Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. ROVALDO BASTIAN

Pemuda yang membantunya mengambil buku ikut berdiri. "Kamu tidak apa-apa?"

Dengan gugup Elena menjawab. "Aku tidak apa-apa."

Terdengar seorang pria di antara kerumunan berteriak. "Tanggung jawab loe!"

"Tanggung jawab loe! Bawa mobil seperti orang kesetanan. Hampir saja nyawa gadis ini melayang!" Sambung yang lain.

"Loe pikir ini jalan raya punya nenek moyangmu!" Seru yang lain.

Pemuda tersebut melihat ke arah orang-orang yang sedang melihatnya. "Aku akan bertanggung jawab! Gadis ini juga tidak terluka."

"Tidak terluka, tapi loe hampir membuatnya jantungan! Jangan mentang-mentang pakai mobil mewah, loe bisa sesuka hati bawa mobil!" Jawab salah seorang pria brewokan.

Elena hanya terdiam. Tangannya masih terasa gemetaran. Seumur hidup baru mengalami kejadian seperti ini, apalagi beberapa menit yang lalu nyawanya hampir melayang ditabrak pemuda yang sekarang sedang berdiri dihadapannya untuk menenangkan orang-orang.

"Maaf Bapak-bapak, Ibu-ibu kalau saya telah membuat kesalahan. Dan memang ini saya yang salah. Saya minta maaf. Untuk gadis ini saya akan bertanggung jawab," ucap pemuda tersebut melihat Elena yang masih terlihat pucat.

Tiba-tiba terdengar suara beberapa klakson mobil dan kendaraan lain dari arah belakang mobil pemuda yang hampir menabrak Elena.

"Woi! Macet!" Teriak seorang sopir terus menerus membunyikan klakson beberapa kali.

Pemuda tersebut langsung melihat ke arah mobilnya. terlihat banyak kendaraan dibelakang mobilnya. "Macet!"

Orang yang tadi melihat kejadian Elena akan tertabrak mobil langsung bicara. "Gadis ini tidak apa-apa. Sudah bubar saja! Lihat, jalan jadi macet!"

"Iya, gadis ini baik-baik saja tidak terluka sedikitpun. Dia hanya shock saja," jawab Ibu-ibu. "Bubar! Ayo bubar! Kasihan kendaraan yang lain jadi macet!"

Hanya dalam hitungan detik, orang-orang yang berkerumun langsung membubarkan diri walau ada beberapa orang yang tidak puas. "Huh!"

Elena masih berdiri di depan pemuda tersebut. Buku yang tadi jatuh berserakan sekarang didekapnya erat bersama dengan tasnya.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya pemuda tersebut melihat wajah Elena yang masih pucat.

"Woi! Minggir! Mobilnya!" Terdengar lagi suara orang berteriak meminta pemuda itu meminggirkan mobilnya.

"Astaga, aku lupa," ucap pemuda tersebut melihat mobilnya.

Elena belum bicara apa-apa, tatapannya melihat ke arah kendaran yang mengantri dibelakang mobil yang hampir menabraknya.

"Kamu ikut denganku," ajak pemuda tesebut tiba-tiba menarik tangan Elena.

Mata Elena terbelalak lebar, tangannya tiba-tiba ditarik dan diminta masuk ke dalam mobil pemuda tersebut. "Eh."

"Ikut denganku," ucap pemuda tersebut membukakan pintu mobilnya agar Elena masuk.

"Tapi ---," ucapan Elena terpotong.

"Lihatlah, jalan sudah macet karena mobilku menghalangi mereka. Sebaiknya kamu cepat masuk, kita bicara sambil jalan."

Elena tidak punya pilihan lain apalagi terdengar suara klakson kendaraan lain yang ada dibelakangnya saling bersahutan, mau tidak mau akhirnya masuk dan duduk di dalam mobil.

Setelah melihat Elena masuk, pemuda tersebut segera masuk lewat pintu yang lain dan duduk dibelakang setir untuk melajukan kembali kendaraannya.

Tidak ada yang bicara selama beberapa menit, Elena masih terkesima dengan kejadian yang baru dialaminya beberapa waktu yang lalu.

"Kamu mau minum?" Tanya pemuda tersebut melihat Elena sekilas karena sedang menyetir. "Itu ada air mineral di dashboard yang belum dibuka. Minumlah itu biar kamu tenang."

Elena diam saja, buku masih didekap erat di dadanya.

"By the way, we haven't met yet. My name is Rovaldo Bastian, you can call me Tian. What's your name?"

"Elena. Elena Marlyana. Kamu bisa memanggilku apa saja."

"Minumlah air mineral itu. Kamu terlihat tegang sekali," ucap Rovaldo. "Wajahmu begitu pucat. Kamu pasti tadi sangat shock."

"Tidak apa-apa aku minum ini?" Tanya Elena.

"Kamu pikir itu ada obat biusnya?"

Elena mengambil botol air mineral yang ada di dashboard. Langsung membukanya dan meminumnya sampai hampir setengahnya habis. "Terima kasih."

Rovaldo tersenyum. "Kamu pasti sudah lupa denganku."

Elena melihat Rovaldo. "Maksudnya?"

"Kamu memang benar-benar sudah lupa. He-he-he."

Elena memperhatikan wajah Rovaldo, alisnya mengernyit mencoba mengingat. "Kamu ---?"

"Iya, aku?"

"Aku baru ingat. Kamu yang tadi ada di caffe itu. Benar?" Tanya Elena.

"Ingatanmu ternyata masih normal, walau loading nya begitu lama."

"Wajarlah, aku tadi hampir mati tertabrak mobilmu! Bawa mobil nggak kira-kira kencang banget. Kamu pikir jalan raya ini punya nenek moyangmu!"

"Ha-ha-ha. Marahnya baru ke luar sekarang," Rovaldo tertawa.

Elena mencibir melihat Ronald. "Kalau aku tadi mati bagaimana? Jalan raya padat orang begitu, bawa mobil nggak kira-kira."

"Kamu juga menyebrang tidak lihat-lihat jalan. Asal menyebrang."

"Eh, sembarangan! Aku tadi sudah lihat kiri kanan, sudah memastikan tidak ada kendaraan makanya aku menyebrang jalan," jawab Elena tidak terima disalahkan.

"Tapi buktinya ada mobil aku lewat," jawab Rovaldo. "Dan kamu tidak melihatnya."

"Karena kamu yang salah bawa mobil kencang banget. Kamu pikir jalan raya itu tempat ajang balap mobil?" jawab Elena ketus. "Sono di Sentul kalau mau balapan mobil."

"Kamu galak juga padahal tadi kalem banget, ternyata sekarang ke luar aslinya. Galak! Ha-ha-ha."

Wajah Elena yang tadi pucat pasi sekarang berubah merah karena kesal. Dilihatnya ke luar ke antara mobil-mobil yang lewat saling mendahului.

"Rumahmu di mana? Mau pulang atau ke Rumah Sakit?" tanya Rovaldo setelah beberapa saat mereka terdiam.

"Mau apa ke Rumah Sakit?" tanya Elena.

"Memeriksa keadaanmu," jawab Rovaldo. "Aku harus bertanggung jawab."

"Aku baik-baik saja. Tidak ada yang terluka," jawab Elena melihat kaki dan tangannya.

"Baguslah! Kalau begitu, bagaimana kalau diganti dengan kencan?" Tanya Rovaldo becanda.

"Kencan? Mimpi!" Jawab Elena cepat dengan wajah yang memerah. "Antarkan aku pulang!"

"Ok! Tapi di mana rumahmu?"

"Lurus saja, nanti aku kasih tahu harus berhenti di mana," jawab Elena langsung mengambil ponselnya yang mengeluarkan notif pesan.

Rovaldo terdiam, melihat Elena yang sedang mengetik sesuatu dilayar ponselnya.

Selesai mengetik, ponsel kembali Elena masukkan ke dalam tasnya.

"Pacarmu ya?" tanya Rovaldo.

"Apa?"

"Itu yang mengirim pesan," jawab Rovaldo.

"Bukan. Nyokap."

"Oh, kirain pacarnya," jawab Rovaldo tersenyum senang. "Ngomong-ngomong boleh aku minta nomor ponselmu?"

"Untuk apa?"

"Untuk menagih hutang!" Jawab Rovaldo kesal. "Pakai tanya lagi."

"Kalau tidak boleh bagaimana?"

"Harus alias wajib," Rovaldo mengeluarkan ponsel dari saku celana panjangnya dan memberikannya pada Elena. "Masukkan nomormu ke sini!"

"Maksa!" Elena tidak segera mengambil ponsel dari tangan Rovaldo.

"Cepat! Aku sedang menyetir," Rovaldo melempar ponselnya ke pangkuan Elena.

"Apa sih kamu ini. Pemaksaan!" Gerutu Elena mengambil ponsel Rovaldo yang ada di atas pahanya.

Rovaldo tersenyum. Entah apa yang terjadi dengan dirinya, kenapa rasanya sangat senang melihat Elena. Apalagi matanya tidak bisa berpaling jika sudah memandang wajah gadis yang ada disebelahnya, Elena marlyana.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel