Pustaka
Bahasa Indonesia

Bab
Pengaturan

Bab 13

Di dalam mobil, kita sama-sama diam. Nggak tau kenapa, wajah Remon kaya' nyimpen marah atau kesal. Yang jelas nggak enak dipandang. Gue lebih milih diem aja. Sampai dia hentiin mobilnya di depan rumah.

"Udah sampai." ucapnya.

'Tanpa di kasih tau gue juga udah tau bego'. Cuma bisa ngebatin.

Gue turun dan masuk ke gerbang. Dia pun kembali jalanin mobilnya masuk ke plataran rumahnya sendiri. Gue perhatiin dia terus, dia keluar dari mobil dan masuk kedalam rumah.

Dia kenapa, ya? tumben aneh banget. Bukannya ditelfon tadi masih biasa, kan? Kali aja, pas kelahi nolongin gue tadi, kepalanya kena bogem dari lawan. Dan itu bikin otaknya encer. Syukur deh kalo udah waras.

Gue nggak peduliin itu, langsung jalan masuk ke rumah. Tapi pintu depan dikunci, gue pencet bel berkali-kali. Nggak ada yang bukain.

"Mama, mama!" gue teriak. "Linxi! Lin!"

Tepuk jidat di tempat!

"Kan tadi mama bilang, mereka nginep dirumah grandma." baru inget gue.

Gue duduk di teras rumah pas di anak tangga kecil. Terus gimana sekarang? Gue bobok dimana coba?

Lama gue diem sambil muter-muter ponsel pake kedua jari. Ah, nemu ide, nggak ada cara yang lain. Gue cuma bisa masuk rumah lewat kamarnya Remon.

Gue beranjak dan jalan menuju rumah Remon. Ragu buat pencet bel, tapi tetep gue pencet karna gue nggak mau bobok di luar.

Lama ....

Gue pencet lagi.

Ceklek!

Handle pintu diputar, Remon keliatan udah nggak pake baju. Cuma pake boxer doang. Keningnya berkerut, pasti dia heran karna gue ke rumahnya.

"Keluarga gue nginep dirumah grandma. Pintunya dikunci dan gue nggak bisa masuk." Gue jelasin sebelum dia nanya.

"Terus ....?"

"Gue mau ke kamar gue, nebeng lewat kamar elo, ya."

Dia diam, kaya' lagi mikir. "Kuylah." Lalu ngeloyor masuk ninggalin gue.

Langsung aja gue masuk dan nutup pintu depan. Nggak lupa pintunya gue kunci, karna gue juga nggak bakalan keluar lagi lewat pintu ini.

Pertama kali gue liat seisi rumah Remon. Semua serba putih, nggak ada warna lain. Ini dugong kaya'nya pecinta warna putih. Gue langsung naik ketangga nyusulin Remon. Ada piano besar yang terletak di sudut ruangan. Tepat disebelah kamar Remon.

Eh, dia bisa main piano? Wah, keren dong.

Iseng, gue duduk didepan piano itu. Gue sentuh tiap tuts tanpa memencetnya. Gue bisa main beginian, dulu waktu kecil pernah ikutan les piano selama sebulan.

"Elo ngapain disitu?" Remon muncul di balik pintu kamar.

"Eh, iya. Gue cuma liat kok." Langsung beranjak dan nyusulin dia di kamar.

Gue liat, dia udah tiduran diranjang. Gue masuk dan nutup pintu kamar. Langsung aja, gue jalan, buka pintu balkon, celikukan nyari tangga punya Remon.

Gue balik lagi ke kamar. "Re, tangganya dimana?"

"Gue jual lagi."

"Hah?" Kaget gue. Tujuan awal kan mau balik ke kamar gue. Gimana sih, kok dia nggak ngomong dari tadi.

"Gue nanya serius, nyet! Tangganya dimana?" gue nge gas.

"Gue juga ngomong serius. Gue lagi butuh duit."

Ciihh! bohong banget. Seorang Remon kekurangan duit sampe jual tangga yang duit nya nggak seberapa. Itu kolor harganya juga sebanding sama harga tangga.

Eh, gue tau harga kolor karna sering diajakin Linxi beli kolornya. jangan mikir aneh ya!

"Terus, nasib gue gimana?" Mempoutkan bibir.

"Yaudah, tidur sini." Dia nepuk kasur sampingnya sambil natap gue.

"Ogah!" kemarin gue udah bobok bareng sama dia. Sekarang masa' bobok bareng lagi sih? Serasa punya suami beneran.

"Terus, elo mau tidur dimana?"

"Pokoknya nggak seranjang sama elo!"

"Nggak usah gengsi deh. Kita kan udah biasa bobok bareng."

"Re!" Gue tambah kesal.

"Gue ngomong apa adanya, yank."

Gue tambah sebel. "Emang dirumah elo, cuma ada satu kamar?"

"iya."

Gue manyun lagi. "Masa' sih, rumah segede ini kamarnya cuma ada satu. Di bawah nggak ada kamar, ya?"

"Ada sih di belakang. Kamarnya pembantu."

"Yaudah. Gue tidur disana aja." Gue jalan keluar kamar.

"Yakin berani?" Remon bangun dan duduk ditepi ranjang.

Gue pelototin dia. Pasti dia mau nakut-nakutin. "Nggak usah nakut-nakutin, ya! Gue nggak takut!" Langsung gue tarik handle pintu.

Dan pada saat yang bersamaan, lampu padam. Reflek gue langsung lari berhambur ke atas ranjang. Gue dekap lengannya erat.

"Elo sengaja ya matiin lampunya?"

"Ppcckk, yang mati listriknya, bego, bukan lampunya!" Dia tonyor kepala gue. "Elo takut?"

"Iya, gue takut gelap."

"Dasar cewek aneh! Sama perampok aja nggak takut, sama gelap kok takut."

"Serah deh."

"Lepasin. Gue ngantuk." Dia nepis tangan gue yang masih ngelingkar erat di lengannya.

"Gue takut, Re." Nggak nyadar, gue mulai merengek ke dia.

"Kita bobok sini makanya. Asli mata gue ngantuk banget."

"Tapi gue nggak mau bobok bareng sama elo.”

"Serah elo dah. Elo mau bobok dimana. Bobok dibawah juga boleh." Dia rebahin tubuhnya ke ranjang.

"Gue nggak berani." Gue tabok pahanya. "Re, gue takut." Gue ngrengek lagi.

"Yaudah bobok sini aja. Gue juga nggak akan apa-apain elo, yank."

Gue mikir lagi. Nggak ada pilihan lain, mau nggak mau gue harus tidur sama anak dugong ini.

"Elo pake baju dulu sana."

"Kenapa?"

"Gue takut kalo lo nggak pake baju gitu."

"Iya, iya." Dia bangun dan ngambil baju di almari. Setelah pakai kaos oblong, dia kembali tiduran di ranjang.

Gue ikut tidur disampingnya. Gue tidur ngehadap ke dia, karna gue takut kalo tiba-tiba dekap gue dari belakang. Kan, bahaya itu.

Dia udah merem, nggak tau beneran bobok apa cuma sekedar merem aja. Gue diem natap wajahnya yang ternyata sangat tampan. Asli, sebenarnya dia tampan banget. Pantesan banyak yang nge fans. Iiisshh, fans nya itu belom tau kalau aslinya Remon tuh mesum banget.

Gue merem, lama. Melek lagi, merem lagi. Gitu terus. Susah tidur.

Gue pindah posisi belakangin dia. Merem lagi, sambil ngafalin rumus-rumus fisika yang gue ingat. cukup lama, gue komat-kamit sendiri sambil merem.

Sampai tiba-tiba ada tangan yang melingkar di perut gue. Gue kaget dan nahan nafas beberapa detik. Tubuh Remon beneran mepet banget sama punggung gue. Sampai bisa gue rasain desah nafasnya yang sangat hangat.

Gue pengan tangannya, karna gue ingin singkirin itu tangan. Tapi malah dia pegang erat tangan gue.

"Remon," panggil gue dengan tertahan.

"Udah, bobok aja." ucapnya.

Hati gue rasanya aneh. Kayak kena penyakit dadakan yang belom pernah gue rasain sebelumnya. Jantung gue juga detaknya cepet banget. Gimana bisa bobok kalo jantung sama hati nggak bisa tenang? Huuff ....

Gue tetep aja merem. Gue berusaha netralin hati dan nafas. karna sebenernya mata gue juga ngantuk banget. Lama banget, gue rasain genggaman tangan Remon, pelukannya ini, kok nyaman banget, ya. Kebawa suasana sampai gue beneran bisa terlelap.

**

Minggu Pukul 8.00 am

Gue baru buka mata. Gue liat Remon masih ngebo di samping gue. Awal bobok kita emang pelukan, tapi bangun tidur posisi udah beda, karna kaki gue nindih pahanya Remon.

"Re, gue balik ya."

"Hhmmm." Dia jawab dengan mata yang masih merem.

Nggak gue gubris lagi dia. Gue langsung keluar kamar dan turun tangga. Dengan santai gue buka kunci pintu depan sambil ngucek mata yang masih nempel.

Praak!

Gue jingkat kaget. Sebuah nampan berisi makanan jatuh dilantai.

"Mama, papa."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel