Bab 6 Tante Nita
Almira penasaran dengan seseorang yang ada di dalam mobil papah nya, ia langsung membuka pintu mobil tersebut.
“Loh, Tante Nita!” panggil Almira.
Wanita yang Almira panggil nama nya sedikit terkejut, dia lalu membalikan tubuhnya ke arah Almira.
“Eh hay sayang,” sapa Tante Nita.
“Tante lagi ngapain di mobil Papah ku?” tanya Almira sedikit curiga.
“Tante lagi nyari sesuatu, kaya nya jatuh di mobil Papah mu ini deh,”jawab Tante Nita, ia celingak celinguk melihat ke setiap sudut mobil.
“Sesuatu apa? Apa sebuah lipstik?”tanya Almira spontan menyebutkan sebuah barang.
“Loh, kok kamu tau kaya peramal aja!”ucap Tante Nita sembari terkekeh.
“Pasti tau lah, lagian aku yang menemukan nya kemarin,”ucap Almira.
“Iya kah? Oalah pantes saja, Tante cari–cari dirumah tapi tidak ketemu juga,”ujar Tante Nita sembari tersenyum.
Ia langsung turun dari dalam mobil setelah mengetahui bahwa barang yang ia cari tidak lagi berada di dalam mobil.
“Kenapa Tante tidak menanyakan kepada papah ku, dia mengambilnya dari ku,”ungkap Almira.
“Kok bisa dikasih sama papah mu sih? Nanti kalau dilihat sama Mamah mu bisa salah paham,”ucap Tante Nita sedikit tidak enak.
“Aku tidak memberikannya, hanya Papah yang mengambilnya sendiri dari ku,” ungkap Almira menjelaskan.
“Yaudah ayo kita masuk, sekarang kan sudah ada kamu, Tante tadi gak berani masuk karena Mamah mu tidak ada dirumah,” ujar Tante Nita.
Tante Nita berjalan lebih dulu, tapi langkah nya terhenti ketika Almira kembali memanggilnya.
“Tante tunggu! Aku kok curiga, kenapa lipstik Tante bisa ada di mobil papah ku? Jangan-jangan kalian..”Almira tidak melanjutkan omongan nya. Dia mencurigai Tante Nita ada main dengan Papah nya.
Tante Nita malah terkekeh melihat wajah serius Almira.
“Hey sayang!”Tante Nita mencolek hidung mancung milik Almira.
“Kamu sudah lupa kah, waktu tiga hari yang lalu kita pergi kondangan kerumah saudara kamu? Ingat tidak, Tante waktu itu ikut di mobil Papah mu bersama dengan ibu dan kamu juga,” sambung Tante Nita.
“Emm.”Almira mencoba mengingat waktu itu.
“Oh ya aku ingat!” seru Almira saat berhasil mengingatnya.
“Syukurlah kamu mengingat nya. Nah jadi, kaya nya waktu itu Tante menjatuhkan lipstik nya, sebab pada saat sampai di rumah Tante mencari nya tidak ada,”ungkap Tante Nita.
“Oh syukurlah, aku kira Papah berselingkuh,”ucap Almira, dia merasa lega setelah tau kebenarannya tentang lipstik itu.
“Selingkuh? Tante rasa Papah mu cukup setia dengan Mamah mu. Tenang saja, jika Papah mu selingkuh, Tante sendiri yang akan menghajar nya!” ujar Tante Nita penuh keyakinan.
Walaupun sebenarnya ada rasa sesak yang tidak bisa dijelaskan.
“Oh baiklah, terimakasih Tante. Aku merasa lega kali ini,” ucap Almira seraya tersenyum manis.
“Sama-sama cantik,” sahut Tante Nita.
“Ya sudah, ayo Tante kita masuk!” ajak Almira.
“Oke, sayang.”
Almira dan Tante Nita bergegas masuk ke dalam rumah, di dalam rumah nampak sepi. Sebentar lagi jam makan siang akan tiba, terlihat makanan telah terhidang dengan rapih di atas meja.
“Mbak! Mbak!” panggil Almira kepada pembantunya.
“Iya Non,” jawab pembantunya sembari berjalan menghampiri tuan rumah nya.
“Buat kan minum dua!” pinta Almira.
“Baik Non, ada lagi?”tanya art tersebut.
“Tidak ada, itu saja,”sahut Almira.
“Baik, saya permisi.”
Almira menganggukan kepalanya tanda mengiyakan.
“Tante, aku mau ke atas dulu sebentar, aku akan ganti baju,” pamit Almira.
“Oke sayang, jangan lama - lama, oke!”
“Baiklah,” sahut Almira.
Almira bergegas ke kamar nya, dia mengganti pakaian sekolah nya.
Dari depan rumah terdengar deru mobil tengah masuk ke garasi rumah milik keluarga Sulaiman.
Setalah mobil berhenti keluarlah seorang wanita yang tak lain adalah nyonya rumah tersebut.
“Mbak, tolong bawain belanjaan nya!”panggil Bu Sofia kepada para asisten rumah tangga nya.
Tidak menunggu lama, 2 asisten telah datang menghampiri mobil sang nyonya rumah, mereka mengeluarkan barang belanjaan dari dalam bagasi mobil.
Hari ini adalah jadwal belanja bulanan, banyak barang yang Bu Sofia beli. Para asisten rumah tangga mengangkut barang–barang tersebut ke dapur, sedangkan sang Nyonya rumah telah berjalan masuk ke dalam rumah nya.
“Eh ada tamu ternyata, datang kok gak bilang - bilang sih, kalau ngasih kabar kan bisa aku jemput, ” sapa Bu Sofia pada Tante Nita.
“Hay Beb, tadinya aku hendak menelpon mu, tapi tidak sengaja aku bertemu dengan suami mu, akhirnya aku ikut bersamanya, tidak apa kan?” sahut Tante Nita.
"Oh ya tidak masalah. Tumben mampir? Ada perlu kah, biasa nya kau selalu sibuk kalau aku ajak shopping,”ledek Bu Sofia sembari terkekeh.
“Hehe, aku kesepian dirumah sendiri, aku baru sadar sekarang bahwa hidup itu harus di nikmati. Kemarin–kemarin aku terlalu sibuk bekerja. Sampai lupa untuk bersenang - senang,” ungkap Tante Nita seraya ikut terkekeh.
“Kalau kesepian kenapa tidak mencoba mencari pasangan, apa kau tidak ingin menikah lagi?” tanya Bu Sofia.
“Entahlah Beb, rasanya sulit sekali untuk percaya lagi pada pria, setelah banyak penghianatan yang di lakukan suami ku dulu,”jawab Tante Nita sendu.
“Tapi tidak mungkin kau akan selamanya melajang, bukan?”Bu Sofia kembali bertanya.
“Do'akan saja, Beb. Aku sebenarnya sudah sangat ingin memiliki anak, tapi jangan kan anak suami pun tak punya,” jawab Tante Nita seraya tersenyum kecut.
“Aku akan selalu mendoakan mu, Beb. Semoga nanti kau akan menemukan jodoh terbaik.” Bu Sofia menggenggam tangan Tante Nita dengan erat.
“Thank you Beb,”ucap Tante Nita.
“Ya. Oh ya kalau begitu, boleh lah weekend nanti kita libur bersama? Untuk menyegarkan otak yang sudah sedikit sumpek ini,” ajak Bu Sofia.
“Aku sangat setuju,” jawab Tante Nita antusias.
“Lagi ngobrolin apa sih, kelihatan nya asyik banget?” tanya Pak Sulaiman yang tiba–tiba muncul dari dalam kamar.
“Kita berencana liburan weekend nanti, kau mau ikut?” tanya Bu Sofia pada suami nya.
“Mestilah, ajak Almira juga!” jawab Pak Sulaiman.
“Aku gak mau ikut,”ucap Almira yang sejak tadi sudah berdiri di ujung tangga menyimak semua pembicaraan Tante Nita dan kedua orang tua nya.
“Loh kenapa sayang?” tanya Bu Sofia.
“Entahlah, aku lagi tidak ingin liburan,” sahut Almira.
“Oh baiklah sayang, tapi ingat saat Mamah dan Papah nanti liburan jangan pernah keluyuran malam–malam, oke!”pesan Bu Sofia.
“Iya,”sahut Almira singkat. Ia melenggang ke arah meja makan yang sudah penuh dengan berbagai masakan untuk makan siang.
“Mah, Pah, Tante Nita. Ayolah kita makan siang, perutku rasanya sudah sangat keroncongan,” rengek Almira.
“Oh kasian nya anak mamah satu ini," Bu Sofia berjalan ke arah meja makan dan memeluk sekilas Almira.
“Beb, mari kita makan siang bersama,”ajak Bu Sofia pada Tante Nita.
“Lihatlah Pah, anak mu sudah kelaparan," Bu Sofia mengajak Pak Sulaiman untuk segera makan.
Akhirnya semua makan siang dengan lahap, tidak ada pembicaraan lagi saat mereka berada di meja makan.
Di tempat lain..
Siang itu matahari bersinar begitu terik menyinari bumi, Salwa yang saat itu tengah mengkayuh sepeda usang nya sesekali menyeka keringat di kening dengan punggung tangan nya. Ia akan segera mengantarkan baju para pelanggan.
sinar matahari begitu panas seakan membakar kulit. Salwa memilih berhenti sebentar di emperan toko untuk sekedar menghilangkan rasa penat.
“Haus sekali,”gumam nya. Dia mengibas–ngibas tangan nya untuk sedikit menghilangkan rasa gerah.
Salwa yang sama sekali tidak memiliki uang hanya bisa menelan saliva nya, melihat es campur yang berada tepat di hadapan nya.
Setelah penat nya sedikit menghilang, ia kembali mengayuh sepeda usang nya menyusuri jalan yang lumayan ramai.
Pukul empat sore, Salwa telah menyelesaikan pekerjaan nya, dia pulang dengan senang hati karena dia mendapatkan uang dari para pelanggan.
Sebelum sampai di kontrakan, Salwa singgah terlebih dahulu di warung makan untuk membeli nasi untuk dirinya dan ibunya. Dia membeli ayam dan sayur. Setelah membeli nasi dia bergegas pulang.
Setelah membeli nasi, tidak lupa Salwa juga singgah di apotek untuk membeli obat untuk ibunya.
Salwa pulang dengan senyuman tercetak di wajah ayu nya, di sangat bersyukur hari ini bisa makan enak dan bisa membeli obat untuk ibunya.
Ia mengkayuh sepeda nya secara perlahan, hingga tidak terasa dia telah sampai di depan kontrakan nya.
Salwa menyandarkan sepedanya di tembok kontrakan nya. Setelah itu dia bergegas masuk ke dalam.
“Assalamu'alaikum? Bu, aku pulang.”Salwa memanggil ibunya.
Tidak ada sahutan dari mulut ibunya, Salwa penasaran dengan keadaan ibunya, ia menaruh terlebih dahulu makanan dan obat yang tadi ia beli.
Setelah itu, ia bergegas masuk ke dalam kamar untuk melihat ibunya. Saat melihatnya ibunya terlihat memejamkan matanya.
Salwa buru-buru ngecek ibunya, masih bernafas. Salwa sangat lega.
“Bu, bangun kita makan yuk,”ajak Salwa.
Dia menggoyang-goyangkan tubuh ibunya dengan pelan.
“I-iya sa-yang,” jawab Ibu Salwa dengan terbata.
“Tunggu sebentar, biar aku ambil kan nasi nya, Ibu tunggu disini saja,” pinta Salwa pada Ibunya.
Salwa bergegas untuk mengambil makanan yang ia beli tadi, dia menaruhnya di piring.
Dia membawa makanan tersebut kepada ibunya, lalu ia menyuapi ibunya dengan telaten.
Baru beberapa suap Ibu menolak suapan selanjutnya dengan alasan sudah kenyang.
"Baiklah biar aku makan saja sisa nya, Ibu beneran udah kenyang?” tanya Salwa.
Ibunya mengangguk, kemudian kembali merebahkan tubuhnya. Setelah memberi minum ibunya, Salwa kembali keluar kamar untuk melanjutkan makannya. Tiba–tiba..
Duar!
Duar!
Duar!
