Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. AWAL PERTEMUAN

"Gue juga kadang pulang telat tidak pernah ditanya darimana dan habis ngapain. Kecuali kalau pulang larut malam, baru bokap gue

ceraman dari pagi sampai pagi," ucap Dewi.

"Sama saja, gue juga begitu," jawab Elena. "Semua orang tua pasti begitu."

Taksi meluncur membelah jalan raya yang sudah terlihat lengang. Ketiga gadis ini hanya diam membisu melihat ke luar dengan pikiran masing-masing.

"Gue sebentar lagi sampai. Rasanya pengen cepat mandi, badanku lengket gerah panas dan ---," ucap Dewi.

"Dan bau," potong Febri melihat Dewi.

"Sembarangan! Tidak ada cerita badan gue bau! Badan loe yang bau," jawab Dewi tidak terima.

"Lihat tuh sudah sampai!" Tunjuk Febri ke luar.

"Pak taksi, stop di sini. Satu orang mau turun. Stop!" Dewi langsung minta sopir taksi menghentikan taksinya.

Taksi berhenti tepat di depan sebuah rumah yang berpagar.

"Ini rumah loe?" Tanya Febri melihat ke luar. "Koq kayaknya beda dengan rumah yang dulu. Sepertinya bukan begini bentuk rumah loe, tapi tempatnya memang ini. Gue masih hapal jalannya."

"Hello! Tahun berapa loe ke rumah gue? Tentu saja sudah berbeda," jawab Dewi sambil ke luar dari dalam taksi. "Ladies, gue duluan ya. Hati-hati kalian berdua."

"Bye!"

Taksi kembali melanjutkan perjalanannya untuk mengantarkan dua gadis lagi yang wajahnya terlihat sangat lelah.

"Setelah ini giliran gue yang turun," ucap Febri.

"Harusnya yang lebih awal turun itu gue," jawab Elena. "Tapi Pak sopir mengambil jalan pintas, jadi gue yang paling ujung nyampenya."

Pak sopir merasa namanya disebut langsung melihat Elena dan Febri lewat kaca spion dalam. "Tadi macet Nona-nona, jadi Bapak ambil jalan memutar."

"Iya ya tadi agak macet di daerah sana. Tapi macet karena apa itu Pak? Sepertinya ada kecelakaan," jawab Febri. "Banyak polisi."

"Iya kecelakaan Non, kontainer menabrak truk yang berusaha mendahuluinya," jawab sopir. "Kalau menunggu kontainer digeser kepinggir jalan, sampai kapan kita harus menunggu? Jadi lebih baik Bapak ambil jalan memutar. Bukankah Nona-nona ini ingin cepat sampai ke rumah?"

"Iya Pak betul juga. Kontainer gede begitu, nanti lebaran haji baru bisa dipindah. He-he-he," jawab Febri diakhiri dengan terkekeh. "Bapak memang pintar."

Sopir taksi tersenyum mendapat pujian dari Febri sementara Elena hanya diam tidak bicara apa-apa.

"Akhirnya sampai juga," Febri melihat ke luar. "Gue ingin mandi terus tidur. Gue merindukan tempat tidurku."

"Gue ingin mandi terus tidur, lalu tiba-tiba terdengarlah suara gaduh dari kamar sebelah," ledek Elena. "Dan akhirnya ---."

"Maksudmu bokap sama nyokap gue bertengkar?"

Elena menaik turunkan alisnya. "He-he-he."

Febri mencibir kemudian melihat sopir. "Pak berhenti di depan dekat tiang listrik."

"Ok Non," jawab sopir.

Taksi berhenti tepat depan tiang listrik. Febri langsung pamit. "Bye Elena."

"Bye," jawab Elena.

Febri langsung pergi tanpa melihat lagi ke belakang, begitu pula dengan taksi yang kembali melaju membelah jalan raya lagi.

Elena menghela napas, sekarang yang tersisa tinggal dirinya. Kursi disampingnya sejarah sudah kosong.

"Non, apa masih jauh rumahnya?" Tanya sopir.

"Setengah jam lagi dari sini, kenapa Pak?" Tanya Elena.

"Maaf Non, sepertinya bensinnya habis," jawab sopir.

"Habis? Masa bisa habis sih Pak. Memangnya Bapak tidak mengecek bensinnya?" Tanya Elena heran bensin bisa habis.

"Lupa Non tadi tidak isi bensin," jawab sopir merasa bersalah.

"Jadi bagaimana dong Pak?" Tanya Elena.

"Maaf Non, maaf."

"Maksudnya?" Tanya Elena.

"Bapak cuma bisa mengantar Non sampai di sini saja," jawab sopir. "Maaf Non."

Elena menghela napas. "Bapak ini bagaimana sih? Aku harus cari taksi lagi."

"Daripada mogok di jalan Non tambah repot," jawab sopir.

Elena kesal bukan main. "Berapa itu argonya?"

"Seratus ribu Non," jawab sopir.

"Ini Pak," Elena memberikan selembar uang seratus ribu kemudian langsung ke luar dari dalam mobil dengan wajah kesal. "Sialan!"

Mobil taksi langsung pergi meninggalkan Elena yang masih menggerutu dalam hatinya.

"Apes banget hidup gue."

Elena melihat ke kiri dan kanan berharap ada taksi lain yang lewat. "Sepi banget ini jalan." Elena baru sadar kalau dirinya turun di tempat sepi.

"Sepertinya gue harus jalan ke depan, siapa tahu di jalan sana ada taksi," gumam Elena sendiri. "Untung matahari sudah tidak terlalu terik."

Elena berjalan sambil sesekali melihat ke belakang berharap ada taksi yang lewat, tapi tetap tidak ada. Langkahnya semakin jauh sampai tiba dipersimpangan jalan yang banyak orang.

"Gue jadi haus. Ya Tuhan, mimpi apa gue harus jalan kaki begini. Gara-gara sopir taksi itu, gue jadi begini," Elena mengomel sendiri.

Dari jarak beberapa meter diseberang jalan terlihat ada penjual minuman dingin. "Gue beli minuman itu saja. Tapi gue harus menyebrang jalan, nggak apa-apalah daripada mati kehausan."

Elena memegang erat buku ditangannya, dilihatnya kiri kanan untuk memastikan dirinya aman untuk menyebrang. Setelah benar-benar aman, Elena segera melangkahkan kakinya, tapi tiba-tiba dari arah kiri terlihat mobil merah meluncur begitu kencang.

Mata Elena terbelalak melihat mobil berwarna merah melaju sangat kencang kearahnya. "Aaaa!"

Terdengar suara mobil yang mendadak direm, wajah Elena menegang terpaku menatap mobil yang hanya berjarak beberapa senti hampir menyentuh tubuhnya.

"Hai, lihat! Ada orang yang tertabrak!" Teriak seseorang tidak jauh dari tempat Elena.

"Ayo kita lihat!" Jawab yang lain.

Dalam hitungan detik orang-orang sudah datang berkumpul sementara Elena masih berdiri terpaku dengan wajah yang memucat serta buku yang sudah jatuh tergeletak di aspal.

"Nona! Kamu tidak apa-apa?" Tanya seorang ibu.

Elena baru tersadar. "Aku ---," ucapnya terbata, tiba-tiba tubuhnya gemetar.

"Nona, apa kamu terluka?" Tanya yang lain melihat Elena yang pucat.

Elena melihat tubuhnya sendiri. "Ti,, tidak," jawabnya gugup.

"Hai, kamu! Ke luar dari mobil!" terdengar suara pria berteriak meminta pengemudi yang hampir menabrak Elena untuk ke luar.

"Ke luar!" Sambung yang lain berteriak.

Dengan wajah yang pucat dan tangan yang gemetar, Elena mengambil beberapa buku miliknya yang terjatuh di aspal. Mimpi apa dirinya semalam akan mengalami kejadian seperti ini.

"Hai, ke luar!" Terdengar lagi seorang pria yang sudah paruh baya meminta pengemudi mobil untuk ke luar.

"Tanggung jawab. Woi!" Sambung yang lain.

"Ke luar!" Beberapa orang terus berteriak meminta pengemudi mobil untuk ke luar.

Mendadak suasana yang tadi sepi berubah menjadi ramai dengan datangnya orang-orang untuk melihat kejadian apa yang terjadi.

Perlahan pintu mobil terbuka kemudian ke luar seorang pemuda berkaca mata, berdiri sejenak melihat orang-orang yang menatapnya lalu mendekati Elena yang masih berjongkok mengambil bukunya.

"Nona, apa kamu tidak apa-apa?" tanya pemuda tersebut ikut berjongkok untuk membantu mengambil buku yang tergeletak diaspal.

Tatapan Elena perlahan melihat orang yang ikut membantunya mengambil buku. Ke dua iris bola matanya langsung bertabrakan dengan iris hitam legam mata pemuda tersebut. Beberapa detik ke duanya hanya diam terpaku saling menatap dengan jantung berdetak kencang serta ada perasaan lain yang berdesir di hati keduanya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya pemuda tersebut cepat tersadar kemudian mengambil buku yang tergeletak di aspal.

Elena langsung berdiri, tangannya yang masih gemetar sekarang ditambah dengan kegugupan. Pandangannya dialihkan melihat orang-orang yang sedang memperhatikannya.

"Nona, apa kamu tidak apa-apa?" tanya seorang Ibu terlihat khawatir melihat Elena dari atas sampai bawah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel