3. Perkenalan Pertama
Runi terus memandangi Grasto, dia gak habis pikir, kok ada ya laki-laki seperti Grasto mau mencari perempuan di jalanan.
"Kenapa kamu mandang aku kayak gitu? Kamu takut ya? Atau takut aku jahatin?” tanya Grasto.
"Gak ... masak takut sih, emang Mas jahat? Aku cuma gak percaya aja, kok Mas cari perempuan di jalanan,” jawab Seruni dengan terus menatap kagum pada Grasto.
"Aku tadi lagi iseng, pas aku lewat tadi aku lihat kamu, terus aku suruh abang supir taksinya muter balik, ya aku samperin kamu deh,” cerita Grasto untuk meyakinkan Seruni.
"Loh? Kan di sana banyak juga yang lain Mas?”
"Ya sih ... tapi kamu sendirian, makanya aku mau. Kamu sudah lama nongkrong di sana?” Grasto mulai menyelidik.
"Baru sih Mas, baru satu bulan ... makanya aku sendirian gak ngumpul gitu.”
Taksi sudah sampai di drive in hotel di bilangan lebak bulus Jakarta Selatan. Taksi langsung menuju ke garasi sebuah Cottage, dan petugas hotel langsung membuka rolling door cottage. Begitu taksi pergi, Grasto dan Seruni langsung masuk kamar. Grasto memberikan uang kamar dan tips pada petugas hotel, lalu menutup pintu.
Seruni terus memandang kagum pada Grasto yang terlihat sangat perlente. Dia pandang, dan dia tatap mata Grasto. Grasto jadi salah tingkah.
"Runi, kamu jangan menatap aku seperti itu, aku jadi grogi nih,” ujar Grasto.
"Hahahaha … harusnya aku Mas yang grogi, habis kamu ganteng sih. Orang ganteng kok nyari perempuan di jalanan,” celoteh Seruni.
"Runi, aku itu lagi butuh teman buat ngobrol aja," ujar Grasto dengan polosnya.
"Cuma ngobrol? Emang gak mau ngapa-ngapain? Lho kalau tahu gitu mending gak usah jalan tadi." Seruni terlihat kecewa.
“Runi, kamu jangan salah faham, aku tetap kasih kamu uang kok, sebagai tanda terima kasih kamu mau menemani aku,” jelas Grasto.
"Wah, ya gak enak Mas, orang gak kerja kok dikasih uang.”
"Kerja kamu itu ya nemanin aku, jadi aku wajib bayar kamu, aku gak pengen ngapa-ngapain kamu.”
"Kenapa? takut kena penyakit ya? karena aku perempuan jalanan?” Seruni mulai sedikit sewot.
"Waduh, aku gak mikir gitu Runi, kalo penyakit kayak gitu sih, di mana aja kita bisa kena kok, apalagi kalo perempuannya jorok.”
"Lho, bedanya apa sama aku?”
Grasto hanya terdiam, dia dekati Seruni dia peluk dengan hangat, dan itu hanya dia peluk, tidak ada kenakalan seorang laki-laki yang diperlihatkan Grasto. Mereka terus ngobrol dan bertukar nomor telepon. Sejak pertemuan itu, Grasto terus melakukan kontak dengan Seruni, dia mencoba mengubah penampilan Seruni, dia sangat yakin kalau Seruni masih bisa diperbaiki.
***
Seruni masih berdiri di teras rumahnya, memandang jauh keluar, dia menyeka air mata yang ada di pipinya. Dia begitu terharu kalau mengingat perkenalannya dengan Grasto. Setelah satu tahun perkenalan itu, dia tidak menyangka kalau Grasto yang dia kenal adalah laki-laki yang begitu baik, sejak perkenalan pertama sampai saat ini, sekalipun Grasto belum pernah menidurinya, selalu menghargai dan menghormatinya sebagai perempuan baik-baik.
Grastolah yang telah memberikan harapan tentang masa depan, dan Grastolah yang mengubah pandangannya tentang hidup. Tiba-tiba Seruni ingin telepon Grasto,
"Maaf mas aku ganggu.”
"Gak Sayang, kamu gak ganggu kok, ada apa?”
"Gak kok Mas, aku cuma mau bilang terima kasih, aku sayang kamu, Mas,” ucap Seruni penuh kebahagiaan.
"Terima kasih Sayang, aku juga sayang banget sama kamu ya.”
"Ya Mas, aku tahu, ya udah selamat bekerja ya Mas, jangan telat makannya.”
"Ok Sayang, terima kasih ya, kamu hati-hati ya di rumah."
Seruni menutup telepon, dan melangkah ke dalam rumah. Dia menutup pintu lalu bersandar di belakang pintu, matanya berkaca-kaca, tapi raut mukanya begitu bahagia.
***
Mobil Seruni berhenti di pinggir sebuah danau yang indah. Lampu-lampu di sekitar danau terang menyala, sementara bayang-bayang cahaya yang memantul di danau terlihat begitu indah, Grasto dan seruni duduk di bangku taman pinggir danau, mereka memandang ke arah danau.
"Runi, malam ini aku kembali ingin meminta kepada kamu ... kamu mau ya jadi istriku?” Tanya Grasto sambil memeluk Seruni yang ada di sampingnya.
Seruni hanya terdiam, sambil menatap ke arah Grasto, tatapan Seruni begitu dalam, tidak ada keraguan sedikitpun dalam dirinya pada Grasto, dia sangat yakin Grasto tidak main-main dengan ungkapan perasaannya itu.
"Mas ... aku mau, tapi ada satu hal yang mengganjal ...,” ucap Seruni dengan lirih.
"Apalagi Runi? Tolong kamu katakan, keluargaku? Atau keluargamu?” desak Grasto dengan menyelidik.
"Bukan Mas, latar belakangku masalahnya."
"Runi, tidak ada yang tahu siapa kamu, yang tahu cuma aku dan Tuhan." Grasto berusaha meyakinkan Seruni.
"Aku gak mau nanti begitu orang tahu siapa aku, karir kamu bisa hancur, Mas," dalih Seruni
"Runi yakinlah, tidak akan seperti itu keadaannya, kamu jangan terbebani dengan masa lalu kamu. Itu sudah lewat Runi, kamu bukan Seruni yang dulu lagi, aku akan berusaha melindungi kamu,” bujuk Grasto dengan lembut.
Lagi-lagi Seruni terharu melihat kesungguhan Grasto, dia betul-betul tidak sanggup menolak Grasto yang sudah begitu baik dan tulus mencintainya. Seruni hanya terdiam, dia serba salah, dia cuma bisa meneteskan air mata. Grasto menatap Seruni dengan lembut, dan merengkuh tubuh Seruni ke dalam pelukannya, cuma itu yang bisa dia lakukan, setiap kali Seruni terharu sedih. Mereka berdua hanya terdiam menatap ke arah danau dengan kegalauan perasaan masing-masing.
Cinta tidak pernah memilih, dia bisa datang kepada siapa saja yang mengagungkannya. Cinta adalah ungkapan rasa kasih sayang, terkadang buta terlihat mata tapi dirasakan hati. Cintalah yang membangun tahta dalam hati setiap manusia.
Grasto baru saja sampai di gedung Parlemen, tiba-tiba seorang temannya sesama anggota parlemen mendatanginya, dengan sangat tergesa-gesa.
"Gras, kita ada kunjungan kerja mendadak hari ini, beberapa anggota fraksi termasuk kamu, harus berangkat siang ini ke Jambi, karena kemarin dapat kabar ada enam orang petani yang ditembak aparat.”
"Lho? kok mendadak banget?”
"Ya masalah ini harus segera kita dampingi, karena ini bisa memancing kerusuhan nantinya, ini kan bagian dari tugas fraksi kita.”
"Ok deh, kalo gitu aku siap-siap dulu ya, kita ketemu di bandara aja.”
Grasto segera mengambil handphone-nya, dan menghubungi Seruni.
"Sayang, aku hari ini harus ke Jambi, ini agak mendadak, baru aja aku dikasih tahu sama Bram."
"Ya gak papa Mas, berangkat aja, itukan tugas dan kewajiban kamu, aku suport ya."
"Makasih Sayang, aku akan baik-baik aja kok, paling juga satu dua hari aku dah balik."
"Ya Mas, aku ngerti, aku juga baik-baik aja kok, jangan lupa telepon aku ya kalo dah sampai."
"Ya, tapi sebelum berangkat ke airport, aku mampir ke rumah kamu dulu kok."
"Ya Mas, aku tunggu ya."
Bersambung
