Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 18

pov Lira

Selesai nyuapin suami, gue duduk disofa sambil mabar bareng Duta, Adam dan Sean. Hari ini Wuri nggak bolos, jadi nggak bisa ngikut mabar. Tapi, mabar kali ini nggak ada hukumannya. Kita cuma main biasa.

Tiga jam, bukan waktu yang singkat. Sampai gue ngerasa jenuh. Gue hentiin game yang gue mainin. Gue lirik Remon sebentar. Dia fokus banget kerjanya. Ganteng kalo lagi anteng kek gitu. Gue senyum sendiri, tapi segera gue sadar, lalu memukul kepala sendiri.

Iissh, mikir apa sih, bisa-bisanya merhatiin dia kek gini. Jangan sampai gue cinta sama manusia model setan begitu.

"Yank, jenuh nggak?"

"Eh," pertanyaan Remon nyadarin lamunan gue. "Ii—iya, gue jenuh."

Dia tutup laptopnya. "Jalan, yuk." Langsung beranjak dan dekatin gue.

"Kemana?"

Tangan gue ditarik. "Kamana aja, yang penting sama elo." ucapnya tanpa liat gue.

Kita keluar dari ruangan dengan bergandengan tangan. Keliatan romantis, tapi sumpah gue malu banget karna jadi pusat perhatian.

"Fan, sampaiin ke Kristan, gue pergi. Berkas buat besok udah gue kelarin." Dia ngomong sama Fani.

"Siiyaap, boss!" ucap Fani sambil senyum.

Remon tarik tangan gue buat keluar dari kantornya. Bukain pintu mobil dan nyuruh gue masuk.

"Tapi, gue bawa motor."

"Biar ntar Kristan yang antar pulang." Dia nutup pintu dan jalan berputar. Masuk dan duduk dikursi kemudi. "Pengen jalan kemana?"

Gue diem, berpikir sejenak. "Ke road race, yuk. Ntar jam lima ada balapan disana. Hiko, salah satu idola gue ikutan main."

"Hah?" dia keliatan terkejut dengan ajakan gue.

Gue mempoutkan bibir. "Yah ... Elo nggak mau ya?"

Remon hembusin nafas panjang. "Iya, kita kesana." suara yang kedengar terpaksa. Tapi gue sih cuek. Senyum langsung ngembang dibibir gue.

**

pov author

Suasana di road race sudah amat sangat ramai. Maklum lah, penggemar Hiko dan Stev, dua orang yang selalu menduduki peringkat atas itu mempunyai daya pesona yang luar biasa.

Remon yang baru pertama kali datang ketempat seperti ini, jelas merasa sangat tak nyaman. Ia tak begitu menyukai keramaian yang berbau brandal seperti ini.

Beda dengan Lira yang saat masih didalam mobil udah jejingkrakan saking senengnya bakalan ketemu sang idola.

Gue baru tau, cewek yang gue nikahi ternyata model brandal begini. Huufftt ... emang beda dari yang lain dia. Batin Remon.

Remon narik tangan Lira saat mau buka pintu mobil. Mata mereka beradu. Seakan Lira bertanya lewat tatapannya. Kenapa?

"Elo nggak boleh jauh dari gue. Tetap jalan disamping gue." ucap Remon yang bermakna perintah.

"Iya, iya." Lira mulai buka pintu mobilnya dan keluar.

Dengan sigap Remon genggam tangan Lira erat. Ia nggak akan biarin bininya jauh darinya. Lira hanya nurut. Mereka duduk di kursi tengah. Sekitar sepuluh menit lagi balapan akan dimulai.

Remon tak henti merhatiin istrinya yang senyum terus sejak turun dari mobil tadi. Sungguh dia terlihat begitu bahagia.

"Elo suka balapan, ya?" tanyanya yang emang penasaran.

Lira ngangguk mantap. "Suka banget. Gue sering balapan." Jawabnya tanpa noleh ke Remon.

"Apa?!" Remon sangat terkejut mendengar pengakuan Lira.

"Kenapa elo kaget gitu? Udah biasa buat gue. Selama balapan, gue belom pernah kalah. Sekalipun itu sama Duta, Bian dan yang lainnya. Santuy aja, gue jagoan tauk." Lira nabok bahu Remon.

Remon masih diam dengan keterkejutannya. Nggak pernah nyangka punya bini kek gini. Pantesan dia bar bar banget. Bahkan diatas ranjang juga gitu. Gimana cara memulai malam pertamanya kalo kek gini? Bisa-bisa gue k.o sebelum pemanasan. Berkali-kali Remon nepuk jidatnya sendiri.

"Aaaaa Hiko! Hikooo!" Mulai terdengar suara riuh para penonton termasuk Lira yang ikut sorak-sorak karna Hiko sang idola mulai memasuki lapangan balap.

Remon nutup telinga kencang-kencang. "Gila, bisa budeg kalo kek gini. Apa yang mereka idolaiin sih? Tampang juga pas-pasan gitu. Gantengan juga gue kemana-mana." Remon ngedumel sendiri.

"Re, gue kedepan, ya. Nggak seru nih, liat di belakang gini." Lira gendolin lengan Remon minta ijin.

"Nggak boleh, yank. Di sini aja, disana bahaya."

"Apanya yang bahaya sih, kan cuma liat. Kita nggak adu jotos." Lira mulai kesal, keliatan manyun.

"Nurut aja, yank. Gue nggak mau lo kenapa-napa. Stay by my side." Remon natap Lira tajam.

Nggak tau kenapa, Lira nurut banget sama Remon. Apa lagi dengan tatapan Remon yang tajam seperti ini. Ia nggak bisa jawab apa pun. Nurut dan diam disamping suaminya.

Lira kembali menikmati jalan hitam area balap. Matanya terus ngikuti motor milik Hiko yang bernomor 7.

Ditengah keseriusan Lira yang jejingkrak kesenengan, ada seorang cowok yang cukup mencurigakan berdiri di samping Lira. Remon langsung waspada.

"Yank, elo bawa dompet?" dia berbisik tepat ditelinga Lira.

"Bawa, kenapa?"

"Biar gue yang bawa, sekalian hape elo." Remon udah nengadahin tangan.

"Emang kenapa?" Lira masih nggak ngerti.

"Di tas gue akan lebih aman." Remon nunjukin tas yang ditaruh didepan dada.

Tanpa mikir lagi, Lira ambil hape dan dompet. Ia serahkan ke Remon. Dengan cepat si cowok mencurigakan itu merebut hape dari tangan Lira sebelum jatuh ke tangan Remon, lalu berlari menjauh.

"Anjing, hape gue!" Lira langsung lari ngejar pencopet itu.

"Lira!" Lira udah nggak dengerin teriakan Remon. Remon ikutan lari ngejar Lira.

Lira mengejar copet itu sampai disebuah tempat yang sepertinya bangunan baru. Di sana kosong, tak ada perabotan apapun, dan cukup sepi. Copet itu berhenti disana.

"Wooii, balikin hape gue!" teriak Lira tanpa takut sedikitpun.

Si copet menyeringai. "Besar juga, ya, nyali elo."

Plok! Plok! Plok!

Si cowok itu tepuk tangan, muncullah sekitar 7 lelaki rombongan para pencopet.

Lira yang hanya sendirian mulai merasa ciut nyali.

Shit! gue kejebak. Umpat lira dalam hati.

"Nggak nyangka ya, kalian para pengecut! Udah nyopet, beraninya keroyokan! Anjing!"

"Duh, elo cantik-cantik galak juga, ya."

"Nggak usah banyak bacot lo, ya! Maju sini!" Tantang Lira yang masih biasa saja.

Akhirnya salah seorang maju menyerang Lira. Bhuk ... Bhukk ... Bhuuk .... Lira berhasil mengalahkan cowok itu.

"Sialan! Kemampuan lo lumayan juga ya," ucap yang satu nya lagi.

Dia pun maju, disusul dua orang lagi. Sekarang Lira lawan 3 pria.

Bhuk ... Bhukk ... Bhuuk ....

Dua orang pria berhasil tersungkur, Bhuukk .... giliran Lira kena pukulan di bagian bahu. Lira tersungkur, tapi masih sanggup untuk bangun. Ia mulai merasa kram di lengan tangannya yang masih sakit karna luka malam itu.

Duuhh, tangan gue sakitnya nggak tepat waktu banget sih. Gumamnya dalam hati.

Seseorang dari mereka mengetahui jika lengan Lira adalah bagian terlemahnya saat ini.

"Serang dilengan kanannya, dia punya luka dibagian lengan." Perintah pria itu.

Benar saja, tanpa menunggu lagi, seorang pria memukul lengan kanan Lira dengan sebongkok kayu.

Bhuuk!

"Aaa!" teriak Lira, seketika pingsan karna kepalanya kejeduk sisi tembok.

"Wooi! Bangsad! Beraninya sama cewek!" Remon langsung kalap saat melihat Lira pingsan.

Dia menghabisi semua pencopet itu dengan emosinya. Setelah semuanya kalah dan kabur, dia menggendong Lira menuju mobil. Langsung tancap gas ke rumah sakit.

**

"Gimana keadaannya, dok?" Tanya Remon penuh kekhawatiran.

"Tangannya retak, mas, dan ada sedikit jahitan di bagian bahu. Untuk sementara, jangan dipakai untuk gerak dulu." jelas Dokter.

"Baik, dok, akan saya usahakan."

"Ini siapanya mas Remon?"

"Saya suaminya." jawab Remon.

"Oh, kalian pasangan muda, masih sangat muda. Baru lulus sekolah ya?"

Remon tersenyum. "Iya."

"Ya sudah, saya permisi ya."

"Iya, makasih, dok."

Dokterpun pergi meninggalkan ruangan Lira. Remon segera duduk disamping istrinya. Mengamati wajah istrinya yang ada beberapa luka memar. Perlahan Remon mengelus bekas memar di sebelah bibir Lira.

"Baru juga dua hari yang lalu lo dapat memar gini, sekarang udah dapat lagi. Ppck, dasar brandal."

"Eghh ...." Lira mulai menggerang kesakitan. Tapi matanya masih terpejam.

Remon segera beranjak, "Yang, elo kenapa?"

Perlahan matanya mulai terbuka. Dia menatap suaminya. "Hape gue mana, Re."

"Anjir emang! Baru juga sadar udah nanyai hape. Hape sama lengan lo pentingan mana?" Remon yang tadinya mau manjain Lira, malah jadi nyolot.

"Dibsana tuh ada fotonya Hiko. Tadi gue ngambil fotonya pas lagi senyum. Ganteng banget, hape gue mana?!" Nge gas dengan suara seraknya.

Huufftt ... Remon membuang nafas kesalnya. Aseli gue pengen ngebogem kepala elo, Yank! Kok bisa sih, otak lo gesreh banget!

"Hape lo dibawa kabur sama pencopet tadi." Asal jawab aja. Remon udah sebel sama Lira yang ngomongin si Hiko mulu.

"Bukannya elo tadi nolongin gue, kan?! kok bisa hape gue nggak lo ambil?!" dianya bisa nge gas. Artinya udah pulih.

"Pencopetnya kabur."

"Elo nggak kejar?"

"Enggak." Remon mulai manyun.

"Duuh, gimana sih lo. Gue nggak jadi punya fotonya Hiko yang asli. Coba tadi gue duduk di deretan paling depan, pasti gue bisa, kan, foto sama dia. Atau mungkin gue malah bisa kenalan sama dia. Pasti bahagia banget. Iish, udah duduk di belakang, kecopetan, masuk rumah sakit. Malang banget nasib gue." Lira ngomel terus.

Remon yang jenuh sama omelan Lira, mulai nyalain hapenya dan kirim chat ke Kristan.

Remon

[Bawain cap cay seafood sama jus apel dua porsi. Kirim ke rumah sakit biasa.]

Langsung send dan centang dua. Nunggu lima menit, balasan dari Kristan masuk.

Kristan

[Siapa yang sakit?]

Remon

[bini gue]

Kristan

[Motornya udah gue taruh di garasi rumah elo]

Remon

[iya. buruan makanannya, gue laper]

Kristan

[iya, bawel kaya' emak-emak!!]

Bhuuk!

Lira ninju lengan Remon.

"Astagfirlloh, yank, elo kenapa sih? udah mulai kdrt lagi deh."

"Elo dengerin gue ngomong nggak sih?" nge gas lagi.

"Iya denger. Dari tadi juga kuping gue disini, kan." Padahal Remon nggak denger si Lira ngomong apaan.

"Yaudah, ayok." Lira udah bangun. "Ini tangan gue kenapa di balut kek gini, Re? Mirip mummy deh, copotin dong." Lira mulai narik-narik kain kasa pembungkus tangannya.

"Jangan gila deh." Remon tarik tangan kiri Lira. "Itu tangan lo retak, biarin kek gitu sampai seminggu. Baru bisa lo lepas dengan bebas."

"Alah, nggak perlu diginiin juga besok sembuh sendiri."

"Jangan ngeyel, yank."

"Tapi gue nggak nyaman kalo kek gini."

Remon pegang kedua pipi Lira, hingga Lira menghadap ke wajah Remon. "Semua berawal dari nggak nyaman, tapi lama-lama akan terasa kenyamanannya."

"Di copot aja ya, Re," Lira mengerucutkan bibirnya.

Remon yang melihat bibir sexy istrinya, merasa sangat gemas. "Elo minta cium, ya?"

Lira melotot kaget dengar ucapan suami. Tangannya berusaha nepis dan jauhin wajahnya dari Remon, tapi dia kalah kuat.

"Lo apaan sih! Gue bogem kalo sampe lo lakuin itu!"

Ceklek!

Pintu kamar dibuka, terlihat Kristan diambang pintu. Kristan yang liat adegan Remon, masa bodo. Karna itu udah biasa buat Kristan.

"Terserah ya, kalian mau ciuman atau mau ngapain. Gue nggak peduli. Gue kesini mau anterin makanan dan langsung pulang," ucap Kristan sambil naruh dua bungkus makanan di pojok ranjang dan kembali keluar kamar.

Cuupp!!

Remon mencium bibir Lira sekilas. Langsung dilepaskan wajah Lira dan ....

"Dugoonggg!!"

Bhuk ... Bhuuk ... Bhukk .... Teriak Lira sambil memukuli Remon.

"Berani lo ya, cium gue! Itu firstkiss gue! Gue jaga buat orang yang paling gue sayang. Elo mesum! Elo nyebeli! Elo setan! Balikin firstkiss gue dugong! Elo jahat! Gue benci elo!" Lira ngomel teriak-teriak nggak ada hentinya. Beruntung ini rumah sakit keluarga Remon, jadi nggak ada yang akan peduli dengan keramaian di kamar VIP ini.

Setengah jam Lira ngomelin Remon yang hanya diam mendengarkan tanpa membalas sepatah katapun. Eh, nggak tau juga sih, ia dengerin apa nggak. Yang jelas wajahnya santai. Malah keukir senyum beberapa kali.

"Udah ngomelnya?" tanya Remon saat Lira mulai berhenti teriak. "Lapar nggak?"

"Iya, gue lapar." Lira ngelus perutnya.

Remon meraih kantong plastik berisi makanan yang dibawain Kristan tadi.

"Gue suapin, ya."

Lira nurut, karna tangan kanannya tak boleh banyak gerak. Akhirnya pasutri ini akur saat makan. Dengan telaten Remon ngelap mulut Lira yang belepotan.

"Udah kenyang, kan? sekarang elo tidur." Remon bantu Lira rebahan dan menyelimutinya.

"Re, elo bobok mana?"

"Itu," Remon nunjuk sofa yang ada diruangan.

"Ouw," Kaya' lega tapi ada yang nggak rela. Sejujurnya dia pengen malam ini Remon bobok disebelahnya, tapi itu nggak mungkin, karna tangan Lira lagi sakit.

Malam ini Remon nemenin Lira nginep di rumah sakit. Karna Lira belum boleh pulang. Dia baru bisa pulang esok hari.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel