Bab 6 Pemilik Kost yang Perkasa
Pagi itu, mentari perlahan muncul di ufuk timur, menggantikan kegelapan malam. Maya masih terlelap dalam tidurnya, berbaring dengan tenang di tempat tidur yang hangat dan nyaman. Pernikahan diam-diamnya dengan Om Simon telah membawa kebahagiaan yang luar biasa dalam hidupnya.
Tiba-tiba, pintu kamar kost Maya terbuka perlahan, dan langkah ringan Om Simon terdengar mendekati tempat tidur Maya. Dia tersenyum saat melihat istrinya yang sedang tidur dengan damai.
"Maya," bisiknya dengan lembut, mencoba membangunkan istrinya tanpa mengganggu tidurnya. Maya menggeliat dan membuka mata dengan kantuk.
"Ada apa, Suamiku?" Maya bertanya dengan suara lembut, masih setengah terlelap.
Om Simon tersenyum dan duduk di sampingnya di tempat tidur. Dia membawa sesuatu yang terbungkus indah dalam kotak kecil berkilauan. Dia menaruh kotak itu di atas pangkuan Maya.
"Untukmu," kata Om Simon dengan penuh kasih.
Maya terkejut, dan matahari pagi yang lembut menerpa wajahnya yang cantik ketika dia membuka kotak tersebut. Di dalamnya, terletak sebuah kalung emas yang memancarkan kilauan yang memukau. Permata kecil berwarna biru yang cantik menghiasi kalung tersebut.
Maya menahan napas, merasa terpesona oleh keindahan kalung itu. "Mas, ini indah sekali," ucapnya dengan suara lirih, matanya berkilau.
Om Simon tersenyum dan mengambil kalung itu dari kotak. "Aku harap kalung ini akan selalu mengingatkanmu tentang betapa berharganya dirimu bagiku."
Maya mengangkat wajahnya dan menatap suaminya itu dengan penuh kasih. "Terima kasih, sayang. Aku sangat bersyukur memilikimu dalam hidupku."
Om Simon menjawab dengan mencium lembut bibir Maya. "Aku juga bersyukur memiliki kamu sebagai istriku, Maya."
Maya menoleh ke arah Om Simon dengan senyum hangat di wajahnya. "Mas, terima kasih lagi atas kalung ini. Ini benar-benar membuatku bahagia."
Om Simon tersenyum dan mencium kening Maya. "Aku senang kamu menyukainya, istriku. Aku ingin selalu membuatmu bahagia."
"Terima kasih, suamiku," kata Maya dengan tulus. "Aku mencintaimu."
Om Simon mencium bibir Maya dengan penuh kasih. "Aku juga mencintaimu, Maya. Dan aku berjanji akan selalu ada untukmu, selamanya."
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu, Maya," ucap Om Simon dengan nada yang berat.
Maya menghentikan apa yang sedang dia lakukan dan menatap suaminya dengan perhatian. "Ada apa mas?"
Om Simon duduk di dekat Maya, dan dia mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Hari ini, Lisa mengajakku pergi bersamanya ke suatu tempat. Dia ingin berbicara tentang sesuatu yang penting."
Maya merasa sedikit tertegun. Dia tahu bahwa Lisa adalah salah satu dari dua teman wanita yang dekat dengan Om Simon. Meskipun dia sudah mengerti bahwa persahabatan mereka adalah bagian dari perjanjian pernikahan mereka, hatinya masih berdebar saat mendengar berita ini.
"Mas, apa yang ingin dia bicarakan denganmu?" Maya bertanya dengan lembut.
Om Simon menjawab dengan jujur, "Entahlah, mungkin Lisa sebatas ingin curhat saja. Sebab aya melihat ada kegundahan di wajahnya kemarin ini."
Maya merenung sejenak. Dia tahu bahwa dia telah setuju dengan syarat pernikahan yang memungkinkan Om Simon menjaga hubungannya dengan Lisa dan Dita. Ini adalah bagian dari kompromi yang telah mereka buat untuk menjaga harmoni dalam pernikahan mereka yang unik. Meskipun hatinya berdebar, Maya akhirnya mengangguk dengan berat.
"Aku mengerti, Mas. Kamu bisa pergi dengan Lisa," Maya berkata dengan lembut. "Aku masih ingat koq syarat yang pernah mas Simon sampekan kepadaku sebelum kita menikah."
Om Simon merasa lega mendengar persetujuan Maya, meskipun dia tahu bahwa ini tidak akan mudah bagi istri tercintanya. Dia mencium Maya dengan lembut di kening dan berkata, "Terima kasih, Maya. Aku selalu menghargai pengertianmu."
***
Beberapa jam kemudian, Om Simon dan Lisa berada dalam sebuah mobil menuju ke sebuah kamar hotel di pinggiran kota. Mereka telah merencanakan perjalanan itu dengan hati-hati, dan Lisa sangat bersemangat untuk berbicara dengan Om Simon.
Ketika mereka tiba di hotel, suasana yang tenang dan sepi mengelilingi mereka. Om Simon membuka pintu mobil untuk Lisa dan mereka berdua masuk ke dalam hotel. Mereka memesan sebuah kamar, dan ketika mereka tiba di dalamnya, Lisa tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
"Terima kasih, Om Simon, telah mau bersedia pergi bersamaku," kata Lisa dengan senyum manis.
Om Simon tersenyum sopan. "Tentu saja, Lisa. Kita bisa berbicara dengan tenang di sini."
Lisa mengangguk dan duduk di atas ranjang. Om Simon duduk di sebelahnya, dan mereka mulai berbicara tentang perasaan mereka.
"Om Simon, aku merasa sangat beruntung bisa dekat denganmu dalam hidupku," kata Lisa dengan lembut. "Om Simon adalah sosok yang begitu kuat dan bijaksana. Aku sangat senang dan bagaimana Om selalu ada untukku."
Akhirnya di kamar hotel itu mereka berdua pun bercinta dengan sangat bergairah apalagi Lisa telah agak lama tak dicumbu oleh Om Simon yang memang belakangan ini diam-diam tenaganya dipake untuk menggenjot sang istri, yaitu Maya.
Hari itu Lisa terlihat lebih aktif dibanding Simon yan lebih melayani keinginan gaya maen Lisa. Lisa lah yang di momen itu mengatur bagaiamana posisi mereka bercumbu mesra. Karena Simon pandai dan sudah lihai dalam bercinta maka Lisa merasakan nikmat luar biasa dengan cara Simon menyetubuhinya.
“Argghhh...eshhh..arhhh...enakkk...omm..arghhh!” Lisa mendesah dengan kerasnya dan gerakan tubuhnya menggeliat liar kemana-mana sehingga kasur kamar hotel itu pun telah berantakan karena pergumulan yang mereka lakukan saat itu.
Hari itu Lisa seperti kuda binal yang lebih banyak menunggangi tubuh om Simon. Gerakan maju mundur pantat Lisa di atas selangkangan Simon membuat sensasi nikmat bagi keduanya.
“Arghhh...jepitan memekmu kenceng banget Lisaaa...arghhh!” teriak Simon sambi kedua tangannya aktif meremas kedua buah dada ranum milik Lisa.
“Eshhh...arghhh...enakk ommm...arghhh!” rambut Lisa telah awut-awutan dan gerakan pantatnya makin kencang dan makin liar ditambah lagi tubuh mereka mulai mengucurkan keringat meski ruangan kamar hotel itu berpendingin.
Tak lama kemudian Lisa dan Om Simon pun meraih puncak kenikmatanya di posisi Women On Top.
“Arghhh...aku keluar omm...arghhhh! Aku jugaa...arghhhh!” Lisa dan Simon pun bergantian meneriakan hasrat nikmatnya diujung percumbuan mereka di kamar hotel itu.
Untuk sesaat tubuh keduanya menegang sambil menghabiskan kedutan semprotan cairan syurgawinya di kelamin mereka masing-masing.
***
Kembali di rumah, Maya duduk sendirian di kamarnya. Hatinya masih merasa gugup dan khawatir tentang pertemuan Om Simon dengan Lisa. Meskipun dia telah setuju dengan syarat pernikahan itu, dia tidak bisa menghindari perasaan cemburu yang timbul di dalam hatinya.
Dia mengambil kalung emas yang telah diberikan Om Simon tadi pagi dan memandanginya dengan penuh kasih. Kalung itu mengingatkannya akan cinta yang mereka bagikan dan janji yang mereka buat satu sama lain.
Maya tahu bahwa perasaannya terhadap Om Simon adalah yang utama dalam hidupnya, dan dia akan selalu berusaha menjaga pernikahan mereka tetap kuat. Meskipun ada tantangan dan kompromi yang harus dihadapi.
