Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

CPP - 3

Sepasang anak manusia berjalan menyusuri basement, setelah mobil terparkir. Menaiki lift menuju lobi utama apertemen.

“Hei, Pak. Apartemenmu bagus.” Elaina tertawa saat melintasi lobi yang luas.

“Hanya pinjaman,” jawab pria itu.

“Tapi, aku suka.” Elaina mengembangkan lengan, berjalan sempoyongan di depan pria itu. la tidak peduli mau dibawa ke mana dan ini tempat apa. Otaknya buram, jangan untuk berpikir untuk membuat langkahnya tetap tegap saja ia kepayahan.

Pria itu tersenyum. “Kamu suka?”

Elaina mengangguk. “Sangat!”

Seorang petugas keamanan menyapa pria itu dan menatap Elaina sekilas, tapi membiarkan mereka masuk ke dalam lift penghuni. Elaina berusaha merebut bir yang tersisa, berhasil mendapatkannya dan menandaskan isinya.

“Aah, enaak.”

Hanya mereka berdua saja yang berada di dalam lift itu. Pria itu tertawa geli tapi membiarkan Elaina mabuk sambil bernyanyi. Lift membuka di lantai 20, pria itu memapah Elaina keluar dan masuk ke dalam unit nomor 205. Saat pintu terbuka, Elaina memekik.

“Waah, apartemen yang bagus.” Elaina tertawa, menari di ruang tamu. Pria itu masuk dan Elaina kembali menabuste houderknya.

“Kamu keren.”

“Aku keren?”

“Sangat, rumahmu keren.”

“Rumah pinjaman.”

“Hehehe. Siapa namamu?”

“Alister.”

“Nama yang keren.”

Elaina menggumamkan kalimat-kalimat tidak jelas, melepaskan diri dari pelukan Alister dan kali ini bernyanyi dengan suaranya yang untungnya tidak sumbang. Lagu yang didendangkan adalah lagu patah hati. Elaina berteriak, menangis, dan memaki Fidell. Sengat tipikal Wanita yang sedang patah hati.

Alister meninggalkannya sendiri di ruang tamu. la masuk ke kamar untuk melepas kacamata dan berganti pakaian. Saat keluar, ia dibuat kaget dengan penampilan Elaina. Gadis itu membuka pakaiannya dan kini hanya memakai celana dalam serta buste houder.

“Apa aku kurang cantik?” Elaina kembali memeluk Alister, mengusapkan tubuhnya pada tubuh pria itu.

Alister menghela napas. “Kamu sangat cantik.”

“Aku kurang sexy?” tanya Elaina setengah merengek.

“Nggak, kamu sangat sexy.”

“Kalau begitu, aku kurang kaya.”

Elaina menarik leher Alister, mengusap labium dan berjinjit. “Ehm, bibirmu enak.” Mengecup perlahan.

la tidak tahu, keberanian macam apa yang didapatkannya sekarang, mengecup seorang pria yang tidak dikenalnya. Yang ia inginkan sekarang hanya melampiaskan perasaan kesal dan sedihnya. la terus mengecup, mendesak labium Alister hingga terbuka dan melumatnya perlahan.

Alister dengan perlahan mengusap pinggangnya, membiarkan Elaina melumat bibirnya. Meskipun hasratnya naik tapi ia harus menahan diri. Gadis yang sekarang berada di dalam pelukannya, sedang tidak sadar saat mencumbunya. la tidak boleh lepas kendali. Masalahnya, Elaina kini makin berani.

“Ayo, cium aku,” bisik gadis itu.

“Kamu mau dicium?” bisiknya.

“Iyaa, cium aku. Sampai lupa semua masalah.”

Alister tersenyum. “Melupakan masalah dengan ciuman? Boleh juga idemu.”

Elaina tidak menolak saat Alister meremas pinggangnya. la berjinjit, berusaha untuk melumat labium Alister dan memekik saat pria itu mengangkatnya dan membawanya ke sofa. Mereka berciuman semakin intens saat Elaina berada di atas tubuh Alister. la tidak peduli kalau pria itu menggerayanginya. la bahkan siap merelakan tubuhnya.

“Kamu hangat,” bisik Elaina dengan jemari mengusap dada Alister. “Dadamu kokoh, bahumu lebar, aku suka.” Tanpa ragu menggigit bahu Alister dan melihat pria itu terkesiap.

“Lebih enak kalau kita melakukannya dalam keadaan sadar, Elaina,” ucap Alister.

Elaina menggeleng. “Aku sudah enak sekarang. Ayo, kita ciuman lagi.”

Alister mengusap dagu Elaina dan mengecup bibirnya perlahan. Saat melihat gadis itu mendesah, ia mencoba untuk memagut dan tidak tahan untuk melumat karena respon Elaina yang mendamba. la menjulurkan lidah, mengusap lidah gadis itu. Mengulum labium atas dan bawah, dan membiarkan Elaina membalas ciumannya. Ia sedikit meringis saat Elaina mendesakkan tubuh di atas pangkuannya ke pangkal paha, kejantanannya menegang. Alister memaki dalam hati, berharap tidak lupa diri. Masalahnya adalah, dada Elaina sangat menggiurkan.

Terbungkus buste houder putih, dengan kulit yang basah karena keringat, Alister bisa melihat kalau dada itu sedang menegang. la membayangkan, bagaimana rasanya mengusap dada itu saat Elaina mengulurkan tangan ke belakang tubuh dan membuka ikatan buste houder. Dalam sekejap, benda itu meluncur turun ke lantai. Elaina tersenyum, kembali melumat labium Alister.

“Pak, sentuh aku,” bisik Elaina dengan suara serak.

“Sentuh di mana?” tanya Alister.

“Semuanya. Ayo, Pak!”

Alister ingin menolak saat Elaina membawa tangannya ke dada gadis itu. Namun, begitu jemarinya menyentuh permukaan kulit yang halus dengan ujung yang tegak menantang, ia lupa diri. la meremas lembut, Elaina menggigit labium. la mengusap ujung dada yang tegak, mendekatkan lidahnya. la menyapu cepat, kedua puncak dada yang menegang dan mendengar Elaina mendesah.

“Kenapa kamu ingin melakukan ini?” bisiknya serak.

Elaina menggeleng. “Mau saja.”

Tidak ada alasan sempurna yang bisa ditemukan, Elaina hanya ingin membuktikan kalau dirinya masih menarik bagi pria. Harga diri dan kepercayaan dirinya hancur karena Fidell. la merasa sangat tidak diinginkan, dan bersama pria tampan yang tidak dikenanya, hanya ingin membuktikan kalau dirinya cukup menggoda.

Alister mendekatkan bibirnya ke dada, melakukan apa yang sejak tadi ada dalam pikirannya dan mendengar Elaina terengah makin keras. Jemari gadis itu mengusap rambut dan membenamkan kepalanya di antara belahan dadanya. Erangan, desahan, dan suara-suara khas lainnya terdengar keras di ruang tamu.

Elaina merasa tubuhnya terbakar gairah, mendesakkan area intimnya ke pangkal paha Alister. la memejam dan menggigit labium, merasakan pria itu sedang memberikan kesenangan di bagian atas tubuhnya. Rasanya sungguh aneh, tapi menyenangkan. la mengusap dada Alister, berusaha membuka kaosnya dan saat benda itu berhasil dipisahkan dari Alister, Elaina memekik.

“Wow, banyak bulu,” desahnya tidak jelas.

Mengusap bulu-bulu halus di dada Alister, merata hingga nyaris ke perut. la membelai, menyukai sensasi di antara jarinya. Menemukan puncak dada yang menegak, ia membelai dan membuat bagian tubuh itu makin keras. Mengeluarkan segala keberanian, ia menunduk dan memberikan perlakuan yang sama seperti yang Alister lakukan. Tidak hanya itu, berusaha mengisapnya seperti yang dilakukan Alister padanya.

“Elaina, kamu sedang apa?” tanya Alister dengan suara parau.

“Melakukan hal yang sama,” jawab Elaina.

Bibirnya terus mengisap dan tangannya mengusap dada. Selesai melakukan itu, ia menegakkan tubuh dan kembali melumat labium Alister.

Alister memaki dalam hati, tidak dapat menahan hasrat yang bergolak. la pria normal, ada seorang gadis setengah telanjang yang sedang mencumbunya, tidak heran kalau gairahnya terpancing. la mengangkat Elaina dari atas tubuhnya, membaringkannya ke sofa dan dengan cepat melucuti celana dalamnya. Gadis itu tidak menolak, berbaring di sofa dengan mata tersaput gairah. Satu tangannya secara refleks menutupi area intim yang terbuka.

“Pak, mau apa?” tanya Elaina.

Alister tersenyum. “Kamu maunya apa, Elaina?”

Elaina menggigit labium, Menggeleng keras. “Aku nggak tahu.”

Alister mengangkat tangan gadis itu dari area pribadi dan telunjuknya mengusap permukaannnya. “Bagaimana kalau begini? Kamu suka?”

Elaina terbelalak tapi mengangguk. “lya, Pak.”

“Begini?” Kali ini Alister mendekat, mengusap dengan dua jari dan gadis itu lagi-lagi mengangguk.

Alister menahan senyum, karena napasnya pun memburu. la mengusap mahkota Elaina, dengan lembut dan perlahan. Jarinya bergerak memutar, sedikit coba-coba berusaha untuk masuk dan Elaina menjepitnya.

“Buka pahamu,” perintahnya.

Gadis itu menurutinya. Membuka paha lebih lebar dan ia berusaha memasukkan satu jari ke sana. Saat melihat apa yang dilakukannya membuat Elaina terbelalak, ia mengubah posisi.

“Siapkan dirimu, boleh berteriak kalau kamu mau. Bebas Elaina.”

Awalnya Elaina tidak tahu, kenapa harus berteriak tapi saat Alister memosisikan dirinya di tengah lalu menunduk untuk memberikan sensasi lain di bawah tubuhnya, ia menegang. Satu kecupan, berubah menjadi ciuman dan lidah pria itu mendadak menyapunya. Elaina terengah, baru pertama kali merasakan sensasi seperti ini. Tidak menyangka kalau lidah bisa demikian dahsyat di tubuhnya.

“Aah.”

Suaranya terdengar berat, ia berusaha menjepit kepala Alister tapi tangan pria itu menahan pahanya untuk tetap membuka. Berbagai perasaan menghantam Elaina, campuran antara gairah dan juga menginginkan. la tidak peduli dengan apa pun lagi, siap memberikan seluruh tubuhnya pada Alister.

Mendesah, mengerang, dan pahanya basah bukan hanya oleh keringat tapi juga cairah dari dalam tubuhnya. Saat Alister mengangkat kepalanya, ia tersengal. Matanya buram dan tubuhnya lemas karena gairah.

“Kamu hangat,” bisik Alister sambil mengusap bibirnya dengan punggung tangan.

Elaina tersenyum, mengangkat tangan untuk mengusap wajah Alister. “Kamu lihai, membuat tubuhku berdebar-debar.”

“Kamu menyukainya?”

“Sangat. Tapi, sekarang aku mengantuk.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel