Bab 5 Alvin
Almira menutup mulut nya dengan kedua tangan nya. Sungguh tidaklah terpuji perlakuan Bryan.
“Bangs*t! Rasakan ini!” teriak Bryan.
Buugh!
Bryan melayangkan satu pukulan lagi di wajah pria tersebut.
“Astaga Bryan!” pekik Almira, ia cukup kaget melihat kejadian di depan matanya.
“Bryan stop! Lo gila hah!”teriak Almira yang sudah tidak tahan lagi melihat perlakuan Bryan.
Bryan yang tengah menghajar salah satu siswa di sekolah tersebut langsung menghentikan aksi nya, ketika ia mendengar teriakan Almira.
“Eh Almira, hay cantik,” sapa Bryan sembari berjalan mendekat ke arah Almira. Dia menepuk-nepuk tangan nya.
”Lo goblok ya! ngapain pake ngehajar anak orang, hah!” pekik Almira masih dengan nada tinggi. Almira begitu marah melihat kelakuan Bryan yang semena-mena terhadap murid lain.
“Ya, karena lelaki cupu ini yang nyari perkara duluan sama gue!” sahut Bryan dengan santai.
“Perkara apa yang bikin Lo kaya orang kesetanan!?” tanya Almira sinis.
Brian tidak lansgung menjawab pertanyaan Almira.
“Jawab Bryan!” Almira kembali berteriak.
Tetapi, orang yang ia sebut namanya tak kunjung menjawab, dia malah menyunggingkan sebelah bibir nya.
“Dasar stres!” cibir Almira.
Almira yang kesel Bryan tak kunjung menjawabnya. Akhirnya, dia memilih mendekat ke arah siswa yang masih meringkuk di sudut bangunan sekolah.
”Bangun! Lo gak papa?”tanya Almira.
Siswa tersebut menggelengkan kepalanya, dia berusaha berdiri walaupun pada akhirnya kembali jatuh lagi. Ia pun mengangkat wajahnya untuk sekedar melihat ke arah Almira.
Almira terkejut saat melihat wajah pria tersebut penuh dengan luka lebam.
“Loh ternyata kamu, Alvin. Sebenarnya ada apa sih sampe kamu dihajar sama si brengsek itu?!” tanya Almira emosi.
“Lo kenal cowok cupu ini?” tanya Bryan yang tanpa Almira sadari sudah berada di belakangnya.
“Kenapa? Bukan urusan Lo, mau kenal atau nggak,” sinis Almira.
“Coba jelaskan, Alvin?” Almira kembali mengalihkan pandangan nya ke arah Alvin.
“Emh se—sebenarnya...” Belum sempat Alvin meneruskan omongan nya Bryan langsung memotong nya.
“Sebenarnya pria culun itu suka sama Lo, dan dia ingin memberikan bunga dan coklat ke elo. Tuh coklat dan bunga nya. Dan satu lagi dia menumpahkan minumannya di jaket gue,” ungkap Bryan seraya menunjuk sebuah rangkaian bunga dan coklat yang sudah penyek tak berbentuk.
“Benar begitu Alvin?” Almira kembali bertanya kepada Alvin.
“Benar, tapi soal suka itu tidak benar. Aku hanya ingin memberi hadiah ulang tahun untuk mu. Ya walaupun telat karena ulang tahun mu satu Minggu yang lalu. Karena pada waktu hari ulang tahun kamu waktu itu uang ku belum cukup untuk membeli hadiah. Jadi aku baru bisa beli hari ini,” jawab Alvin panjang lebar.
“Dan untuk masalah minuman nya, aku tidak sengaja melakukan nya. Kaki ku tersandung batu dan kak Bryan tepat berada di depan aku,” timpal Alvin masih dengan suara gemetar.
“Oh begitu, padahal Lo gak perlu memberikan apapun buat gue, karena gue udah paham keadaan Lo!” ujar Almira.
“Bryan Lo juga, apa–apaan sih pake ngehajar dia. Punya masalah apa Lo sama dia, hah? Cuma hal sepele gitu doang Lo sampe tega mukulin Alvin sampe babak belur begitu.” Almira beralih memandang Bryan.
“Ya karena gue gak suka kalau Lo ada yang deketin. Emang Lo mau sama bajingan culun kaya dia, hah?” cetus Bryan terdengar mengejek Alvin.
“Dasar sakit otak Lo! Bukan nya gue suka sama dia, tapi gue kasian aja sama dia. Emang Lo gak punya perasaan apa? Ah sudahlah Lo memang manusia yang tidak memiliki hati dan perasaan!” cibir Almira.
“Alvin, ayo ikut gue!” ajak Almira pada Alvin.
Alvin pun berjalan mengikuti langkah Almira, Bryan yang merasa di acuhkan merasa kesal.
“Awas aja Lo, gak akan ada yang bisa menolak pesona seorang Adam Bryan. Dasar cewek aneh, masa cowok setampan gue dia acuhkan begitu saja!” gerutu Bryan yang tidak terima di acuhkan, ia mengepalkan tangan nya kesal.
Bryan dan teman satu geng berjalan ke arah parkiran, mereka mulai menyalakan motornya. Setelah itu mereka melaju kencang meninggalkan gedung sekolah.
Sementara itu Almira dan Alvin, mereka berdua berhenti di depan gerbang sekolah.
”Lo balik ikut gue aja,sebentar lagi supir gue sampe,” ajak Almira kepada Alvin.
“Rumah Lo dimana?” tanya Almira.
“Terima kasih ajakan nya. Tapi maaf Ra, aku pulang naik angkot aja, makasih ya udah nolongin aku dari siksaan Bryan.” Alvin menolak ajakan Almira untuk pulang bareng.
“Intinya rumah ku beda arah sama kamu,” sambungnya.
“Emang Lo nggak takut di jalan ketemu lagi sama si berengsek itu?” tanya Almira.
“Takut, tapi gak papa, lagian dia kan udah pulang duluan tadi. Aku gak mau ngerepotin kamu juga kalau harus nganterin aku,” sahut Alvin.
“Hmm, ya udah lah terserah kalau gitu, hati - hati dijalan. Oh ya, nih uang. Makasih loh udah ngasih kado ultah untuk ku,”ujar Almira. Ia menyerahkan satu lembar uang berwarna merah.
“Uang apa ini?”tanya Alvin.
“Uang buat gantiin barang yang dihancurkan Bryan,” sahut Almira.
“Maaf aku tidak bisa menerima uang itu, lagian kado itu untuk mu. Aku pergi dulu, sekali lagi terima kasih.”Alvin pergi meninggalkan Almira sendiri di depan gerbang sekolah.
Almira sedikit kecewa karena Alvin menolak uang pemberian nya dan juga ajakan. Tetapi, apa boleh buat ia tidak bisa memaksakan kehendak seseorang. Almira kembali memasukan uang tersebut ke dalam saku baju nya.
Almira duduk menunggu jemputan nya, beruntung tidak lama supirnya datang menjemputnya.
“Kok lama sih Pak? Aku dari tadi loh nunggu nya,” tanya Almira saat sudah berada di dalam mobil.
“Maaf Non tadi macet,” jawab supir tersebut.
”Oh. Yaudah jalan. Oh iya, mampir dulu ke rumah Salwa aku mau nemuin dia,” pinta Almira.
“Baik Non.”
Supir tersebut langsung melajukan mobilnya meninggalkan gedung sekolah. Mobil tersebut melaju ke arah kontrakan Salwa.
Sampai nya di depan kontrakan Almira langsung turun dari dalam mobil
Tok!
Tok!
Tok!
“Sa, Salwa ini aku Mira, apa kamu ada di dalam?” teriak Almira dari depan pintu kontrakan Salwa.
Kenop pintu bergerak, lalu pintu terbuka sedikit, terlihat kepala menyembul dari celah pintu yang terbuka.
“Hay, Ra,” sapa Salwa dari celah pintu.
“Kenapa gak ke sekolah? Wa kamu juga gak aktif! Kamu kenapa, sakit?” Almira memberondong Salwa dengan banyak pertanyaan.
Salwa keluar dari dalam kontrakan nya dan berjalan menghampiri Almira yang berdiri di depan pintu.
Salwa mengajak Almira duduk di kursi kayu yang yang sudah mulai usang, kursi tersebut berada di depan kontrakan.
“Duduk dulu, aku akan menceritakan nya!” ucap Salwa.
“Baiklah.” Almira mengikuti langkah Salwa, ia ikut duduk samping Salwa.
Salwa mulai bercerita. “Sebenarnya bukan aku yang sakit tapi ibu ku, aku tidak masuk sekolah karena harus menyelesaikan cucian para pelanggan. Mereka akan mengambil baju nya hari ini, jadi aku harus selesai menyetrika nya hari ini juga,”ungkap Salwa.
“Begitu. Ibu kamu sakit apa? Udah berobat?” tanya Almira.
“Hanya sakit kepala dan pusing, tadi sudah beli obat di warung,” jawab Salwa.
“Apa gak lebih baik di periksa, sepertinya ibu kamu sering mengeluh sakit kepala. Kalau kamu mau kita bawa periksa hari ini juga,” tawar Almira.
“Gak usah, ibu sudah baikan kok setelah minum obat sakit kepala tadi,” sahut Salwa berbohong.
“Menurut aku sebaiknya ibu kamu di periksa supaya tau penyakitnya apa, kalau hanya minum obat warung saja sewaktu–waktu pasti akan sakit lagi kepalanya,” ujar Almira.
“Tapi aku gak...”
“Gak punya biaya, tenang aja biar aku bayar semua biaya nya, jangan risau,” potong Almira.
“Maaf Ra aku gak bisa, aku terlalu sering merepotkan mu. Lagian sekarang ibu ku sudah baikan,”tolak Salwa, ia meyakinkan Almira kalau ibunya telah sembuh.
“Boleh aku menengoknya ke dalam,” pinta Almira.
Almira bangkit hendak membuka pintu kontrakan Salwa, tapi buru-buru Salwa menghalangi nya.
“Ada apa?” tanya Almira heran melihat tingkah aneh Salwa yang menghalangi jalan nya.
“Ibu ku lagi tidur, dia lagi istirahat,” ujar Salwa.
Almira membuang nafas kasar, dia tidak ingin lagi memaksa untuk melihat ke adaan ibunya Salwa. Sebenarnya cukup aneh kenapa Salwa tidak ingin dia melihat keadaan ibunya, tapi Almira tidak ingin bertanya lebih jauh lagi.
“Oh ya, kenapa wa kamu gak aktif?” tanya Almira.
“Kuota ku habis. Sudah ya aku harus melanjutkan pekerjaan ku, kalau tidak mamah ku akan kena marah oleh para pelanggan,”ujar Salwa.
“Emm, oke. Tapi besok kamu harus masuk sekolah, ya!” pinta Almira.
“Aku gak janji, tapi akan aku usahain,”sahut Salwa seraya tersenyum tipis.
“Gue balik dulu!”pamit Almira, ia melangkah masuk ke dalam mobil
“Oke hati - hati,” sahut Salwa.
Almira melambaikan tangan, Salwa pun membalas lambaian tangan Almira.
Mobil yang di tumpangi Almira melaju pergi meninggalkan kontrakan Salwa.
Salwa kembali masuk ke dalam kontrakan nya, dia terdiam melihat ibunya yang tengah meringkuk di atas kasur busa yang sudah menipis.
“Maafkan aku Mira, aku tidak mengatakan yang sejujurnya, aku tidak mau selalu merepotkan mu. Aku tidak mau selalu berpangku tangan padamu!” batin Salwa.
Salwa bergegas membereskan baju–baju yang telah ia selesai setrika. Setelah itu ia masukan baju tersebut ke dalam plastik.
Setelah menyelesaikan semua nya, Salwa memasukan nya ke dalam kantong keresek besar.
“Bu, aku pamit dulu. Aku mau mengantarkan baju pelanggan,”pamit Salwa pada ibunya
“I-iya hati-hati, Nak,”pesan ibunya dengan suara terbata.
Salwa menaruh baju pelanggan di atas sepeda usang nya, ia segera melaju pergi mengayuh sepeda tersebut.
Sementara itu di tempat lain, Almira telah sampai dirumah nya, ia langsung memasuki gerbang rumah nya yang masih terbuka.
Saat masuk kedalam Almira melihat mobil Papah nya terparkir rapih di garasi, saat melewati mobil tersebut terlihat bayangan seorang wanita di dalam mobil.
Almira mengalihkan pandangan nya ke arah kursi kemudi, tetapi ia tidak melihat keberadaan Papah nya di dalam sana.
Almira mendekati mobil Papahnya, dia penasaran siapa yang berada di dalam sana.
