6. WAJAHMU MENGALIHKAN DUNIAKU
Elena melihat Rovaldo tersenyum sendiri. "Kenapa kamu?"
"Apa?" Tanya Rovaldo.
"Senyum sendiri," jawab Elena.
"Tidak," bantah Rovaldo. "Cepat masukkan nomormu diponselku!"
"Untuk apa? Setelah ini, kita tidak akan bertemu lagi," jawab Elena. "Repot amat dengan nomor ponsel."
"Apa tidak bisa kita berteman? Kata orang, banyak teman banyak rejeki," Rovaldo berusaha mencari cara agar Elena mau memberitahu nomor ponselnya.
"Itu kata orang, bukan kataku!"
"Keras kepala!" Ucap Rovaldo.
"Emang gue pikirin," jawab Elena.
"Jadi tidak mau nih, kasih tahu nomor ponselmu."
"Nggak!" Jawab Elena tegas.
"Ok! Baiklah ok. Kalau begitu, aku tidak akan mengantarmu pulang. Aku akan menculikmu!"
Elena langsung melihat Rovaldo. "What? Jangan gila kamu!"
"Terserah," jawab Rovaldo santai. "Emang gue pikirin!"
Elena melihat ke depan, jalan yang sedang dilewatinya beberapa menit lagi sampai ke depan rumahnya. "Kamu mengancamku?"
"Terserah, apa penilaianmu. Tidak kamu kasih tahu nomor ponselmu, berarti kamu tidak pulang. Dan aku ---," Rovaldo tersenyum melihat Elena.
"Dan apa?"
"Akan membawamu ke rumahku. He-he-he," Rovaldo terkekeh.
"Aku akan berteriak," ancam Elena.
"Silahkan berteriak sekeras mungkin kalau mau jadi tontonan orang banyak. Seperti tadi, kita berdua jadi tontonan orang banyak di jalan raya."
"Kamu sangat menyebalkan!" Elena kesal.
"Tidak menyebalkan kalau kamu memberitahu nomor ponselmu. Begitu saja ribet banget, dasar perempuan!"
Elena melihat ponsel yang ada dipangkuannya kemudian melihat ke depan. Sebentar lagi rumahnya akan terlewati.
"Cuma nomor ponsel saja berpikirnya seperti sedang mengurus negara," gerutu Rovaldo. "Ayo cepat!"
Elena akhirnya mau tidak mau mengambil ponsel Rovaldo yang ada di atas pangkuannya kemudian memasukkan nomornya. "Ini sudah."
Rovaldo tersenyum senang, segera diambilnya ponsel yang ada ditangan Elena. "Nah, begitu dong. Kenapa tidak dari tadi? Kitakan jadi tidak saling beradu mulut."
Elena melihat ke depan. "Aku berhenti di depan pagar besi putih itu."
"Yang mana?"
"Itu," tunjuk Elena ke depan.
"Ok!" Jawab Rovaldo.
Mobil berhenti tepat di depan pintu pagar besi berwarna putih.
Elena segera melepas seatbeltnya. "Terima kasih sudah mengantarku."
"Apa itu rumahmu?" Tanya Rovaldo.
"Bukan! Itu rumah kedua orangtuaku, aku hanya menumpang hidup di sana," jawab Elena sambil membuka pintu mobilnya.
Rovaldo ikut ke luar dari mobilnya dan melihat-lihat rumah Elena. "Tidak mengajakku masuk?"
"Hello Rovaldo Bastian, sepertinya kita tidak cukup akrab untuk mempersilahkan kamu masuk ke dalam rumahku dan minum segelas teh hangat."
"Pelit sekali," ucap Rovaldo.
"Bodo!" Jawab Elena sambil membuka pintu pagar rumahnya.
"Elena," panggil Rovaldo dari belakang. "Elena!"
"Apa lagi? Urusan kita sudah selesai. Kamu cepat pergi, pulang ke rumah orangtuamu!"
"Terima kasih," ucap Rovaldo tersenyum manis.
"Untuk?" Tanya Elena bingung.
"Untuk nomor ponselnya," jawab Rovaldo. "Dan aku minta maaf atas kejadian tadi yang hampir saja menabrak kamu itu. Aku memang salah membawa mobilku dalam kecepatan tinggi. Aku minta maaf."
Elena terdiam beberapa saat, di dalam hatinya masih ada perasaan kesal, tapi melihat wajah Rovaldo yang tulus meminta maaf akhirnya Elena memaafkannya. "Sudah lupakan kejadian tadi, tapi dilain hari kamu jangan membawa mobilmu seperti itu lagi. Sangat berbahaya, nanti akan mencelakai orang lain."
"Ok," jawab Rovaldo. "Tapi apa boleh aku meneleponmu?"
"Dikasih hati minta jantung," jawab Elena sambil menutup pintu pagarnya.
"Elena!" Panggil Rovaldo. "Boleh aku meneleponmu?"
"Tidak boleh!" Jawab Elena langsung pergi, tapi dengan bibir tersenyum.
"Elena!" Panggil Rovaldo lagi. "Sampai bertemu lagi!"
"Berisik!" Elena tidak menghentikan langkahnya, terus berjalan menuju ke rumahnya.
Rovaldo masih berdiri disamping mobilnya melihat ke arah rumah Elena, terlihat di bibirnya tersungging senyum. "Elena, aku pastikan akan selalu datang ke rumahmu. Dirimu telah mengalihkan duniaku."
Elena melangkahkan kakinya melewati beberapa pot bunga besar kesayangan Mamanya. Diteras rumah terlihat Bi Suti sedang menyapu lantai.
"Bibi," sapa Elena.
"Pulangnya sore sekali Non."
"Iya Bi," jawab Elena. "Bikinin aku juice Bi, rasanya haus sekali."
"Juice apa Non?"
"Jeruk saja biar segar, jangan terlalu manis. Antarkan ke kamar Bi." Elena melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah, tapi kemudian berbalik badan lagi melihat Bibi. "Mama ke mana Bi, kok sepi?"
"Nyonya ke luar, tadi katanya mau menjenguk temannya di Rumah Sakit."
"Siapa yang di Rumah Sakit?" Tanya Elena.
"Tidak tahu Non."
"Ok deh. Cepat bikin juicenya Bi. Haus sekali." Elena langsung masuk ke dalam rumah.
"Iya Non," Bibi bergegas pergi untuk membuat juice.
Satu per satu undakan tangga Elena lewati. "Tubuhku gerah sekali, rasanya gue pengen nyelam ke dasar laut biar adem."
Pintu berwarna coklat dengan gantungan hati di daun pintu Elena buka perlahan. Tercium wangi bunga sedap malam menyeruak ke dalam hidung ketika kakinya masuk melangkah ke dalam kamar.
"Langsung mandi saja biar segar tubuhku." Disimpannya tas dan buku yang dari tadi dipegangnya lalu satu per satu sepatu yang dari pagi setia menemani langkah kakinya dilepas.
Tidak lama kemudian terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi yang menandakan Elena sedang membersihkan tubuhnya ketika Bi Suti masuk.
"Non Elena sedang mandi, biar juicenya di simpan di sini saja," gumam Bi Suti menaruh gelas juice di atas meja kemudian merapikan sepatu yang tergeletak begitu saja dan baju yang teronggok di atas kursi.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Elena untuk membersihkan tubuhnya. Wajah yang tadi lusuh sekarang terlihat jauh lebih segar ketika ke luar dari kamar mandi dengan rambut panjangnya yang terurai basah.
"Segarnya, gue serasa hidup lagi," gumam Elena dengan tatapan langsung melihat juice jeruk di atas meja.
Tidak lama pintu kamarnya terbuka. "Elena. Sudah pulang nak?"
"Mama darimana?" tanya Elena begitu melihat siapa yang masuk.
"Dari Rumah Sakit," jawab Mama. "Ini Mama tadi beli roti coklat kesukaanmu."
"Kebetulan aku sedang lapar," Elena mengambil bungkusan plastik dari tangan Mamanya.
"Kata Bi Suti, kamu baru pulang."
"Iya," jawab Elena sambil membuka bungkusan rotinya.
"Kenapa sore sekali? Habis darimana?"
Elena terdiam beberapa saat sambil mengunyah rotinya. "Tidak kemana-mana. Tadi hanya makan lalu ---."
"Lalu apa?"
Kejadian dirinya hampir tertabrak mobil Rovaldo kembali terbayang dipelupuk matanya.
"Lalu apa? Kamu pergi main?"
"Tidak main, aku tadi pulang dengan Febri dan Dewi naik bus lalu makan terus pulang. Itu saja," jawab Elena dengan mulut sibuk mengunyah.
Mama bangun dari duduknya. "Ya sudah, Mama mau mandi dulu. Keringkan rambutmu itu nanti masuk angin."
"Iya."
Mama kemudian pergi meninggalkan putri kesayangannya yang sedang sibuk mengunyah roti coklat.
Tidak lama terdengar bunyi notif pesan dari ponselnya yang masih ada di dalam tas. Dengan malas Elena bangun dari duduknya untuk mengambil ponsel. "Mengganggu kenikmatan gue saja! Siapa yang mengirim pesan?"
Ponsel yang ada di dalam tas segera diambilnya dan seketika matanya melebar ketika membaca pesan yang tertera dilayar ponsel.
