Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. PANDANGAN PERTAMA

Dewi dan Febri langsung melihat ke meja yang tidak jauh dari tempat mereka duduk.

"Wow, ternyata di sana banyak cowok ganteng," bisik Dewi langsung berubah manis mengatur rambutnya. "Cogan ladies."

"Iya, tadi kayaknya tidak ada orang yang duduk di sana. Kapan mereka datang?" Tanya Febri sambil diam-diam merapikan bajunya.

"Waktu kita lagi pesan makanan, mereka baru masuk," jawab Elena.

"Pantas gue tadi tidak melihat mereka," bisik Febri. "Mereka ganteng-ganteng. Idaman gue banget."

Elena hanya menarik napas melihat tingkah polah kedua temannya.

"Tapi lihat," Febri berbisik pada Elena. "Di antara mereka berempat ada yang melihat ke arahmu dari tadi."

Elena mengernyitkan alisnya. "Tidak ada, jangan ngarang loe!"

"Apa?" Tanya Dewi yang tidak mengerti.

Febri berbisik pada Dewi. "Di antara mereka berempat ada yang ngelihatin si Elena dari tadi."

"Yang mana?" Tanya Dewi antusias.

"Yang rambutnya paling rapi, paling cakep," jawab Febri. "Pakai jaket coklat."

"Cakep banget," bisik Dewi setelah melihat orang tersebut.

"Elena!" Panggil Febri tersenyum. "Cieee, ada yang terjerat pesonamu. He-he-he."

"Apaan sih kalian ini. Orang cuma ngelihatin doang sudah berpikir yang aneh-aneh. Mungkin dia ngelihatin gue karena mirip emaknya," jawab Elena.

"Ha-ha-ha. Betul juga apa katamu. Mungkin saja kamu dilihatin karena mirip emaknya," jawab Dewi tertawa.

"He-he-he," Febri juga ikut terkekeh.

"Lama banget sih pesanannya. Gue haus banget," gerutu Elena.

"Itu datang," tunjuk Dewi dengan matanya pada pelayan yang sedang berjalan ke arah mereka.

Febri tersenyum manis melihat Galang yang datang membawa nampan berisi makanan dan minuman pesanan mereka.

"Terima kasih," ucap Febri melihat Galang setelah selesai mengatur semua pesanan di atas meja.

"Sama-sama," jawab Galang tidak kalah ramah. "Selamat menikmati."

"Akhirnya datang juga," ucap Elena mengambil gelas juice jeruknya.

"Jangan lupa berdoa," ucap Dewi melihat Elena.

"Haruskah gue berdoa dengan teriak-teriak? Dalam hatipun sudah cukup," jawab Elena langsung menyeruput juice jeruknya.

"Segar sekali juice jeruknya," Febri langsung menghabiskan hampir setengah gelas.

"Iya, segar sekali. Tadi rasanya gue seperti hidup dipadang pasir," jawab Elena tanpa sengaja tatapannya bertabrakan dengan pria yang dari tadi melihat dirinya. Entah perasaan apa yang terjadi, tiba-tiba jauh di dalam hatinya seperti ada perasaan berdesir ketika matanya bertemu dengan iris mata pria itu.

"Spaghetinya terlihat lezat, benar tidak Elena?" Tanya Febri melihat Elena yang terlihat gugup.

Dewi yang juga melihat Elena berubah gugup merasa heran. "Ada apa denganmu?"

"Eh, apa?" Tanya Elena berusaha mengusir kegugupannya setelah merasakan hatinya yang tiba-tiba menjadi tidak karuan.

Dewi dan Febri saling berpandangan merasa aneh dengan Elena.

"Loe baik-baik saja kan?" Tanya Dewi.

"Memangnya kenapa gue?" Tanya Elena kembali menyeruput juice jeruknya untuk mengusir rasa gugupnya.

"Aneh bin ajaib," jawab Dewi.

"Kalian berdua yang aneh, gue baik-baik saja disangka aneh," jawab Elena tidak mau kalah.

"Sudahlah! Kalian mau mengobrol atau makan?" Febri langsung mengeksekusi spagheti yang dari tadi sudah menggodanya.

"Iya, perut gue sudah lapar dari tadi." Dewi langsung mengikuti Febri mengeksekusi spagheti.

Berbeda dengan Elena, perutnya memang lapar tapi begitu sudut matanya melihat pria itu yang terus saja memperhatikan dirinya membuat selera makannya hilang. Sehingga tanpa sadar spagheti yang ada didepannya hanya dipandanginya saja.

"Elena! Itu bukan sesajen yang tidak boleh dimakan. Kenapa spaghetinya hanya loe pandangi saja?" Tanya Dewi.

"Iya, katanya tadi sangat lapar," sambung Febri. "Sekarang tidak dimakan. Aneh banget sih loe?"

"Loe baik-baik sajakan?" Tanya Dewi heran melihat Elena.

"Spaghetinya masih panas," jawab Elena beralasan.

"Panas apanya? Ini sudah dingin," jawab Febri. "Ayo makan, jangan bengong begitu. Nanti loe kemasukan setan cafe, gue nggak tanggung jawab."

Elena akhirnya makan juga spaghetinya dengan berusaha untuk tidak melihat lagi pria yang terus saja memperhatikan dirinya. Cakep sih cakep, tapi kalau dilihatin seperti itu bisa salah tingkah juga.

Setelah cukup lama duduk di cafe dan melihat matahari yang sudah tidak terlalu terik, akhirnya Elena, Dewi dan Febri memutuskan untuk pulang.

"Kita naik apa lagi ini?" Tanya Elena setelah mereka berjalan di trotoar.

"Naik angkutan umum saja. Gue males naik bus kayak tadi, bau keringat dari kiri kanan," jawab Febri.

"Iya, tadi juga gue hampir muntah karena bau keringat. Secara kaliankan tahu kalau gue tidak suka dengan yang bau-bau keringat," jawab Elena.

"Naik angkutan umum juga sama, bau keringat," ucap Dewi. "Bagaimana kalau kita naik taksi, bayarnya patungan."

"Boleh juga tuh," Elena langsung setuju.

"Iya boleh, kita bertiga juga searah. Nanti loe yang turun belakangan," Febri melihat Dewi.

"Iya, gue tahu rumah gue yang paling jauh," jawab Dewi.

"Nah itu taksinya," tunjuk Elena langsung menghentikan taksi yang lewat.

Ketiga gadis itupun segera naik taksi, tanpa mereka sadari dari jarak beberapa meter, dua orang pria yang tidak jauh berbeda umurnya sedang memperhatikan mereka.

"Hai bro, lihat apa loe?" tanya pria yang tubuhnya lebih pendek.

"Gadis itu," jawabnya tersenyum.

"Gadis yang tadi di cafe itu?" Tanyanya lagi.

"Iya, gadis itu sangat cantik," jawabnya lagi.

"Jangan-jangan loe jatuh cinta pada pandangan pertama. Ha-ha-ha. Kenapa tidak loe samperin tadi di cafe ajak kenalan?"

"Nanti gadis itu takut sama gue," jawabnya.

"Tapi sekarang loe kehilangan gadis itu. Mau dicari ke mana coba sekarang gadis itu, sudah pergi hilang entah ke mana."

"Tidak masalah, jodoh takkan ke mana. Gadis itu pergi ke kutub Utara sekalipun, tapi kalau sudah berjodoh denganku, pasti bertemu lagi," jawabnya.

"Ha-ha-ha. Bisa saja loe, emang seorang Mr. Rovaldo Bastian tidak ada duanya kalau sudah bicara kata-kata bijak. Top markotop."

"Gue dilawan!" jawab Rovaldo membuka pintu mobilnya. "Loe mau ikut pulang kagak?"

"Ikutlah, ngapain gue naik taksi kalau ada tumpangan gratis. Lumayan buat menghemat pengeluaran bulanan gue," jawab temannya langsung masuk ke dalam mobil.

Sementara itu di dalam taksi, Elena sibuk dengan ponselnya yang terus menerus mengeluarkan notif pesan. "Siapa sih ini, kirim pesan banyak banget?"

"Siapa?" tanya Dewi yang duduk disebelahnya.

"Penggemar loe kali," jawab Febri dari kursi depan.

"Penggemar apaan, memangnya gue artis ada penggemar segala," jawab Elena.

"Coba lihat siapa?" tanya Dewi penasaran.

"Kepo banget sih loe," ucap Elena membuka notif pesan yang masuk.

"Siapa?" tanya Febri.

"Dari nyokap nanyain kenapa sudah sore belum pulang," jawab Elena.

"Dasar anak Mommy, pulang telat saja ditanyain. Kalau gue boro-boro ditanyain, kayaknya kagak pulang setahun juga kagak bakalan dicariin," ucap Febri yang teringat kedua orangtuanya selalu bertengkar.

"Jangan begitu, orangtuamu juga sayang sama loe. Kalau loe hilang pasti dicariin. Tidak ada orang tua yang nggak sayang sama anaknya," jawab Elena.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel