Bab 14
Prakk!
Gue jingkat kaget. Sebuah nampan berisi makanan jatuh dilantai.
"Mama, Papa." kaget banget. Papa sama Mama berdiri didepan pintu.
Mata mereka berdua membulat sempurna. Gue pun sama.
Mampus! Mampus!
Gue ketangkap lagi. Nggak bakalan bisa nolak pernikahan ini.
**
"Jadi, semalam kalian berdua tidur bareng lagi?" tanya Papa.
Saat ini kita sedang kumpul di ruang tamu rumah Remon. Gue, Remon, Papa sama mama.
"Iya." jawab Remon singkat. Wajah Remon pun masih mirip bantal.
"Tapi kita nggak ngapa-ngapain, Pa. Suer," gue acungin tiga jari ke atas.
"kamu mau belajar bohong, Lir?" tanya mama.
"Lira nggak bohong, ma. Semalam kita cuma bobok. Nggak ngapa-ngapain kok. Beneran."
"Tapi semalam kamu bilang mau nginep dirumah Wuri. Kok jadi nginepnya dirumah Remon?"
"Kemarin aku emang dirumah Wuri, ma. Tapi Remon jemput aku, dan kita pulang bareng. Pas aku mau masuk, pintunya dikunci. Aku lupa kalo mama nginep dirumah grandma." jelas gue.
"Sama aja, Lir, kamu mau jelasin kaya' apa pun. Kamu tetep bobok dirumah seorang lelaki yang bukan keluarga kamu. Dan kalian bobok satu kamar." tegas Papa.
Duh kalo Papa dah ngomong, gue nggak berani jawab. Gue nunduk, nggak berani natap papa.
"Kamu itu anak gadis, Lira. Harusnya bisa jaga diri dong."
"Maafin Lira, pa. Setelah ini, Lira janji nggak akan ulangi, pa."
"Terlambat, Lir. Secepatnya papa akan minta keluarganya Remon buat nikahin kalian."
"Papa,"
**
Senin pagi
Gue kesekolah bareng sama Linxi karna motor gue masih di rumah Wuri.
"Lin, pulangnya gue nebeng lagi, ya."
"Bareng Remon aja. Gue mau jemput mbak Citra." jawabnya dengan fokus nyetir.
"Yaela, tiap hari juga elo ngapeli dia, kan."
"Apa salahnya. Dia kan pacar gue."
"Astaga Linxi. Otak lo perlu gue bogem ya! Dia udah jadi istri orang, bego!"
"Gue anggap belum. Dia cuma punya gue."
Gue tepuk jidat. Nggak ngerti lagi deh sama saudara tercinta gue. Cinta udah butain hati dan matanya.
"Serah deh."
Beberapa menit kemudian, kita udah sampai di parkiran sekolah. Gue langsung turun dan jalan berdampingan bareng Linxi.
Banyak mata natap kita. Terutama cewek-cewek yang selalu ke centilan natap Linxi. Duhh, coba aja mereka tau, kalo Linxi penggemar bini orang. Mungkin mereka udah nggak akan lagi mengagungkan Linxi.
Sreet!
Seseorang narik tangan gue.
"Aaw ...." gue teriak. Linxi pun hentiin langkahnya.
Adam nyengenges sambil natap Linxi. "Sorry, gue pengen bikin Lira terkejut aja."
"Gue bukan cuma terkejut, anjir! Jantung gue hampir copot." Gue ngomel.
Linxi nggak peduliin. Dia kembali jalan menuju kelasnya. Karna dia tau, Adam bukan orang yang berbahaya buat gue.
"Iya, sorry deh. Jam pertama pak Zainal ngajar di kelas 11 IPS3 kan?"
"Iya." Gue udah males. pasti mau ngomongin hukuman waktu gue kalah mabar kemaren.
"Ok, kita ntar kekelas lo."
"Iiisshh," desis gue.
Adam dorong gue. "Udah, kekelas sono."
Hampir aja gue oleng karna dorongan dia. "Emang bangsad lo ya!"
Gue kembali langkahin kaki menuju ke kelas. Langsung duduk ditempat biasa. Kepikiran, ntar harus mempermalukan diri didepan kelas. Aarrgg sebel gue. Ini idenya si Sean tuh. Bikin ide gila kek gini.
"Wooii, Liir!" Yuni masuk kelas, disusul Wuri dan Dira.
"Bacotnya! nggak perlu teriak. Gue juga denger, anjir!"
"Eh, jangan lupa lho, ya? Ntar jam pertama ada adegan Lira vs pak Zainal." si Wuri ngomong. Karna dia juga ikutan mabar.
"Iya bangsad! Nggak usah keras-keras ngomongnya. Mulut kaya' toa aja." Gue tabok lengannya Wuri.
"Ada apaan sih, Wur?" Dira kepo.
"Kita liat aja ntar, Lira mau bacain puisi romantis." ucap Wuri.
"Kok puisi? Pak Zainal kan ngajar matematika. Kenapa jadi puisi?"
**
"Pak, saya cinta sama bapak. Bapak mau kan jadi pacar saya? Cantikan saya, pak, dari pada Bu Fitri. Bapak sama saya saja. Saya masih muda, cantik, pinter."
Depan kelas 11 IPS1 sangat ramai karna ada tontonan. Yaitu, Lira yang mengungkapkan perasaannya sama pak Zainal guru matematika kelas 11, serta guru BK. Inilah hukuman kalah mabar kemarin.
"Lira! Kamu nggak ada kapoknya ya bikin ulah!!" pak Zainal mulai marah.
"Lho, bapak gimana sih? saya kan cuma ngungkapin perasaan. Kok marah? Apa salah saya?"
"Kamu itu murid saya!" Masih nge gas.
"Iya, tau, pak. Apa salahnya saya cinta sama bapak? Bapak kan ganteng."
"Liraaaa! Sekarang bersihkan toilet yang di belakang kelas 12 itu! Semuanya!" Teriak pak Zainal.
"Ini cinta saya diterima nggak, pak?" Gue sih nggak kaget kalo cuma bersihin toilet. Itu juga seminggu sekali gue yang disuruh bersihin.
"Masih berani ngomong?! Kamu mau saya kasih SP yang ke empat?!"
"Nggak ,pak. Tapi cinta saya diterima kan, pak?"
"LLIIIRRAAA!!!!"
Gue ngibrit lari menuju toilet belakang kelas 12. Ngambil alat pembersih dan mulai dari bilik paling ujung.
"Aahhh ... Aahhh"
Pas gue fokus nuangin cairan buat bersihin kloset, gue dengar suara cewek. Ini pertama kali gue denger suara kek gini. Gue tempelin telinga dipintu bilik samping.
"Aahhh ... Pelan-pelan, sayang." Desahnya lagi.
Duuhh, kok gue jadi penasaran banget, ya. Ini dia didalam nggak cuma sendirian kan? pasti ada lawan ngomongnya. Terus berdua di bilik kecil begini, mereka ngapain coba? Gue penasaran, sumpah penasaran pake bangeett. Apa gue dobrak aja ya pintunya? Gue punya ide.
Keluar dari bilik, lalu tempelin telinga ke pintu. Terdengar suara aneh, mirip jari yang dimainkan didalam botol berisi air.
"Aahhh ... Aahh, sayang ... Aahh ... Ini mau ke ... keluar ... Aaahhh ....”
Anjir! Kok gue ikutan ngilu gini siihh. Bangsad! Mereka ngapain ya? otak gue nggak bisa berenti mikirin kegiatan orang yang ada disamping.
"Mau di masukin nggak?" lanjut suara si cewek.
"Bentar lagi pak Lukman masuk kelas gue. Besok aja kita mainnya." Ini suara seorang cowok.
Ini mereka berdua cowok cewek dalam satu bilik. Sengaja gue tetap stay di luar bilik, tepat di samping pintu mereka berdua. Karna gue pengen tau, siapa yang ada didalam. Gue Lira, nggak takut sama apapun selama gue nggak salah.
Ceklek!
Suara kunci pintu di lorot. Seorang pria keluar dari bilik itu.
"Setann!" Teriaknya dengan sangat terkejut saat liat gue ada disana juga.
"Kenapa, yank?" Si cewek keluar.
Mata gue melotot, liat dua pasangan yang habis ngelakuin ... apa lah nggak tau namanya. Yang jelas mereka ini sedang mesum.
"Bangsad, lo ya, baru aja mesum terus ngatain gue setan!" gue ngomel sama si Pandu. ketua kelas di kelas gue.
Dan cewek ini Sarah. Kakak kelas yang udah labrak gue di kantin kemarin. Matanya melototin gue.
"Elo ngapain ngintipin kita?" lha, dia bukannya takut, malah nyolot ke gue.
"Gue nggak ngintipin! Gue mau bersihin toilet. Dan gue berdiri disini sedari tadi nungguin orang yang didalam berhenti mendesah!" Mukanya langsung pucet.
"Jadi, elo udah lama disini?" tanya si Pandu.
"Udah. Cukup banget ngrekam kelakuan kalian." Gue tunjukin ponsel gue.
"Bangsad lo, Lir. Hapus rekaman itu!" Sarah nge gas ke gue.
"Kok nge gas sih? Elo nggak takut gue kasih ini ke kepsek? Biar bokap lo tau kelakuan putrinya!"
Jadi, Sarah ini anaknya kepsek di sekolahan gue. Makanya dia belagu banget kek gitu.
"Serah elo!" Dia melesat pergi keluar toilet.
"Gue mohon jangan kasih liat ke siapapun ya, Lir." Pandu yang mohon-mohon.
"Ndu, bukannya elo pacaran sama Rena, kan?" Rena itu teman satu kelas yang duduk sebangku sama Pandu.
"Iya, gue sayang banget sama Rena."
"Kalo lo sayang sama Rena, ngapain lo main sama Sarah? Emang bangsad lo, ya!" gue jadi kesel liat cowok kek gini.
"Ya, karna gue sayang sama dia, gue nggak mau ngerusak dia. Cukup ngrusak yang lain aja."
Mata gue melotot, kaget denger penjelasan dari Pandu.
Dia nepuk pundak gue. "Gue mohon, jangan bilang ke siapapun, ya. Gue nggak mau nyakitin orang yang gue sayang."
Abis ngomong gitu, dia langsung pergi ninggalin gue yang masih bengong.
Kok bilang gitu sih? Semua cowok kek gitu ya? Apa Remon juga begitu? Kok gue jadi takut sama cowok, ya? Gue takut sakit hati.
Bbraak!
Pintu toilet didobrak.
"Astaga, dari pagi jantung gue senam mulu deh." Gue elus dada.
Mulai keliatan Duta, Sean dan Adam ada di ambang pintu.
"Cie, ada tukang kebon baru nih." Ini si Adam.
"Tukang kebonnya cantik ya, cuy." Sahut Sean.
"Kapan dia daftarnya, ya?"
"Kasian ya, cantik-cantik jadi pembersih toilet."
"Bacot lagi, gue pel muka kalian!" teriak gue dengan garang.
"Haahahahhh ...." Mereka kompak ketawa.
"Kejam bener sih, Lir." ucap Adam.
"Sini gue bantuin." Duta ngambil salah satu alat pel dan mulai bantuin gue.
"Kalian bolos, ya?" tanya gue. Karna harusnya ini jam pelajaran. Tapi malah mereka bertiga disini nyamperin gue.
"Nggak kok." jawab Sean. "Kita cuma nggak ikut pelajaran aja."
Gue tonyor kepalanya. "Apa bedanya, njer!"
"Sakit tauk, Lir." Dia elus kepalanya.
Akhirnya hukuman gue kelar karna dibantuin tiga temen gue yang super kocak. Kita lanjut ke kantin dan nongkrong disana. Ketiga temen cowok gue kompak pegang rokok sambil mabar. Masa' gue enggak sih? Gue ikutan ngerokok juga. Jangan salah ya, gue udah lama bisa ngrokok. Cuma emang gue jarang ngrokok. Bisa dibilang hampir nggak pernah.
Saat gue asik ngehisap rokok sambil nge game, rokok gue ditarik paksa seseorang.
"Anjjir, siapa ...." Remon udah berdiri dibelakang gue.
"Lo apaan sih, Re!" Gue teriak nggak terima.
Sean, Duta dan Adam ikutan berdiri.
"Lo tuh cewek. Ngapain ngrokok, hum?" tanya Remon.
"Apa urusannya sama elo sih?"
"Jangan lagi ngrokok, gue takut kalo besok kita susah punya anak."
"Uhuk ... Uhuk ... Uhuk." Gue keselek ludah gue sendiri.
Mata ketiga cowok di belakang gue pun membulat sempurna.
"Emang kalian punya rencana mau bikin anak?" tanya si Adam yang emang selalu paling kepo.
"Elo juga, jam pelajaran bukannya di kelas malah nongkrong disini. Balik kelas sana." Remon nasehatin gue.
"Apa urusan elo sih?! Elo ngapain juga disini?! Elo juga bolos kan?"
"Gue anggota osis yang tugas nertipin anak bolos. Cepet kalian juga balik ke kelas." Remon ngomong sama ketiga temen gue.
Akhirnya, dari pada memperpanjang bacotan, gue dan ketiga teman gue ngalah. Kami balik ke kelas masing-masing.
