4. Sebuah Malapetaka
Grasto meninggalkan lobby gedung parlemen, menuju parkiran mobil, dan segera tancap gas pulang ke rumah untuk segera berkemas.
Setelah mengemas semua barang-barangnya di rumah dinas Anggota DPR, dia segera menuju ke rumah Seruni. Grasto memang tidak tinggal satu rumah dengan Seruni, sebelum dia menikahi Seruni.
***
Mobil Toyota Crown Hybird Grasto sudah sampai di halaman rumah Seruni, dia segera turun dengan tergesa-gesa langsung menuju teras. Seruni pun membukakan pintu, Seruni menghambur ke pelukan Grasto, dia peluk Grasto rapat-rapat, seakan takut kehilangan. Grastopun mencium kening Seruni dengan mesra, dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
"Sayang, kamu aku tinggal ga apa-apa ya?"
"Ga apa-apa Mas, kamu jangan berat langkahnya ya, harus lepas, ga boleh ragu, ingat ini tugas negara lho."
"Ya Sayang ...”
Cuma itu yang bisa dikatakan Grasto, sebelum dia lepaskan pelukannya, ada perasaan berat yang mengganjal di hati Grasto, namun semua dia tepis, tanpa ragu lagi. Dia kecup kening Seruni sekali lagi, dia lepaskan pelukannnya. Sambil berjalan menuju mobil, Grasto memandang ke belakang menatap Seruni, langkahnya terhenti, lalu dia berjalan masuk ke mobilnya.
Serunipun tidak melepaskan pandangannya sedikitpun ke arah Grasto, tatapan yang sedih penuh haru, serasa dia akan ditinggalkan Grasto. Setetes air mata jatuh di pipinya. Mobil Grasto meninggalkan halaman rumah Seruni, namun seruni tetap tidak melepaskan pandangannya, sampai mobil Grasto hilang dari pandangannya. Seruni masuk ke dalam rumah dan terus melanjutkan aktivitasnya.
***
Pesawat yang ditumpangi Grasto dan anggota parlemen lainnya, baru saja landing di Bandar Udara Sulthan Thaha Syaripuddin Jambi, keluar dari pesawat Grasto langsung mengambil handphone-nya dan menelepon Seruni.
"Sayang, aku sudah sampai dengan selamat di Jambi."
"Alhamdulillah Mas ... "
"Tapi ... aku akan naik hellikopter lagi ke daerah Merangin.”
"Ow gitu, hati-hati ya Mas, banyak berdoa ya, aku sayang kamu Mas.” Seruni mulai digelayuti rasa cemas.
"Ya Sayang, aku juga sayang banget sama kamu, doain ya biar aku selamat."
Grasto dan rombongan sudah ditunggu di hellikopter yang akan membawa mereka ke daerah Merangin, daerah ini memang agak terpencil, daerah perkebunan yang sangat luas sekali, dan perkebunan ini masih sengketa dengan masyarakat setempat. Setelah Grasto dan rombongan naik, heli pun segera berangkat.
***
Perasaan Seruni sangat was-was akan keselamatan Grasto, namun lagi-lagi perasaan itu ditepisnya. Seruni mengambil wudu untuk menunaikan salat Ashar, selepas salat pikirannya agak tenang. Dia terus berdoa untuk keselamatan Grasto. Dia mencoba mencari hiburan dengan menonton TV.
Seruni duduk di depan TV, sambil memegang remote, dia terus mencari acara-acara yang dia sukai, dengan terus berganti-ganti channel, waktu menunjukkan pukul 17.00 Wib. Sebuah Breaking News yang cukup menarik perhatian Seruni, Host berita TV memberitakan tentang jatuhnya sebuah pesawat Helikopter, di daerah batang merangin Propinsi Jambi.
"Sebuah pesawat helikopter yang membawa rombongan anggota parlemen, yang akan menuju ke kabupaten Merangin, jatuh di perairan Batang Merangin Propinsi Jambi, belum diketahui nasib semua penumpang."
Jantung Seruni serasa mau copot mendengar berita tersebut, matanya berkaca-kaca, pandangannya tidak lepas dari pesawat televisi. Dia terus ikuti berita di TV, mukanya pucat pasi, dia hanya bisa menangis lirih, berita demi berita terus diikuti. Dia bingung mau bertanya sama siapa, mau bertanya sama teman-teman Grasto dia gak tahu.
Kebetulan sekali di layar TV ada nomor telepon Hot Line service khusus menyangkut pemberitaan tersebut. Seruni mencoba untuk mencari informasi lewat kontak telepon yang ada.
"Hallo ... maaf Mbak, saya mau tahu informasi masalah kecelakaan pesawat, apa sudah ada kabar soal penumpangnya?” tanya Seruni dengan sangat antusias.
"Mbak keluarga salah satu pemumpang?” tanya seorang perempuan yang ada di sambungan telepon tersebut.
"Ya Mbak, salah satu penumpangnya calon suami saya."
"Boleh saya minta nomor telepon Mbak? Nanti saya akan kabari, kalo sudah ada perkembangan baru, Mbak yang sabar ya.”
"Ya baik Mbak, terima kasih." Seruni mengakhiri pembicaraannya.
Seruni kembali larut dalam kesedihan, sementara di televisi terlihat Tim Sar sedang menyusuri perairan Batang Merangin, tempat di mana diduga pesawat helikopter tersebut di beritakan jatuh. Seruni coba telepon ke sana ke mari, seperti orang kebingungan, dia sama sekali gak punya firasat kalau akan dtinggalkan Grasto.
Seruni tak tahu bagaimana nasib Grasto, laki-laki dambaannya, calon suaminya, laki-laki yang sangat dikasihi dan mengasihinya. Seruni mencoba terus sambil berdoa, dia sangat berharap Grasto selamat, dan kembali bersamanya, merajut cinta mereka dan membangun rumah tangga yang mereka idam-idamkan selama ini. Akankah Tuhan mempertemukan mereka kembali.
Cinta Seruni bukanlah cinta biasa. Dia sudah siap menerima segala kenyataan yang akan dihadapinya, baik atau buruk sekalipun, dia sudah persiapkan mental untuk menerima segalanya. Itulah yang membuat Seruni pantas untuk dicinta.
Seruni sedang makan malam sendirian di meja makan, di mana mereka sering makan berdua. Seruni tetap siapkan piring buat Grasto, sekalipun Grasto tidak ada, dia berkhayal Grasto ada di depannya. Tiba-tiba Seruni begitu terkejut melihat Grasto berdiri di sampingnya, terus merangkulnya dari belakang. Seruni segera berdiri, membalas pelukan Grasto.
"Mas, benerkah ini kamu Mas?" Grasto hanya terdiam.
"Mas, ataukah aku cuma mimpi?
Grasto masih terdiam, Seruni mencoba mengguncang tubuh Grasto, tapi Grasto tetap terdiam. Grasto membopong Seruni dan membawanya menuju ke kamar. Seruni merasa aneh dengan semua keadaan itu, tapi ia cuma bisa mengikuti apa yang diinginkan Grasto. Grasto begitu agresif, sudah sekian lama mereka kenal baru kali ini Grasto bersikap demikian. Seruni hampir tidak percaya kalau yang hadir malam ini adalah Grasto, Seruni begitu kasmaran dibuatnya. Grasto begitu mengagungkan percintaannya malam itu, mereka berasyik masyuk melepaskan segala kerinduan.
Seruni terbangun dari tidurnya, dia baru sadar kalau Grasto datang itu hanya dalam mimpi, tapi seperti bukan dalam mimipi. Hal inilah yang membuat dia yakin bahwa Grasto itu masih ada, dan tetap menunggu sampai dia benar-benar datang.
Seruni masih dalam penantiannya, dia sangat yakin kalau Grasto masih ada dan selamat dari kecelakaan tersebut, karena dia sama sekali tidak ada firasat buruk yang menghinggap di benaknya. Kadang-kadang terasa Grasto ada di dekatnya, memeluknya dan mendekapnya dengan penuh kehangatan. Bagi Seruni itu semua sudah cukup, dia cuma butuh Grasto, laki-laki yang pintar dan baik hati itu.
Hari demi hari Seruni hanya menanti Grasto, terus mencari informasi tentang Grasto, dari kalangan parlemen dia juga belum mendapat berita apa-apa. Dalam kesabarannya Seruni terus bermunajat, kalau seandainya Grasto memang masih hidup, dia ingin segera di peristri Grasto. Dia tidak ingin lagi berpisah dengan Grasto. Hari-hari Seruni hanya diisinya dengan penantian. Dia terus berdoa agar Grasto masih selamat.
Bersambung..
