Pustaka
Bahasa Indonesia

Cinta Dalam 30 Hari

52.0K · Tamat
Andy Lorenza
52
Bab
38
View
9.0
Rating

Ringkasan

(Novel Spesial Ramadan) Allah SWT. Selalu menguji hamba-Nya, salah satunya melalui kekayaan. Apakah dengan kekayaan yang dimiliki seseorang itu bisa lebih dekat dengan-Nya? Atau malah sebaliknya? Doddy contohnya seorang pemuda yang memiliki kekayaan atau kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan yang lain, namun ia lupa mensyukuri semua itu. Ia semakin jauh saja dari zat penciptanya hingga sosok Fauzana muncul dalam kehidupannya membuat seorang Doddy yang terbiasa foya-foya, mabuk-mabukan dan suka judi online berusaha keras merubah kebiasaan hidupnya itu. Tantangan semakin berat, karena ia harus melakukan semua itu saat bulan suci ramadan hadir di masa pandemi. Dalam 30 hari mampukah Doddy merubah kebiasaan hidupnya? Makna apa saja yang ia dapatkan selama menjalankan ibadah ramadan di masa pandemi itu? Berhasilkah ia mengejar dan mendapatkan cintanya Fauzana?

RomansaCinta Pada Pandangan PertamaKeluargaSweetBaperWanita CantikTuan MudaCinta PertamaOptimisSetia

Bab 1. Kenakalan Doddy

Terlahir dalam keluarga yang kurang mampu, Doddy Dorista hanya bisa bersekolah hingga tamat SMK, karena keterbatasan pendidikan itulah membuat ia sulit bersaing untuk mendapatkan pekerjaan, sejak tamat dari SMK ia bekerja sebagai seorang petani perkebunan kelapa sawit di desa tempat kelahirannya, pekerjaannya itu ia geluti selama bertahun-tahun hingga akhirnya mencapai kesuksesan dan menjadikan dia dan keluarganya salah satu keluarga yang cukup terpandang di desanya itu.

Doddy anak tertua dari dua bersaudara, adiknya yang bernama Anisa sekarang telah menjadi seorang PNS di instansi pemerintah daerah, sifat dan tingkah laku antara kedua bersaudara itu bagaikan langit dan bumi, sosok Doddy yang sejak kecil terbiasa hidup keras, membuat sifatnya jauh dari cerminan hidup yang mau bersyukur akan nikmat yang diberikan Allah SWT kepadanya.

Sifatnya cenderung suka hura-hura, menghambur-hamburkan uang untuk kegiatan yang tidak jelas bersama teman sebayanya, meskipun semua kemewahan yang ia miliki itu didapatkan dari hasil kerja kerasnya sendiri selama ini, namun karena terlalu terlena akan kesenangan duniawi membuat ia lupa akan kewajibannya sebagai manusia yang harus bersyukur akan nikmat yang berikan Allah.

Hampir setiap hari ia menghabiskan waktu bersama teman-temannya hura-hura ke sana ke mari, bahkan pulang ke rumah ketika hari sudah hampir pagi. Memang dia tidak memiliki beban hidup secara ekonomi, karena belasan pekerjanya setiap hari mengurus perkebunan kelapa sawit yang ia miliki berhektar-hektar luasnya. Setiap bulannya hasil perkebunannya itu bisa mencapai ratusan juta rupiah, itu sudah bersih setelah mengeluarkan gaji para pekerja yang mengurus perkebunan kelapa sawitnya itu.

Secara sosial ia cukup dikenal dermawan pada masyarakat dan loyal pada pekerja, begitu pula ia tidak suka mempermainkan para wanita yang ia kenal, sifat yang tidak terpuji pada dirinya adalah tidak mau mendengar nasehat kedua orang tuanya, suka merusak dirinya sendiri dengan minum-minuman keras, dan tak pernah lagi menjalankan ibadah yang dianjurkan oleh agamanya yaitu Islam seperti yang ia lakukan pada saat sekolah dulu dan sebelum mencapaikan kesuksesan sebagai petani perkebunan.

Sementara adiknya Anisa adalah gadis yang patuh pada kedua orang tuanya, sejak sekolah dan menyelesaikan kuliah hingga kini ia telah menjadi seorang PNS, sebagai seorang adik Anisa sangat menghormati dan menyayangi saudara kandungnya itu, karena memang sejak ia sekolah dan menyelesaikan kuliah semua biaya ditanggung oleh Doddy.

Anisa sebenarnya sangat sedih akan sikap kakaknya itu, akan tetapi ia tak tahu harus berbuat apa agar kakaknya mau merubah cara hidupnya yang salah. Setiap kali Anisa berusaha menasehati selalu saja menemui kegagalan, jangan kan dia nasehat dari kedua orang tuanya pun tak pernah didengar oleh Doddy kakak kandungnya itu.

****

Pagi-pagi sekali Anisa telah tampak bersiap untuk pergi kerja, ia dan kedua orang tuanya terlihat duduk di meja makan menikmati sarapan pagi.

“Kak Doddy semalam pulang subuh lagi ya, Bu?” tanya Anisa membuka pembicaraan di meja makan.

“Biasalah kakakmu itu susah dibilangin, nanti kalau sakit baru deh Ibu yang kerepotan. Minta dipijitlah, mandi harus pakai air hangat. Entahlah mau sampai kapan kakakmu begitu Anisa?” jawab ibunya, Anisa hanya geleng-geleng kepala akan sikap kakaknya itu.

“Baiklah Bu, Ayah, Anisa pamit mau berangkat kerja dulu.” kedua orang tuanya itu hanya mengangguk, setelah menyalami dan mencium tangan kedua orang tuanya, Anisa pun berangkat ke kantor dengan mengendarai sepeda motornya.

“Hoaaaaaaaaam..! Wah, udah jam 1 siang aja pantesan perutku terasa lapar begini.” Doddy berbicara sendiri saat ia baru terbangun dari tidurnya, ia bangkit dari tempat tidur kemudian melangkah ke kamar mandi yang ada di bagian ujung kamarnya itu.

Setelah mandi dan mengganti pakaian, Doddy pun ke luar dari kamar menuruni anak tangga menuju meja makan yang terletak di bagian lantai dasar di ruangan tengah rumah yang cukup besar itu.

Ibu Hasnah yang tengah duduk di ruang depan bersebelahan dengan ruang tamu, segera bangkit dari duduknya setelah melihat putranya itu melangkah menuju meja makan.

“Sudah bangun Nak? Nih Ibu telah buatkan ikan bakar kesukaanmu!” sapa Bu Hasnah sembari menyingkap tutup makanan yang ada di meja makan itu.

“Hemmm, makasih ya Bu. Kebetulan memang Doddy sudah lapar.” tutur Doddy lalu seperti tak sabar mengambil nasi dan ikan bakar yang ada di meja makan itu, Bu Hasnah nampak tersenyum gembira dan menemani putranya itu di meja makan.

Sejak kecil putranya itu selalu dimanja dan saat tumbuh dewasa ia berhasil menjadi tulang punggung keluarga, meskipun sikap Doddy jarang mau mendengar nasehatnya namun kasih sayang Bu Hasnah kepada putranya itu tak pernah berkurang sedikit pun.

Setelah makan Doddy menuju ke teras rumah, sambil menikmati sebatang rokok ia pun duduk di sebuah kursi di teras rumahnya itu, setelah membereskan meja makan Bu Hasnah menyusul Doddy ke teras rumah lalu duduk di sebelah putranya.

“Kurang lebih seminggu lagi kita akan memasuki bulan suci ramadan, Ibu berharap kamu benar-benar menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Jangan seperti yang sudah-sudah, puasa kok hari pertama dan hari terakhir aja.” tutur Bu Hasnah, Doddy hanya senyum-senyum saja.

“Begitu juga kalau malam bulan ramadan jangan keluyuran lagi, ikut tarawih kek seperti yang lain.” sambung Bu Hasnah, meskipun Doddy jarang mau mendengar nasehat ayah ibu nya namun tak sekalipun ia mau melawan apalagi berkata-kata keras kepada kedua orang tuan nya paling kalau dia tidak suka dia hanya diam saja.

Dua buah sepeda motor ninja tiba-tiba masuk ke perkarangan rumah mewah milik Doddy setelah memarkirkan motor di depan ruang garasi sebelah kanan teras rumah itu, kedua pemuda penunggang motor ninja itu pun turun dan menghampiri Doddy yang tengah duduk bersama ibu nya di teras.

Ibu Hasnah yang mengenal kedua pemuda itu segera bangkit dari duduknya lalu menuju ruang belakang membuat dua gelas kopi untuk tamu putranya itu. Setelah meletakan kedua gelas kopi itu di meja yang berada di antara kursi-kursi di teras rumah itu, Bu Hasnah seperti biasa mohon diri memberi kesempatan untuk tamu putranya itu mengobrol.

“Tumben Bro bangun agak cepat? Biasanya sore baru kelihatan batang hidungnya!” tutur salah seorang dari dua pria muda yang barusan menghampiri dan duduk di teras bersama Doddy.

“Ah kamu Son ada-ada saja, aku selalu bangun kok tengah hari begini. Cuma kadang aku malas aja untuk duduk di luar.” ujar Doddy pada temannya yang bernama Sony itu.