Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

CPP - 4

“Kamu menyukainya?”

“Sangat. Tapi, sekarang aku mengantuk.”

Setelah membuat Elaina terbang, Alister ditinggalkan begitu saja menggantung. Masih dalam pengaruh Vodka Martini-nya, Elaina menyudahi sesi panasnya dengan Alister seolah mereka baru saja memainkan permainan poker.

Elaina melepaskan tangannya dari wajah Alister, meringkuk di sofa dan tak lama mendengkur halus. Masih dalam keadaan telanjang. Alister menghela napas lega, menatap gadis yang kini tertidur pulas. Gairahnya menguap seketika. Dengan perlahan ia mengangkat tubuh Elaina dan membawanya ke atas ranjang. Menyelimutinya dan mematikan lampu.

Alister melihat jam di tangan dan mengernyit saat menyadari kalau waktu ternyata mendekati tengah malam. Meraih ponsel di atas meja dan melihat ada banyak pesan masuk serta panggilan telepon dari beberapa orang. la mengabaikan mereka, hingga satu panggilan kembali datang. la menerimanya kali ini.

“Ya.”

“Pestanya sudah selesai, Tuan.”

“Mereka sudah pergi?”

“Sudah, hanya tersisa para tamu undangan yang mabuk dan pekerja.”

“Baiklah. Kamu boleh kembali.” Alister teringat sesuatu.

“Tunggu, bisakah kamu membantuku mencari sepatu warna kuning keemasan?”

“Sepatu, Tuan?”

“lya, bagian kanan. Kamu coba cari di sekitar pelaminan, mungkin ada di sana.”

“Siap Tuan.”

Selesai menelepon, Alister bergegas ke kamar mandi. Saat menyiram tubuh dengan air, tanpa sadar ia tersenyum. Mengingat bagaimana dirinya mencumbu Elaina. Sebenarnya, ia bukan tipe pria yang mudah bermain cinta dengan sembarang wanita, tapi Elaina berbeda. Alister adalah pria dingin yang sangat membatasi dirinya dengan Wanita, hanya Wanita-wanita yang dia mau yang dapat berdekatan dengannya.

Dari awal bertemu, ia sudah tertarik dengan gadis itu dan kini tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bersamanya. Yang perlu dilakukannya sekarang adalah membuat Elaina sadar, kalau mereka bertemu memang untuk bersatu. Semoga saja gadis itu tidak lari, saat tahu siapa dirinya yang sesungguhnya.

Selesai mandi, ia memesan makanan. Menoleh sebentar ke arah Elaina yang terlelap. Sepertinya gadis itu tidak akan bangun malam ini. Mendengar dari suara dengkurannya, paling tidak esok gadis itu akan bangun dalam keadaan linglung. Ia memutuskan memesan makan malam dan sarapan untuk besok dari restoran apartemen, tentunya dengan menu tambahan soup pereda pengar. Alister sedikit bertanya dalam hati berapa banyak Vodka Martini yang sudah masuk ke lambung Elaina.

Saat di ruang tamu, pandangannya tertuju pada gaun yang tergeletak di lantai. la memungut dan mengamatinya. Bukan jenis gaun mahal yang limited edition, namun juga bukan gaun murah yang dipakai sehari-hari. Apakah Elaina sengaja memakainya untuk datang ke pesta?

Meraih buste houder dan celana dalam gadis itu, ia membawanya ke kamar. Untuk berjaga-jaga kalau Elaina mencarinya. Bisa dipastikan jika gadis itu terbangun dan sadar keadaanya yang tanpa busana, maka kedua benda itulah yang pasti dicari keberadaannya.

Selesai menuntaskan makan malamnya, ia berkutat dengan pekerjaan di ruang kerja. Melakukannya hingga melewati tengah malam, sebelum akhirnya merebahkan diri disamping Elaina. la menatap gadis yang sedang pulas. Yang terlihat hanya bagian rambut dan wajah, selebihnya tertutup selimut. Jemarinya mengusap pipi dan labium Elaina. Tersenyum simpul.

“Harusnya, kamu tidak mambiarkan alkohol menguasaimu dan mengendorkan kewaspadaanmu, Elaina, Kenapa bodoh sekali? Apa patah hati membuatmu jadi linglung? Pastikan ini adalah terakhir kalinya kamu mabuk karena patah hati! Semoga saja, hanya sama aku kamu begini.”

Setelah itu, ia mulai terlelap. Jatuh dalam bayang kelelahan dengan tangan berada di kepala Elaina.



Elaina mengerang, tubuhnya terasa pegal-pegal. la tidak tahu apa yang dilakukannya tadi malam, sampai sekujur tubuhnya nyeri. Bisa jadi karena kerja yang terlalu lama, dan akhirnya membuatnya kelelahan. Tanpa sadar ia tersenyum, masih dengan mata tertutup. Menarik selimut untuk menutupi tubuh, mengirup aroma dari kain linen dan membuka mata. Ini bukan aroma parfumnya. Menatap langit-langit kamar, jendela, dan menyadari kalau tidak tidur di kamarnya sendiri.

Saat itulah ia mendapati ada sosok lain di dalam kamar. Elaina menatap bingung pada punggung telanjang seorang pria, yang berdiri menghadap jendela. Pria itu tidak menyadari kalau dirinya sudah bangun. Siapa dia? Kenapa ada di kamar yang sama dengannya?

la berusaha duduk dan merasa kalau kepalanya sangat nyeri dan perutnya mual. Menggelengkan kepala, ia mengingat tentang sebotol minuman dan juga bir yang ditenggaknya tadi malam. Semua alkohol itu membuatnya lupa diri, dan tidak menyadari apa yang selanjutnya terjadi. Hal terakhir yang ia ingat hanyalah dendamnya kepada Fidell, sang mantan tunangan yang telah mengkhianatinya.

la menutup mulut, menahan mual. Sepertinya pengaruh Vodka Martini belum sepenuhnya hilang. la meraba selimut, dan menyadari tubuhnya telanjang. Rasa panik menyerangnya hingga tanpa sadar mendesah. Matanya mengelilingi seluruh penjuru kamar, mencoba mencari keberadaan pakaiannya.

Pria itu menoleh, membalikkan tubuh dan tersenyum. “Selamat pagi, Elaina. Apa tidurmu nyenyak?”

Elaina menelan ludah, duduk dengan segera dan memekik saat selimutnya melorot, menunjukkan bagian atas tubuhnya yang telanjang. Buru-buru ditariknya ujung selimut ke atas untuk menutup bagian atas tubuhnya yang terekspos. Meskipun itu sia-sia, karena mengingat dirinya yang tanpa busana bisa dipastikan mereka telah melewati sesuatu malam tadi.

“Di-di mana ini? Siapa kamu?” tanya terbata. Suaranya sarat dengan rasa takut.

“Ckckck, bisa-bisanya kamu lupa, Elaina. Padahal, baru tadi malam kita bercinta dengan penuh gairah.”

Melihat Elaina melongo, Alister menahan senyum. Ternyata gadis di depannya ini memang sangat menggemaskan, baik saat mabuk atau saat sadar. Mendekat ke ranjang, mengusap bahu dan dagu Elaina. la mengabaikan rasa enggan gadis itu.

“Kenapa? Takut?”

Elaina mengangguk, dan menggigit labiumnya. Pria yang bertelanjang dada itu, kini tersenyum dan mendekatkan wajahnya.

“Jangan jahat Elaina. Jangan melupakanku setelah kamu mendapatkan tubuhku.”

Elaina memucat. “Apaa?”

“Padahal, kita bercumbu dengan sangat liar.”

“Bohong!”

Elaina terbelalak, berteriak keras dan ingin menyangkal. Namun, perutnya bergolak tidak nyaman. la menyingkirkan tubuh pria itu, terburu-buru berlari ke toilet dan tidak menyadari kalau dirinya sedang dalam keadaan telanjang. Menunduk di atas toilet, ia memuntahkan seluruh isi perut. Tidak ada makanan, kecuali cairan yang pahit.

Selesai semua, ia bangkit dan berdiri di depan wastafel, menatap tubuhnya yang telanjang. Mengernyit saat melihat leher dan bahunya kemerahan. la mengusap dengan tangan dan ingatan tentang apa yang dilakukannya tadi malam, kembali menguar.

la menjerit, menyadari tentang dirinya yang binal. Ingin dicium dan dicumbu pria yang tidak dikenalnya. Pantas saja dirinya telanjang. Menyadari kalau keadaan sedikit parah yang dari yang dipikirkannya. Elaina menenangkan diri. Membuka pancuran air dan mandi. la perlu keluar dalam keadaan bersih sebelum bicara dengan pria itu.

Selesai bersabun dan keramas, Elaina menyadari tidak membawa pakaian ganti. Berdiri bingung di dekat pintu, memikirkan cara untuk meminta tolong pada pria itu. Ujung matanya menangkap tumpukan handuk di atas rak. la mengambil salah satu dan membalut tubuhnya. Hanya menutupi bagian dada sampai paha. Tidak masalah, yang terpenting dirinya tidak telanjang.

Menghela napas panjang, ia membuka pintu kamar mandi. Pria itu berdiri di dekat ranjang dan saat melihatnya, menghampiri sambil tersenyum.

“Elaina, segar sekali kamu habis mandi.”

Sebelum Elaina sempat menjawab, Alister menyambar tubuhnya dan melumat bibirnya. Elaina terpana, sampai lupa untuk bicara.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel