Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 17

Sisa perjalanan itu hanya ditempuh selama 5 menit. Mobil masuk melalui pintu gerbang yang sudah lebih dulu dibuka Pak Kang. Melewati jalur lurus yang memperlihatkan keindahan pepohonan disepanjang jalan menuju halaman rumah. Tidak berhenti di teras rumah itu, Sehun langsung memarkirkan mobil di area parkir. Yoona berniat turun dari mobil, tapi Sehun menahannya dan membuatnya bertahan didalam sana.

“Ada yang ingin kuberikan padamu.” Ujar Sehun sembari melepaskan seat belt lalu meraih sebuah kotak di jok belakang. Dalam diam Sehun letakkan kotak itu ke atas pangkuan Yoona.

Tidak dulu membukanya, Yoona menatap Sehun kebingungan. Ia tidak pernah menerima hadiah apapun dari suaminya itu. Dan kotak yang ia dapatkan kini jauh lebih besar dari yang ia harapkan. Tapi, kenapa ekspresi Sehun berubah sendu? Menelan keanehan itu, Yoona mulai membuka tutup kotaknya.

Gerak tubuhnya seakan terhenti sesaat. Tanpa berkedip, ia amati tiga benda yang ada didalam kotak itu. Dimulai dari jaket lusuh berwarna coklat, syal tebal dan sebuah kalung dengan mainannya yang berbentuk sayap, berkilau disela syal. Punggungnya meremang. Kini matanya bergetar, memerah dan mulai berkaca-kaca.

Yoona menarik nafasnya perlahan. Ia menutup mata sejenak, berusaha mengontrol emosinya pada saat itu. Walau begitu, usahanya tidak membuat dirinya semakin tenang. Rasa cemas dan rindu membuat emosinya beradu dan mengacau. Ia tatap Sehun dengan sorot matanya yang seakan berkata, ‘Dari mana kau mendapatkan semua ini?’.

“Wanita yang berusaha menyelamatkanmu sewaktu di Jepang adalah mantan isteriku.” Kini seluruh tubuhnya merinding hebat. Yoona kembali tak berkedip, menatap Sehun tak percaya. “seperti yang telah kau ketahui. Eujin sudah tiada.” Dan mengalir begitu saja airmata di wajah Yoona. Yoona segera menunduk, tidak ingin Sehun melihat airmatanya—walau airmata itu sudah lebih terlihat.

Tangis yang tengah ia tahan membuat dadanya menjadi sesak. Eonni, jadi namamu Eujin? Ia sangat menyesali itu. Dulunya mereka tidak sempat berbincang, bahkan walau hanya untuk sekedar bertukar nama. Kesalahan lainnya yang terlambat untuk ia sesali. Selama ini ia memang tidak pernah mencari tahu seperti apa sosok mantan isteri suaminya itu. Yang ia ketahui hanyalah. Mantan isteri Sehun sudah tiada dan wanita itu bernama Eujin.

Tampak kebingungan, Yoona keluar dari mobil beserta kotak itu. Terlihat Pak Kang disana yang sudah menunggunya—berpikir Yoona akan kembali tertidur dimobil—dan ternyata kini Yoona melangkah dengan sendirinya. Dengan pandangan kosongnya, Yoona menaiki tangga lalu masuk kedalam kamarnya. Sementara itu Sehun baru saja keluar dari mobil dengan disambut Pak Kang disana.

“Tuan, apa Nyonya baik-baik saja? Saya merasa ada yang berbeda dengan Nyonya.” Tegur pak Kang yang sedang mengikuti Sehun masuk kedalam rumah. Sehun yang mendadak teringat sesuatu langsung menghentikan langkahnya. Ia tatap Pak Kang dengan heran.

“Apa kalian tidak pernah menunjukan foto Eujin padanya?”

“Heee?” malah Pak Kang yang keheranan. Kenapa mendadak membahas Nyonya Eujin? “Tuan, maksud anda?” Sehun kembali lanjut melangkah, meninggalkan Pak Kang yang masih kebingungan berkat pertanyaan mendadaknya.

--

Yoona benar-benar terjaga semalaman. Ia sama sekali tidak bisa menutup mata. Pikirannya terus-terusan mengenang kebersamaan singkatnya bersama wanita itu, yang ternyata bernama Eujin, mantan isteri suaminya. Seketika semua yang ada dipikirannya pun langsung tertupahkan. Mengamati jaket, syal dan kalung itu, lalu berkata dalam sunyi.

“Kau tahu eonni, tetesan darahmu yang tertinggal di jalanan telah menyelamatkanku. Warga berhasil menemukanku dirumah itu setelah mengikuti jejak darahmu.” Ia tersenyum pahit. “sampai akhir kau tetap berusaha melindungiku, meski dalam kondisi tubuhmu yang seperti itu.” nafasnya menjadi tak beratur. “dari awal aku sudah curiga dengan darah mimisanmu yang keluar sangat banyak, tidak seperti mimisan pada umumnya. Kau juga demam tinggi selama 2 hari penuh. Kau, kau sudah menahan sakit hanya untukku. Dan kini, aku tidak bisa melakukan apapun untukmu.” Bibirnya bergetar dan airmata tak lagi terbendung. “tapi, fakta lain membuatku merasa bingung. Kenapa, kenapa kita menikahi lelaki yang sama?” Yoona seakan mendapatkan sebuah jawaban. “eonni, apa kau memintaku untuk menjaganya? Tapi, dia tidak menyukaiku.” Kesedihan terlihat jelas diwajahnya. Yang tetap seperti itu hingga pagi menjelang.

--

Pagi itu Sehun melewatkan sarapannya. Ia juga meminta sopir di kantornya untuk menjemputnya lebih cepat. Pakaiannya saat itu hanya kemeja coklat polos dan celana bahan berwarna hitam, dilengkapi sepatu kulitnya yang juga berwarna hitam. Tanpa dasi dan jas, Sehun berangkat ke kantor dengan kondisinya yang tak terlalu rapi? Ia bahkan lupa mengenakan jam tangannya. Setidaknya ponselnya sudah lebih dulu masuk kedalam saku celananya.

Kedatangannya di kantor yang jauh lebih cepat dari biasanya membuat karyawannya yang masih bersantai disekitar gedung langsung melangkah dengan terburu-buru menuju lift. Mereka berbaris dengan tegang menunggu giliran, tanpa berani melirik sang Presdir yang sedang melangkah santai menuju lift pribadi miliknya.

Setibanya di lantai teratas—dimana kantornya berada. Tampak Ji Suk Jin—alias Manager Ji—yang tengah kerepotan dengan jasnya, berlari menghampiri Sehun yang baru saja melangkah keluar dari lift. Tak hanya Manajer Ji, semua karyawan yang bekerja di timnya juga terlihat kerepotan karena kedatangannya yang sangat tiba-tiba.

“Bawa semua berkas yang harus kuperiksa.” Tangkasnya singkat kepada Manager Ji seperti biasa. Biasanya Sehun akan menyahut sambutan dari karyawannya, tapi pagi ini ia hanya melenggang begitu saja, masuk kedalam ruangannya dengan aura menakutkan.

“Ada apa dengannya? Dia tidak seperti biasanya.” Ujar seorang editor kepada rekannya.

“Apa kau sadar itu? Pakaiannya juga tidak seperti biasanya.” Sambung seorang sekretaris—yang hingga kini tidak pernah berurusan langsung dengan Sehun—itu karena Sehun hanya mempercayai Manager Ji untuk segala urusan yang bersangkutan padanya.

“Mungkin sedang berkelahi dengan isterinya.” dan seorang kepala periklanan ikut bergabung bersama mereka.

“Isteri mudanya itu ya?” sahut seorang reporter.

“Yak yak yak! Bubar bubar!” Manager Ji yang sudah sangat muak dengan kelakuan rekan-rekannya itu langsung meneriaki mereka. “sana kerjakan tugas kalian! Apa kalian mau dipanggil dengannya karena kerjaan tak becus yang kalian kerjakan? Siap menerima makian darinya?” mereka serentak memutar bola mata dengan mimik trauma yang menggelikan. “aa, dan juga. Jangan membahas isterinya disini!” bentakan terakhirnya berhasil membuat rekan-rekannya bergerak alami menuju meja kerja masing-masing. Tentu mereka tahu itu, bahwa Manager Ji adalah paman dari isteri bos mereka.

Awalnya Sehun bekerja seperti biasa. Tenang dan tetap fokus. Ia juga menikmati kopi dan cemilan yang Manager Ji berikan. Sesekali melayangkan pandangannya keluar dinding kaca—yang tengah memperlihatkan langit dengan awan mendung tanpa hujan. Tetapi disamping itu semua, kecemasan terus mengganggunya.

Meskipun ia telah membentengi dirinya dengan fokus pada kerjaan, kecemasan itu terus membuatnya resah. Makan siangnya pun sampai terlewatkan. Saking besar usahanya untuk tetap fokus dengan dokumen-dokumen yang masih menumpuk di meja kerjanya.

-

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel