Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 15

Gue langsung nylonong masuk ke kelas. Nggak peduli sama Pak Lukman yang lagi jelasin materi di depan.

"Lira! Kamu nggak ada sopan santunnya, ya." Teriak Pak Lukman.

Diam nggak nanggapi pak Lukman. Langsung duduk di kursi tempat gue.

"Kamu kenapa baru masuk?"

"Abis bersihin toilet." Wuri bantu jawab.

"Udahlah, pak, nggak usah peduliin dia. Anggap aja Lira transparan. Bapak lanjut ngajar aja." Sahut Dira.

Pak Lukman hembusin nafas berkali-kali. Nahan emosi kaya'nya.

"Iya, pak, lanjut ke materi lagi aja." Pandu ikutan ngusul.

Akhirnya pak Lukman ngalah, kembali lanjutin pelajaran. Gue males ikutin pelajaran. Gue nggak suka guru yang model begini. Enakan belajar sendiri dirumah. Mulai gue rebahin kepala diatas meja dan ngebo.

Tet! Tet! Tet!

Jam pelajaran usai dan waktunya istirahat.

"Kantin, yuk." ajak Dira.

"Iya, yuk." Yuni nimpali.

"Kuylah."

Kami berempat jalan bareng ke kantin. Sampai dilorong, langkah kita terhenti karna ada adek kelas yang ngehadang.

"Kak Lira," seorang lelaki yang keliatan sangat culun manggil nama gue.

"E busyeett, gebetan baru, Lir." ucap Wuri.

"Eh, siapa ya? Kok tau nama gue?" gue pun heran.

"Fans baru pasti." sahut Yuni.

"Aku Titot, kak." jawab cowok culun itu.

"Behahhh ...." kita berempat kompak ketawa. Hingga bikin si Titot kaya' ketakutan.

"Eh, diam, njiir. Kasian Titot takut sama tawanya kita." Dira nabok Wuri.

"Hhhhfffttt ...." Kita hentiin tawa.

"Iya, Tit, elo kenapa nyamperin kita?" tanya gue ramah.

"Ini buat kak Lira." Dia ngasih coklat panjang dikasih pita warna pink.

"Behaha ...." ketiga teman gue ketawa lepas. Gue terima itu coklatnya, kan kasian juga kalo nggak di terima.

"Kenapa elo ngasih coklat ke gue?"

"Sebagai tanda terimakasih karna kak Lira kemarin udah nyelamatin aku.”

"Kemarin?" gue ingat-ingat lagi kejadian kemarin.

"Eh, elo yang dibully di atap kemarin?" tanya Wuri.

"Iya, kak. Itu aku." jawabnya.

"Oh itu elo." Timpal gue. "Ok, gue terima coklatnya. Lain kali nggak usah ngasih apapun, ya. Cukup bilang makasih aja. Karna gue malah ngerasa nggak nyaman."

Abis ngomong gitu gue ngeloyor ke kantin ninggalin ketiga teman gue dan Titot.

"Wooi, Lir, tungguin."

Gue duduk ditempat kembanggaan kita berempat. Tentu gabung sama Duta dan yang lainnya. Gue lempar itu coklat di atas meja, langsung jadi rebutan Sean dan Adam. tapi akhirnya di rebut sama Wuri. Dan Wuri yang makan coklat itu.

"Yun, pesen makan sono." Dira nyuruh Yuni.

"Kok gue sih,"

"Soalnya elo paling cantik." Sean nimpali.

"Ciiihh." umpat Wuri.

"Cie, Wuri cemburu." Adam ikutan.

"Iisshh, apaan!" Wuri melengos.

"Biar gue yang pesen, yak." Adam beranjak. Yuni ikutan bangkit dan nyusul Adam.

"Lir, jujur deh. Elo ada hubungan apa sama Remon?" Tanya Duta yang duduk di sebelah gue.

"Iya semalam Lira sampai di jemput. Nggak boleh nginep di rumah gue. Hasilnya gue basah sendirian deh." timpal Wuri.

"Di jemput?" Duta ngulangi buat ngeyakinin.

"Iya, semalam sehabis berantem sama penjahat, Remon ngajakin Lira pulang." tutur Wuri lagi.

Gue pelototin si Wuri. "Ember lo ya!" gue tonyor kepalanya.

"Jadi elo ada hubungan sepecial sama Remon?" tanya Dira yang juga ikutan kepo.

"Kemarin bilangnya cuma tetangga, kan? Tapi udah punya hubungan lebih." Wuri ngomong lagi.

"Apa sih. Gue nggak ada apa-apa kok."

"Besok pagi kalian datang kerumah Lira, ya. Kita mau nikah." Tiba-tiba Remon datang, duduk di samping gue dan bikin keributan.

"APA!?" semua temen gue melotot dan teriak kaget.

Sampai semua orang yang di kantin ngelihatin kita. Malu banget ya kamvreet! sebel gue!

Gue umpetin muka di atas meja. Duta langsung berdiri dan melotot.

"Apa liat-liat! kita bukan tontonan!" Sembur Duta dengan garang. Hingga semua yang dikantin pada balik nunduk nggak berani liat di meja kita.

"Lira, Lir! ini beneran kan?" Dira nyenggol lengan gue.

"Jadi semalam kalian bobok bareng lagi?" Wuri ngomong lagi.

"Iya." jawaban jujur dari Remon.

"Apa?!" Duta keliatan kaget banget.

Gue angkat kepala. "Gue jadi pengen nge gelud elo deh Wur! Mulut lo perlu gue sumpel pake tong sampah!" gue geram.

"Jawab dulu deh, Lir. Elo besok beneran mau nikah?" Sean mastiin.

Gue cemberut. "Iya."

Disini, Duta yang paling terkejut. "Ini gue nggak mimp,i kan?"

Bhuk!

Sean nge bogem lengan Duta keras.

"Aaw! Bangsad lo! Sakit anjiirr." Duta nonyor kepala Sean.

"Itu artinya elo nggak mimpi, bego!" jawab Sean santuy.

Duta pegang lengan gue. "Lir, lo hamil?"

Gue tonyor kepala Duta. "Ngaco lo!"

"Kalo lo nggak hamil kenapa harus nikah secepat ini? Kalian masih sekolah."

"Ya mau gimana lagi. Kemarin udah bulet keputusannya."

Duta mengela nafas panjang, lepasin genggaman tangan. Terlihat ada kesedihan, kekecewaan dan ... Gue nggak tega.

"Jangan sedih, kita tetep bisa temenan." Gue usap punggungnya. Dia natap gue penuh arti.

"Tapi, gaes, gue minta kabar ini kita sembunyiin, ya. Jangan sampai ada yang tau sampai Lira lulus." pinta Remon.

"Eh, elo harus janji sama kita." ucap Dira.

"Apa?"

"Jangan sentuh Lira sebelum dia lulus sekolah." lanjut Dira.

"Nah bener tuh. Gue nggak mau Lira hamil sebelum dia lulus." Sean ikutan usul.

"Maaf, kalo itu gue nggak bisa janji."

Bbhukk!

Langsung gue tabok punggung Remon. "Maksud elo!?"

"Sabar dong, yank, gue belom selesai ngomong. Elo seneng banget sih KDRT sama gue."

"Ya elo ngomong kek gitu."

"Iya, gue nggak bisa janji, tapi gue bakalan buktiin. gitu maksud gue." Remon natap gue tajam, gue cuma nyengir. "Makanya dengerin dulu. Main tabok aja."

"Tarraa!" Yuni datang bawa nampan berisi lima mangkuk bakso. Disusul Adam yang bawain enam gelas minuman.

"Ambil sisanya sono, Dir." Yuni gantian merintah Dira.

"Iya, sono ambil. Ntar kalian semua gue traktir." ucap Remon.

"Bener nih?" Dira paling semangat soal gratisan.

"Iya, anggap aja ini peje nya gue sama Lira." lanjutnya.

"Waahh, seneng daahh kalo gini, jadi semangat makan." sahut Sean.

Akhirnya kita makan bareng-bareng di kantin sambil bercanda ria. Tapi Duta lebih banyak diam. Ya, kadang ikut ketawa sih, tapi beda dari biasanya. Gue tau, pasti dia ngerasa kalah. Tapi mau gimana lagi.

Memang terkadang takdir itu sangatlah kejam. Gue nyaman sama dia, gue sayang sama dia. Tapi nggak lebih dari sahabat dan saudara.

**

Selasa, pukul 10.00 am

Hari ini gue ijin tiga hari nggak masuk sekolah, karna ada acara keluarga. Dan ijinnya bareng sama ke-7 teman gue. Linxi dan Remon juga nggak masuk. Bedanya mereka cuma ijin sehari.

Duta dan Remon berjabatan ala cowok. Tangannya menggenggam erat.

"Gue titipin Lira ke elo. Jangan pernah bikin dia nangis. Karna kalo sampai dia nangis, elo berhadapan sama gue." ucap Duta dengan berbisik, tapi tetap mampu gue dengar.

"Gue akan berusaha." Remon menepuk lengan Duta sambil senyum. Tatapan mereka ketemu sejenak.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel