Bab 7 Kejutan Untuk Almira!
Suara gedoran pintu yang begitu keras, menghentikan kegiatan Salwa yang hendak memasukan nasi ke dalam mulut nya.
Ia berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang. Pintu pun terbuka.
“Lama sekali kamu membuka pintunya! Oh ya mana uang sewa kontrakan nya, ini sudah akhir bulan, yang bulan lalu saja belum kamu bayar. Hari ini kamu harus melunasi semua nya,”cerocos pemilik kontrakan tersebut.
“Tapi, Bu. Aku hanya punya 200 ribu. Sisa nya insyaalloh aku bayar nanti setelah aku mendapatkan uang lagi,” ucap Salwa, ia menyodorkan uang 200 ribu tersebut kepada ibu pemilik kontrakan.
“Hanya segini! Ini untuk bayar sewa satu bulan saja masih kurang Salwa!” Ibu tersebut berteriak sedikit keras.
“Aku minta maaf, Bu. Aku hanya punya uang segitu, aku janji jika nanti punya uang aku akan segera melunasinya!”ucap Salwa dengan sedikit rasa takut.
“Janji aja terusuuus! Aku sudah kenyang makan janji mu! Aku tunggu satu Minggu, kalau kamu tidak melunasi semua nya kamu harus tinggalkan kontrakan ini!” ketus Ibu kosan.
Mata Salwa mulai berembun mendengar perkataan Ibu kosan, bagaimana jika ia tidak mendapatkan uang dalam waktu satu Minggu. Sedangkan keadaan Ibunya sekarang tengah terbaring lemah.
“Insyaalloh akan ku usahakan,” jawab Salwa dengan suara sedikit bergetar menahan tangis.
“Bagus kalau gitu. Ingat, satu Minggu aku kasih tempo! Kalau gak bayar juga kamu tau konsekuensi nya, kan. Cukup sudah aku berbaik hati di bulan lalu!”tekan ibu kontrakan tersebut.
Setelah itu dia berlalu pergi meninggalkan kontrakan yang di huni oleh Salwa. Kejadian barusan dilihat banyak pasang mata, tapi mereka hanya menjadi penonton setia saja. Tidak ada sama sekali yang berniat membantu, atau sekedar bersimpati.
Salwa menutup kembali pintu kontrakan nya, makanan yang tadinya begitu nikmat kini terasa hambar. Salwa menghabiskan makanan nya dengan pikiran yang melayang entah kemana.
“Kemana aku harus mencari uang untuk melunasi kontrakan ini?” batin Salwa.
Dia begitu bingung, pasalnya dia tidak memiliki pekerjaan yang tetap, buruh cuci gosok yang ibunya geluti hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.
Untuk melamar pekerjaan pun Salwa belum menyelesaikan sekolah nya. Dia memang bisa melamar jadi art, karena syarat menjadi Art tidak memerlukan ijazah, tapi bagaimana dengan sekolah nya. Tidak mungkin dia keluar dari sekolah nya sekarang. Akan sangat di sayangkan jika dia berhenti sekolah, sebab banyak sekali perjuangan yang ia lewati dulu sehingga ia bisa mendapatkan beas siswa untuk masuk ke sekolah elit tersebut.
“Baik bersabarlah Salwa, sebentar lagi kamu akan lulus dari sekolah itu kan. Jadi, setelah lulus aku akan langsung mencari kerja,” batin nya.
Drrttt drrrrtt...
Suara getaran ponselnya menyadarkan Salwa dari lamunan nya, buru-buru ia meraih ponselnya yang tergeletak begitu saja di atas karpet.
Salwa mulai menyalakan ponselnya, dia melihat sebuah SMS yang menyatakan bahwa kuota nya telah di isi.
“Ada kuota masuk, aku tidak membeli kuota ke siapapun. Lantas darimana kuota ini?” batin Salwa.
Triing!
Tiba-tiba sebuah pesan wa masuk, Salwa segera membukanya. Ternyata pesan tersebut dari Inem teman baiknya dahulu waktu di kampung.
[Salwa, kuota yang gue kirim udah masuk?] Isi pesan yang dikirim Inem.
[Sudah, terimakasih banyak ya Nem. Padahal kamu gak usah repot-repot mengisi kuota ku. Tumben kamu kasih kuota ke aku?]
Salwa mengirim pesan balasan nya kepada Inem.
[Gak papa santai aja, hari ini gue ada rezeki lebih, gue kesal aja sebab dari kemarin gue telpon Lo gak aktif terus, jadi gue isi saja.] balas Inem.
[Wah alhamdulilah dong, kasih tau aku dong kamu sekarang kerja apa? Ku lihat kamu menikmati dan betah banget sama kerjaan yang sekarang?] Salwa.
Tiba-tiba ibunya Salwa memanggilnya, ia berbicara dengan suara pelan hampir tidak terdengar.
“Iya Bu, sebentar.”Salwa meletakan ponselnya, lalu ia bergegas masuk ke dalam kamar.
“Ibu mau apa?” tanya Salwa setelah ia duduk di samping ibunya.
“Ibu kebelet, Nak.”
Salwa memapah ibunya sampai ke toilet, dia juga memegangi tubuh ibunya saat ibunya tengah buang air.
Selesai dari kamar mandi ibunya kembali berbaring. Adzan magrib telah berkumandang, Salwa pun segera bergegas mandi dan melaksanakan sholat magrib.
Selesai sholat dia kembali mengecek pesan wa yang ia kirim kepada Inem, dan ternyata belum mendapat balasan, jangankan balasan centang nya pun masih menghitam tanda belum di lihat.
[Nem, kalau kamu gak sibuk jangan lupa kasih tau aku kamu kerja apa ya. Siapa tahu nanti kalau udah lulus aku bisa ikut kerja sama kamu.] Salwa mengirim pesan kembali kepada Inem.
Setelah itu Salwa kembali meletakan ponselnya, ia segera berbaring di samping ibunya, tubuhnya cukup lelah hari ini. Setelah ia seharian bekerja, dari mulai menyetrika baju mengurus ibunya yang tengah sakit dan mengantarkan baju nya kepada para pelanggan. Semua nya ia lakukan sendiri.
Semua kegiatan itu cukup menguras energi nya. Mungkin ini yang di rasakan ibunya ketika dirinya sedang tidak membantunya, pikir Salwa.
Dia mengelus dan memeluk tubuh ibunya dengan lembut, lalu dia memejamkan matanya. Karena kegiatan hari ini cukup banyak, membuat ia mengantuk lebih cepat dan tanpa sadar ia tertidur dengan posisi memeluk ibunya.
Sementara itu di rumah mewah milik keluarga Sulaiman, keluarga harmonis itu tengah bercengkrama di ruang keluarga.
“Pah, Mah, besok aku mau bawa mobil sendiri ke sekolah, boleh ya?” pinta Almira dengan suara manja nya yang khas.
“Kalau Mamah sih, boleh–boleh aja. Tapi mamah juga tergantung papah mengizinkan mu atau tidak,”jawab Bu Sofia.
“Gimana, Pah? Boleh gak?” Almira kembali bertanya.
“Boleh gak ya?!” Pak Sulaiman terlihat berpikir dengan memasang wajah datar nya.
Almira menatap Papahnya dengan mata berbinar seakan memohon untuk di izinkan.
“Baiklah, papah izinkan. Tetapi ingat! Kamu harus hati–hati, jangan ngebut ya!” ucap Pak Sulaiman.
“Terima kasih, Mah, Pah." Almira memeluk mamah dan Papahnya secara bergantian.
“Sama - sama, sayang,” jawab kedua nya serempak.
Waktu telah menunjukan pukul 9 malam, Almira pamit untuk tidur dan beristirahat di kamar nya. Padahal nyatanya dia sudah tidak sabar ingin memberi tahu sahabat nya bahwa mulai besok dia diizinkan untuk membawa mobil sendiri.
Sampai di dalam kamar nya, Almira meraih ponsel yang tengah iya cas, ia mulai mencari kontak sahabat nya. Setelah ia menemukan kontak tersebut, ia menelpon nya. Tetapi, sayang sekali sahabatnya tidak mengangkat telepon dari Almira.
Almira mengerucutkan bibirnya, ia sangat kesal. Sebab sahabatnya yang tak lain adalah Salwa, tidak sama sekali menerima panggilan telpon dari nya, padahal wa nya aktif.
“Ah sudahlah, pasti dia udah tidur. Besok saja aku akan mengejutkan dia dengan menjemputnya di kontrakan,” gumam Almira.
Almira meletakan ponselnya di atas nakas, kemudian ia membaringkan tubuhnya di atas kasur king size miliknya.
Triing! Tring! Suara pesan wa masuk.
”Siapa sih? Ganggu aja!” gerutu Almira.
“Biarkanlah, pasti gak penting,” sambung nya.
Akhirnya, Almira memilih kembali beringsut ke dalam selimut nya, ia mulai memejamkan matanya secara perlahan.
Tok! Tok! Tok!
Almira yang baru saja memejamkan matanya tersentak kaget, baru saja ia akan masuk ke alam mimpi tapi kembali di ganggu dengan suara ketukan pintu.
”Aah sial! Siapa lagi sih!”umpat nya.
“Siapa?”teriak Almira tanpa beranjak sedikit pun dari atas kasur.
Hening, tidak ada jawaban sama sekali dari luar, Almira pun berpikir hanya salah dengar.
Tok!
Tok!
Tok!
Tetapi, ketukan di pintu terdengar kembali, membuat Almira kesal dan memaksa tubuhnya untuk bangkit dari atas kasur empuk nya.
Almira berjalan dengan gontai menghampiri pintu, ia memutar kenop pintu dengan malas. Pintu pun terbuka.
“Kejutan!” teriak seseorang dari depan pintu. Ia mengejutkan Almira.
Almira yang tadinya lunglai tiba-tiba jadi bersemangat, dia lompat kegirangan dan berhambur memeluk seseorang di hadapan nya.
“Azkaaaa!” sambut Almira.
“Hehe, gimana kamu senang?”tanya Azka yang tak lain adalah kekasih hati nya.
“Tentu saja, aku sangat rindu. Kapan kamu pulang? Kenapa tidak memberi kabar pada ku kalau kamu sudah balik ke Indonesia,” cerocos Almira sembari melepaskan pelukan nya dari Azka.
“Karena aku ingin membuat kejutan untuk mu, dan taraa! Akhir nya berhasil. Oh ya aku pulang dua hari yang lalu. Sorry, baru bisa nemuin kamu hari ini, honey!” ucap Azka seraya betepuk tangan karena kejutannya berhasil.
“Bisa aja kamu bikin aku seneng,”sahut Almira yang merasa begitu bahagia. Dia tidak bisa menyembunyikan rona bahagia di wajahnya.
“Yuk ke bawah, aku punya sesuatu untuk mu!” ajak Azka.
Azka berjalan lebih dulu di ikuti dengan Almira di belakangnya. Mereka berjalan menuruni tangga.
Sampai di lantai bawah, kedua orang tua Almira masih bercengkrama di ruang keluarga.
“Mamah dan papah belum tidur?” tanya Almira.
“Belum, tadinya mau istirahat, tapi Nak Azka datang bertamu, masa mamah cuekin,”jawab Bu Sofia.
“Maaf ya Tante aku mengganggu waktu istirahat nya!”ucap Azka berasa tidak enak hati.
“No, sayang. Tidak masalah,”jawab Bu Sofia.
“Thanks Tante,” balas Azka seraya tersenyum.
“Azka, ini paper bag punya siapa? Banyak banget,” tanya Almira yang pura–pura tidak tahu. Padahal ia tau pasti itu untuk nya.
“Untuk mu dan Mamah, itu oleh-oleh dari Amerika,” sahut Azka.
“Terimakasih banyak Azka,” ucap Almira kegirangan.
Mereka bercengkrama hingga tidak terasa jam telah menunjukan pukul 11:30 tengah malam.
“Om, Tante, Mira. Aku pamit pulang dulu ya, besok aku harus kembali ke Amerika,”ucap Azka.
“What! Secepat itukah, bukannya kamu baru kembali dua hari yang lalu?”Almira terhenyak kaget ketika mendengar Azka akan kembali ke luar negeri.
“Maafkan aku, aku tidak bisa lama-lama di Indonesia,” ucap Azka.
“Hmm, baiklah.” Almira begitu kecewa.
“Jangan marah, please.” Azka memohon, ia menggenggam erat tangan Almira.
“Iya aku tidak marah, hanya sedikit kecewa saja. Karena mau marah pun rasanya percuma, tidak akan merubah apapun,”sahut Almira.
Azka hanya balas tersenyum, dia mengelus lembut pucuk kepala Almira. Kemudian ia menyalami kedua orang tua Almira. Setelah itu, ia menghampiri Almira kembali.
“Ingat jangan nakal-nakal! Tunggu aku balik dari America dan melamar mu!” ujar Azka.
“Kamu jangan nakal juga disana? Aku tau pasti cewek disana cantik-cantik dan sangat menggoda, apa kamu yakin tidak tertarik?!” tanya Almira penuh selidik.
“Hanya kamu yang paling cantik di mata ku, percaya lah!” sahut Azka.
“Hmm baiklah. Sudahlah jangan gombal, aku percaya sama kamu. Sana pulang ini sudah larut malam,” ujar Almira.
“Baiklah, tuan putri aku akan pulang, bye sayang. Jaga diri baik-baik, oke. Aku Sayang kamu,” pesan Azka.
Almira menganggukan kepala nya. “Tentu. Aku juga sayang kamu,”sahut Almira.
“Tante, Om. Aku pulang ya?” Pamit Azka.
“Iya, hati-hati di jalan, ingat jangan ngebut,” pesan Pak Sulaiman.
“Baiklah.”
Azka pun pulang dengan mengendarai mobil mewah nya, Almira menetap nya dengan sendu.
Setelah mobil Azka tidak terlihat lagi, Almira kembali ke dalam rumah, dia menyambar paper bag pemberian Azka lalu membawa nya ke kamar.
Sesampainya di kamar, ia menaruh paper bag tersebut di atas sofa yang berada di kamar nya, ia tidak berniat membukanya rasa kesal masih menyelimutinya.
Almira menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, dia telah bersiap menjemput mimpi yang tadi sempat tertunda.
Saat Almira hendak menutup mata ponsel nya terus saja berbunyi, entah siapa yang iseung tengah malam seperti ini menganggu orang.
Almira yang jengah membiarkan ponselnya yang terus saja menyala, dia lebih memilih untuk memejamkan mata nya dan tidur.
