk hadiah kepada bosnya itu agar mau mempekerjakan Elly.
Elly dan kerabatnya itu beranggapan, jika dia bekerja di tempat semewah itu, maka akan dengan cepat mendapatkan uang yang banyak. Akan tetapi kenyataan berkata lain, pengalaman dan senioritas ternyata masih berlaku di tempat itu.
Di bulan yang lalu, beberapa pelanggan yang dapat dihitung dengan jari tangannya memang datang. Namun ketika para pelanggan itu melewati pintu, semua staf senior akan langsung bergegas menyambut serta berjuang mendapatkan mereka, tanpa memberi sedikitpun peluang untuk Elly.
Selain pemula, Elly juga berasal dari pedesaan, karena itu dia tidak dapat menilai seseorang karena penampilannya. Dia hanya beranggapan saat itu para seniornya sedang memberi dia kesempatan, karena membiarkan seorang pelanggan begitu saja.
Elly kemudian memperkenalkan dirinya, begitupun dengan Sean. Kemudian Elly mengajak Sean menuju sebuah meja besar, dimana diatas meja itu terdapat miniatur Sunlight Hill Residence. Dengan sangat fasih, Elly memberikan informasi tentang rumah yang masih tersedia.
Sunlight Hill Residence terbagi menjadi empat blok, yaitu blok 1, blok 2, blok 3 dan blok utama. Saat itu Sean juga akhirnya tahu, bahwa rumah terkecil dan termurah berada di blok 3. Rata-rata rumah di blok ini dibangun diatas lahan 250 meter persegi, sedangkan harga permeternya dihargai 200 ribu dolar. Itu belum termasuk bangunan dan properti di dalamnya. Akan tetapi, karena blok 3 ini merupakan blok termurah, maka sudah tidak ada lagi yang tersisa. Walaupun murah, siapa yang tidak ingin tinggal di tempat paling elit seperti Sky Hill Residence? Dengan tinggal di tempat seperti itu, banyak diantara mereka yang berharap dapat membangun sebuah hubungan dengan miliarder lainnya.
Sedangkan di blok 2, bangunan di blok ini berdiri diatas lahan 500 meter persegi dengan harga permeternya yang juga sama, 200 ribu per meter persegi. Elly menjelaskan bahwa masih ada beberapa rumah yang tersedia.
Sedangkan di blok 1, bangunan disini berdiri diatas lahan 600 meter persegi dengan 250 ribu per meter perseginya.
"Lalu bagaimana dengan bangunan di blok utama ?" Sean bertanya ketika menyadari Elly hanya menjelaskan dua blok tersebut.
