Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Pemilik Kost yang Perkasa

Ketika Maya, Lisa, dan Dita semakin mendekati Om Simon, persaingan di antara mereka menjadi semakin tajam. Ketiganya merasa sangat terpesona oleh pesona dan kebaikan hati Om Simon, dan mereka tidak ingin melepaskan kesempatan ini untuk merebut hatinya.

Maya, yang merasa memiliki hubungan yang lebih lama dengan Om Simon, merasa bahwa dia memiliki keunggulan. Dia sering menghabiskan waktu dengan Om Simon, berbicara tentang impian dan aspirasinya, dan menikmati makan malam yang romantis dengannya. Maya merasa bahwa dia adalah orang yang paling berhak mendapatkan hati Om Simon.

Lisa, di sisi lain, merasa bahwa dia memiliki ikatan yang kuat dengan Om Simon. Mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dan Lisa merasa bahwa mereka memiliki hubungan yang mendalam. Dia bahkan telah menghabiskan akhir pekan yang intim bersama Om Simon di pantai yang eksotis. Lisa ingin Om Simon melihatnya sebagai pasangan yang potensial.

Sementara itu, Dita merasa bahwa dia memiliki tujuan yang lebih praktis dalam mendekati Om Simon. Dia ingin mendapatkan keringanan biaya bayar kost, dan dia berharap bahwa dengan mendekati Om Simon, dia bisa mendapatkan diskon atau kemudahan lainnya. Dita tahu bahwa Om Simon adalah orang yang baik hati, dan dia berusaha memanfaatkan kesempatan ini.

Om Simon, di sisi lain, merasa semakin tertekan oleh persaingan ini. Dia ingin menjaga hubungannya dengan ketiga perempuan itu tetap rahasia, tetapi semakin sulit baginya untuk membagi waktu dan perhatian di antara mereka. Dia berharap bahwa ketiga perempuan ini tidak akan mengetahui satu sama lainnya tentang hubungannya dengannya, untuk menghindari friksi atau pertentangan yang tidak diinginkan.

Setiap kali Maya, Lisa, atau Dita datang secara bergantian ke ruangan kerjanya di lantai atas rumah kos, Om Simon harus berpura-pura tenang dan ramah, meskipun dia merasa tertekan oleh persaingan ini.

Waktu berlalu, dan persaingan antara Maya, Lisa, dan Dita dalam mendekati Om Simon semakin memuncak. Meskipun mereka telah berbicara dengan Om Simon dan memahami situasinya, ambisi mereka untuk merebut hatinya tetap membara.

Suatu hari, ketiganya berkumpul di salah satu kamar kos untuk membicarakan peluang mereka. Meskipun mereka masih menyimpan rahasia bahwa mereka pernah berduaan dengan Om Simon, tetapi semakin banyak kecurigaan muncul di antara mereka.

Maya, yang merasa memiliki hubungan yang lebih lama dengan Om Simon, memulai percakapan dengan nada tegas. "Kita harus memiliki rencana yang lebih baik jika kita ingin mendekati Om Simon dengan sukses."

Lisa dan Dita saling pandang, tahu bahwa mereka memiliki tujuan yang sama. Namun, mereka juga merasa tertekan oleh persaingan yang semakin memanas.

Lisa mencoba memberikan ide. "Mungkin kita bisa mencoba untuk lebih terbuka dan jujur tentang perasaan kita pada Om Simon. Dia mungkin akan menghargai ketulusan kita."

Dita mengangguk setuju, tetapi Maya berpendapat sebaliknya. "Saya pikir ketulusan itu baik, tetapi kita juga harus menunjukkan kepada Om Simon bahwa kita adalah yang terbaik untuknya. Kita harus terus bersaing dengan baik."

Pertengkaran pun pecah. Ketiganya mulai berdebat dengan keras, saling melempar kata-kata tajam, dan merasa semakin frustrasi oleh situasi ini. Mereka tidak ingin merusak persahabatan mereka, tetapi ambisi mereka untuk mendekati Om Simon membuat mereka kehilangan akal sehat.

Lisa mencoba untuk menenangkan suasana. "Kita harus ingat bahwa Om Simon adalah orang yang baik. Kita tidak boleh merusak hubungan kita hanya karena rasa cemburu."

Dita setuju, tetapi Maya masih keras kepala. "Saya ingin mendapatkan Om Simon, dan saya tidak akan mundur. Saya tidak peduli dengan apa yang harus saya lakukan."

Ketegangan semakin meningkat, dan mereka berakhir dengan berdebat panjang. Saat mereka berpisah, mereka merasa semakin jauh satu sama lain, dan persaingan mereka semakin tajam.

Malam itu Maya duduk di kamarnya, merenungkan semua persaingan dan pertengkaran yang telah terjadi antara Lisa, Dita, dan dirinya. Dia merasa lelah dengan semua perjuangan itu dan merasa bahwa hubungannya dengan Om Simon semakin rumit. Namun, dalam hatinya, dia masih merasa cinta pada pria itu dan ingin menjalani hidup dengan dia.

Tiba-tiba, telepon di kamarnya berdering, mengalihkan perhatiannya. Dia menjawabnya dan mendengar suara lembut Om Simon di seberang sambungan.

"Maya, bisakah kamu datang ke ruanganku sebentar? Aku ingin berbicara denganmu."

Maya merasa penasaran dengan panggilan tiba-tiba itu, dan dia segera menuju ruangan Om Simon di lantai atas rumah kos. Dia mengetuk pintu dengan hati-hati dan masuk ke dalam.

Om Simon duduk di meja kerjanya, terlihat serius. Maya duduk di depannya, merasa tegang. "Ada yang ingin dibicarakan, Om Simon?"

Om Simon mengangguk dan memandang Maya dengan penuh kehangatan. "Maya, selama beberapa waktu terakhir, aku telah merenungkan banyak hal. Aku ingin berbicara denganmu tentang sesuatu yang penting."

Maya merasa penasaran dan khawatir. "Apa itu, Om Simon?"

Om Simon mengambil napas dalam-dalam sebelum dia berbicara. "Maya, aku telah memikirkan bahwa aku ingin menikahimu."

Maya terkejut mendengar kata-kata itu. Matanya membesar, dan dia merasa sulit untuk percaya pada telinganya sendiri. "Hahhh....Serius, Om Simon?"

Om Simon mengangguk dengan tulus. "Iya, Maya. Aku sangat serius. Aku ingin menjadikanmu istriku."

“Tapiiii...bagaimana dengan Dita dan Lisa?” tanya Maya masih khawatir dengan dua mahasiswi cantik itu yang juga jelas-jelas mereka naksir berat ke om Simon.

“Nahh...itulah yang mau saya bicarakan dengan kamu, Maya!” jawab Om Simon dengan pandangan mata penuh keseriusan.

“Maksudnya...jadi gimana Om?” tanya Maya lagi yang masih belum paham dengan arah pembicaraan om Simon saat itu.

“Aku meminta satu syarat, Maya. Jika kamu ingin jadi istriku, maka ijinkan aku untuk tetap dekat dengan mereka dan bahkan bukan tidak mungkin mereka bisa jadi istri kedua dan ketiga bagiku!”

Degggg.....Maya seketika terkejut dengan ucapan terbuka dari om Simon itu. Om Simon pun paham kalo Maya sangat kaget dan belum siap menerima syarat yang aneh dan berat itu.

“Kalo kamu masih bingung dan belum bersedia menerima syarat ini, kamu boleh berpikir terlebih dahulu, tapi jangan lama-lama karena Dita dan Lisa menunggu hal yang sama dariku untuk mereka mendapatkan perhatian dan keputusan dariku.”

Karena Maya terlihat galau dan bingung, Om Simon pun mendekati dan memeluk Maya sambil berbisik mesra padanya.

“Pokoknya selama kamu jadi istriku, kamu akan selalu terjamin hidupnya dan aku berusaha untuk selalu memprioritaskan kamu dibanding duaa perempuan itu!” rayu Om Simon sambil mengecup pipi dan membelai rambut Maya.

Maya pun akhirnya lulus dan meski perasaan masih campur aduk. Dia merasa bahagia dan Maya merasa sangat emosional mendengar omongan om Simon saat itu. Dia merasa bahwa dia tak perlu khawatir hidupnya terbengkalai meski sangat mungkin ke depannya ada dua saingan lagi dalam hidupnays etelah ia resmi menjadi istri dari Om Simon, dan ini adalah impian yang menjadi kenyataan.

"Aku mau, Om Simon. Aku mau banget menjadi istrimu."

Om Simon tersenyum lebar dan meraih tangan Maya. "Terima kasih, Maya. Kita akan menjalani pernikahan ini dengan Indah dan menggairahkan"

Mereka berdua berbicara tentang rencana mereka untuk pernikahan yang akan datang. Mereka sepakat untuk merahasiakan terlebih dahulu pernikahan mereka dari penghuni kost lainnya, agar tidak ada friksi atau ketegangan yang muncul.

Beberapa waktu kemudian, Maya dan Om Simon resmi menikah dalam sebuah upacara sederhana dan diam-diam. Mereka bahagia bisa menjalani hidup bersama sebagai suami dan istri, sambil menjaga hubungan baik dengan Lisa dan Dita.

Untuk sementara waktu meski sudah jadi istri om Simon, Maya masih tidur di kamar kostnya untuk tidak dicurigai oleh penghui kost lainnya termasuk Dita dan Lisa. Tapi, malam-malam tertentu mereka selalu mencari waktu untuk bercinta di beberapa tempat yang menjadi rahasia mereka berdua dalam mereguk nikmatnya bercinta sebagai pasangan suami istri yang sah. Kadang mereka melakukannya di kamar penginapan kelas melati dan kadang di hotel mewah yang jaraknya agak jauh dari kost-kost-an itu.

Namun, mereka pernah saling tak tahan, saat suasana kamar-kamar kost sedang sepi saat para mahasiswi sedang pulang kampung ke kotanya masing-masing, Om Simon dan Maya sempat beberapa kali melakukannya di kamar kost Maya. Mereka ngentot habis-habisan di kamar itu. Kata om Simon ada sensasi yang berbeda jika mereka bercumbu mesra di kamar kost Maya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel