Bab 6. Sahur Pertama
”Oh begitu, wah kalau sama Fauzana sih Ibu setuju sekali. Dia gadis yang baik, taat beribadah, cantik lagi.” ujar Bu Hasnah terlihat gembira mendengar kabar itu.
Hal yang sama juga dilakukan Fauzana dan Bu Fitria, setelah mereka membeli beberapa kilo gram daging di Ibu Kota Kabupaten, mereka pun saat ini tengah memasak daging-daging itu di dapur untuk menu sahur mereka nanti.
“Bagaimana dengan rencana kegiatan ramadan tahun ini di kantor mu Nak?” tanya Bu Fitria pada Fauzana di sela-sela kegiatan mereka memasak di ruangan dapur.
“Ramadan tahun ini ditiadakan buka bersama Bu, karena masih dalam suasana pandemi. Kegiatan dialihkan dengan membagikan takjil, pada warga-warga yang tinggal di sekitar wilayah kantor terdekat. Pengajian yang dulu rutin dilakukan setiap sore jum’at menjelang waktu berbuka bersama di aula kantor, sekarang ditiadakan juga guna menghindari terjadinya kerumunan.” jelas Fauzana.
“Oh begitu, di desa kita ini juga pelaksanaan sholat tarawih tidak seperti biasanya. Pengurus masjid akan mengatur letak dan jarak saf, ketika sholat tarawih akan dilaksanakan.” tutur Bu Fitria.
“Benar Bu, hal itu juga dihimbau oleh pemerintah daerah pada semua warga yang akan melaksanakan sholat tarawih berjama’ah di masjid-masjid. Ya, semoga saja dengan semua keterbatasan selama pandemi ini berlangsung tidak mengurangi kekhusukan kita dalam menjalankan ibadah di bulan ramadan tahun ini. Amin!” Mereka serentak mengamini.
******
Malam itu menjelang sholat isya, Doddy yang memakai baju koko dan sehelai kain sarung sebagai pasangannya di bagian bawah, tampak duduk di depan teras rumahnya. Anisa dan kedua orang tuanya telah lebih dulu menuju masjid dengan berjalan kaki, karena memang masjid yang dituju tidak lah jauh dari rumah mereka hanya berjarak lima buah rumah di sebelah kanan rumah itu.
Tiba-tiba Sony datang dengan mengendarai motor ninjanya.
“Hey, Bro. Mau ke mana pakai baju koko dan kain sarung begitu?!” seru Sony sambil turun dari motor menuju teras menghampiri Doddy.
“Ya, mau ke masjid sebentar lagi sholat tarawih dimulai. Emang kamu pikir mau ke mana?” jawab Doddy santai.
“Ha..! Ha..! Ha..! Tumben-tumbennya kamu tarawih segala. Yuk jalan, Andra pasti udah nunggu kita di rumahnya.” ajak Sony sambil tertawa.
“Kalian aja deh yang pergi jalan, ramadan kali ini aku udah bertekad untuk penuhi puasa ku sebulan penuh dan sholat tarawih setiap malamnya.” Sony nampak mendekatkan wajahnya ke wajah Doddy, ia tengah memperhatikan hal apa yang tengah dialami temannya itu hingga tiba-tiba berubah sedemikian rupa.
“What? Ayolah men! Jangan becanda kenapa?” Sony berucap setelah melongo.
“What-what! Man-men man-men! Kita ini tinggal di desa Bro, gaul boleh tapi jangan sok-sokan gitu. Sana ambil sarung mu, ikut aku ke masjid!” ujar Doddy jengkel mendengar gaya bahasa temannya itu.
“Waduh, sorry Bro. Aku udah janji jalan malam ini sama Andra, gimana kalau malam besok?” tutur Sony.
“Oke, malam besok aku tunggu kamu di sini kita barengan ke masjid. Ajak Andra sekalian ya?” Sony acungkan jempolnya lalu pamit pergi.
****
Gema azan terdengar berkumandang, pertanda waktu isya pun masuk. Doddy bergegas langkahkan kakinya menuju masjid yang terletak di sebelah kanan dari rumahnya, setelah sampai di masjid dan berwudhu, ia pun masuk dan mengambil posisi untuk menjalankan sholat isya di masjid itu.
Sholat isya disambung dengan sholat tarawih berjama’ah, Doddy merasakan hal yang berbeda saat berada di masjid dan di rumah, bukan karena bentuk fisik bangunan, namun lebih berkenaan dengan kesejukan batin dan pikiran, hingga raka’at demi raka’at sholat tarawih itu pun ia lakukan dengan khusuk.
Sementara di bagian saf paling belakang yang di batasi oleh pembatas, terlihat Anisa dan Fauzana ikut melaksanakan sholat tarawih di malam pertama bulan suci ramadan itu, jarak antara mereka sekitar setengah meter, sebagaimana yang telah diatur oleh pengurus masjid di masa pandemi.
Fauzana berangkat ke masjid itu bersama Ibunya dengan sepeda motor matic yang kerap ia pakai untuk pergi ke kantor karena jarak rumah mereka dari masjid cukup jauh, sementara pak Zain ayahnya Fauzana mengendarai sepede motor sendiri. Bedanya ramadan kali ini di samping mereka harus berjarak kurang lebih setengah meter dan menggunakan masker, juga tidak diadakannya ceramah singkat yang kerap diadakan pada ramadan sebelum masa pandemi, setelah sholat tarawih dilaksanakan mereka pun langsung pulang ke rumah masing-masing.
“Nah gitu donk! Itu baru anak Ibu yang tampan.” puji Bu Hasnah yang saat itu berjalan beriringan dengan Doddy menuju rumah mereka. Doddy hanya senyum-senyum saja, sementara Anisa dan ayahnya yang berjalan di belakang nampak ketawa melihat hal yang selama ini tak pernah mereka lihat di diri Doddy.
******
Dini hari yang cukup dingin, namun tak mengurangi semangat beberapa orang pemuda dan anak laki-laki berjalan berkeliling sambil meneriakan sahur pada penduduk desa, ditambah dengan seruan sahur dari seorang garim melalui toa masjid. Bu Hasnah nampak berjalan menuju lantai atas rumahnya, sementara Anisa dan ayahnya telah duduk di meja makan.
“Doddy... Doddy..! Bangun Nak! Waktunya makan sahur!” seru Bu Hasnah yang saat itu telah berdiri di depan sambil mengedor-ngedor pintu kamar putranya.
“Ya Bu, sebentar. Hoaaaaaaaammm..!” sahut Doddy dengan kedua mata yang masih ia pejamkan, ia bangkit dari tempat tidur kemudian melangkah ke kamar mandi, tak lama ia pun menuju pintu kamar membuka pintu itu dan menemui Ibunya di luar.
“Ayo cepat! Ayahmu dan Anisa udah menunggu di meja makan.” Doddy hanya anggukan kepala sambil melangkah di belakang Ibunya menuju meja makan yang terletak di ruangan tengah di lantai bawah, setelah bersantap sahur Doddy bermaksud ingin kembali ke kamarnya.
“Hey Doddy, mau ke mana? Habis sahur jangan tidur lagi! Tunggu azan subuh dulu dan pergi sholat ke masjid!” seru Bu Hasnah sembari mencegat langkah Doddy.
“Iya Bu, aku hanya mengambil rokok ku di kamar. Nanti aku turun lagi dan nunggu azan subuh di teras rumah.” ujar Doddy lalu lanjutkan langkahnya menuju lantai atas ke kamarnya.
Fauzana dan keluarganya pun telah menyelesaikan makan sahur bersama, sembari menunggu azan subuh, ia isi waktu luang itu dengan membaca ayat-ayat suci Al-qur’an, meskipun suaranya pelan namun begitu terdengar merdu ia lantunkan ayat demi ayat. Benar-benar sosok gadis yang nyaris sempurna, di samping memiliki wajah yang cantik dan seorang PNS, ia juga taat melaksanakan sholat lima waktu serta berpuasa, ditambah lagi pintar mengaji.
