Bab 4. Cinta Pandangan Pertama
“Emangnya kamu tahu rumah Fauzana?” tanya Ibu nya.
“Rumah Fauzana aku sih nggak tahu Bu, tapi kalau rumah Bu Fitria aku tahu. He..! He..!” Canda Doddy, Pak Abraham hanya tersenyum mendengar gurauan putra nya itu.
“Kamu ini ada-ada saja, rumah Bu Fitria ya rumahnya Fauzana juga.” Bu Hasnah hampir memelintir telinganya Doddy.
“Ya kan selama ini aku nggak tahu, kalau Bu Fitria punya putri bernama Fauzana.” Lagi-lagi Doddy mencandai Ibu nya, padahal Ibu nya tadi telah bicara padanya kalau Fauzana adalah putri Ibu Fitria.
“Ya udah jemput sekarang gih! Nanti keburu adikmu itu pulang hujan-hujanan.” Doddy hanya anggukan kepala lalu menuju garasi mobil.
Sebuah mobil Rush yang dikemudikan Doddy melesat meninggalkan perkarangan rumah yang tergolong mewah di desa itu, hanya butuh waktu kurang lebih lima menit Doddy telah tiba di rumah yang ia tuju.
Semula Anisa mengira kalau yang datang menjemputnya itu adalah Pak Abraham ayah nya, namun ketika Doddy ke luar dari dalam mobil dengan membawa payung alangkah terkejutnya Anisa. Ia tak menyangka kalau Kakak nya itu yang datang menjemput, karena memang selama ini hal itu tak pernah ia lakukan kecuali jika Anisa meminta tolong itu pun jarang terpenuhi karena Doddy lebih sibuk dengan teman-temannya.
“Tumben Kak Doddy yang jemput?” tanya Anisa yang saat itu tengah berdiri dengan Fauzana di teras rumah.
“Ayah lagi nggak badan.” tutur Doddy berbohong.
“Masuk dulu Kak!” tawar Fauzana.
“Lain kali saja Fauzana, hari sudah semakin sore.” ujar Doddy sembari tersenyum, padahal di hatinya ia ingin sekali masuk ke rumah itu agar ia dapat memandang lebih lama lagi paras cantik gadis yang saat itu berdiri di sebelah adik nya. Namun karena tak ada respon dari Anisa, dia pun segan dan berbasa-basi.
“Ya Kak, hari sudah semakin sore sebentar lagi magrib. Aku titip motor ya Kak? Besok pagi sembari pergi kerja aku ambil.” ujar Anisa, Fauzana hanya anggukan kepala seraya tersenyum. Kemudian Doddy dan Anisa berpamitan untuk pulang, dari dalam rumah kelihatan berjalan tergesa-gesa wanita setengah baya.
“Loh, kok tamunya nggak disuruh masuk dulu Fauzana?” tanya wanita setengah baya itu.
“Sudah aku tawarin Bu, tapi kata Kak Doddy lain kali saja karena hari udah sore.” Jawab Fauzana, ternyata yang datang menghampiri itu adalah Bu Fitria Ibunya Fauzana.
“Oh begitu, Doddy? Emang dia siapa? Cowoknya Anisa ya?” tanya Bu Fitria lagi.
“Bukan Bu, dia itu Kakak kandungnya Anisa. Aku aja baru tahu, kalau Doddy itu Kakak nya Anisa soalnya beberapa kali aku ke rumahnya nggak pernah melihat Kak Doddy ada di situ.” tutur Fauzana kemudian ia pun mengikuti langkah Ibunya masuk ke dalam rumah.
******
Tak seperti biasanya, malam itu Doddy setelah makan malam bersama keluarga ia duduk di teras rumah sambil menikmati sebatang rokok. Meskipun hujan telah reda dan angin yang tadi sore cukup kencang berhembus kini hanya tinggal sepoi-sepoi, memang sih udara malam saat itu terasa dingin karena imbas hujan lebat tadi sore namun entah kenapa Doddy seakan enggan untuk ke luar rumah seperti malam-malam sebelumnya keluyuran dengan teman-temannya.
Doddy yang duduk di teras saat itu tampak melirik ke dalam rumah, di sana di ruang depan hanya tampak Pak Abraham dan Bu Hasnah yang tengah asyik bercakap-cakap sembari menonton tv, Doddy berdiri dari kursinya dan berjalan ke ruangan itu.
“Bu tolong panggilkan Anisa, aku ada perlu!” pinta Doddy pada Bu Hasnah.
“Ya, sebentar.” Bu Hasnah berdiri dari duduknya kemudian melangkah menuju sebuah kamar di mana di sana Anisa adiknya itu berada.
“Anisa! Kak Doddy memanggilmu!” seru Bu Hasnah dari depan pintu kamar.
“Ya Bu, sebentar!” sahut Anisa dari dalam kamar. Tak beberapa lama ia pun membuka pintu kamar dan bertemu Ibunya di depan pintu kamar itu.
“Ada apa Bu? Kok tumben-tumbennya kak Doddy mencariku?” Anisa nampak heran.
“Nggak tahu, dia hanya meminta Ibu memanggilmu. Tuh Kaka mu di teras!” ujar Bu Hasnah sembari menunjuk ke arah Doddy.
Anisa pun segera melangkah ke teras menemui Kakaknya itu,
“Ada apa Kak?” tanya Anisa yang telah duduk di sebelah Doddy.
“Kakak mau tanya, sudah lama kamu kenal dengan Fauzana?” sesaat Anisa hanya terdiam memandang wajah kakaknya itu.
“Sejak aku lulus PNS dulu dan berkerja satu kantor dengannya.” jawab Anisa datar.
“Oh begitu, dia orangnya baik ya berbeda dengan cewek-cewek yang pernah aku jumpai.” lagi-lagi Anisa terlihat heran dan memandang wajah kakaknya itu, seolah-olah dia ingin mencari tahu apa yang tengah terjadi di diri Doddy.
“Kenapa memandangku begitu Anisa? Ada yang aneh?” sambung Doddy, Anisa pun terkejut.
“Ah nggak kok Kak, aku heran aja kenapa Kakak bicara begitu? Biasanya kalau aku bicara soal teman-teman cewek pada Kakak, Kak Doddy cuek aja.” Doddy agak salah tingkah dituding adiknya seperti itu.
“Kak Doddy suka ya sama Kak Fauzana?” sambung Anisa membuat Doddy hanya bisa menjawab dengan senyuman.
“Hemmm, sudah ku duga kenapa sejak kemarin siang sikap Kak Doddy jadi aneh. Bahkan malam ini pun biasanya Kakak udah pergi jalan bareng teman-teman, tapi sekarang kok nggak?” Doddy makin dibuat terpojok.
“Aku lagi malas aja ke luar. Badan ku kurang enak, terus hujan lebat tadi sore membuat udara malam ini terasa dingin banget.” jawab Doddy sekenanya.
“Alah, Kak Doddy ngaku aja kalau Kak Doddy memang suka dengan kak Fauzana ya kan?” Doddy hanya tersenyum, ia bingung harus berkata apa. Sejak berkenalan dengan Fauzana kemarin siang di rumah itu, ada getaran aneh yang membuat dirinya resah tak menentu.
Sosok Doddy selama ini dikenal cuek pada lawan jenisnya jika menyangkut soal perasaan, kebanyakan dari cewek-cewek yang ia kenal hanya mengganggap mereka sebatas sahabat. Jika bicara soal wajah seorang Doddy bisa dikatakan salah satu pemuda tertampan yang ada di Kabupaten itu, begitu pula dari segi materi yang ia miliki tak heran dia pun jadi idola dari cewek-cewek di desanya bahkan daerah yang pernah ia kunjungi.
“Aku hanya kagum padanya.” ujar Doddy setelah menarik nafas dalam-dalam.
