BAB 2
Setelah hampir dua jam, akhirnya giliran Nisa untuk masuk keruang HRD. Diserahkannya, surat lamaran yang lengkap, dan ditambah dua lembar sertifikat, dari tempat kursusnya.
Ada beberapa orang, yang bertugas untuk mengecek data para pelamar. Pantas saja, orang sebanyak itu gak bikin dia harus antri seharian, pikirnya.
Setelah mengecek data-data, didalam amplop coklat milik Nisa. Staff HRD yang kelihatannya masih cukup muda itu. Bertanya beberapa pertanyaan, yang dijawab Nisa dengan lugas.
Staff itupun, kemudian manggut-manggut, seperti sedang mencerna jawaban-jawaban Nisa. Dan nampaknya, dia suka dengan cara Nisa yang cekatan. Dalam menjawab semua pertanyaannya, tanpa rasa gugup sama sekali.
"Baiklah Mbak Annisa, sekarang surat lamaran Mbak kami terima. Tetapi saya mesti melaporkan dulu, pada kepala bagian HRD. Dan jika beliau menyetujui, nanti kami akan menghubungi Mbak, lewat nomor yang sudah Mbak lampirkan, disurat lamaran Mbak. Sekarang Mbak bisa kembali dahulu!" jelas staff HRD itu panjang lebar.
"Baik Pak, kalau begitu saya permisi dulu. Semoga saja kita bertemu lagi, sebagai rekan kerja," sahut Nisa yakin.
Dan Nisa pun berlalu, keluar ruangan dengan senyum penuh keyakinan. Karena baginya rasa optimis, dan doa ibunya, akan menjadi pembuka jalannya.
Nisapun memutuskan, untuk kembali kerumahnya. Rasa lelahnya terbayarkan, dengan sedikit harapa. Karena baru kali ini, dia menemukan sebuah perusahaan. Yang menerima pegawai, tanpa iming-iming gelar, didepan ataupun dibelakang nama.
Nisapun berhenti, dihalte yang dekat dengan gedung perusahaan, yang baru saja dimasukinya. Dia berbalik dan memandang gedung tinggi itu. Gedung yang telah, memberinya secercah harapan baru.
Bulir bening akhirnya jatuh juga, rasa haru begitu kuat menggelayuti hatinya. Meskipun dia belum tau akan diterima atau tidak disana. Setidaknya, satu perusahaan ini, sudah memberinya kepercayaan diri baru.
Andai, dia tidak diterima disini. Setidaknya dia tau, masih ada perusahaan besar. Yang mencari pegawai, berdasarkan kualitas bukan kuantitas.
Bus yang ditunggupun datang, Nisa pun naik. Tapi ternyata busnya penuh, mungkin karna sudah jadwal pulang kantor. Jadi banyak pegawai yang sudah pulang, mengingat ini kawasan perkantoran, jadi dijam segini sudah tentu ramai.
Nisapun terpaksa, harus berdiri di dalam bus. Meski pun, tubuhnya sudah amat lelah. Namun tanpa disangka, ada yang menepuk punggungnya. Dan ternyata itu adalah Revan, teman SMK nya dulu.
"Hai Nis apa kabar?" sapanya antusias.
"Heii Rev, ternyata kamu kirain siapa. Alhamdulillah aku baik, kamu apa kabarnya juga?" sahutku tak kalah antusias. Setidaknya dikerumunan ini ada seseorang yang dia kenal.
"Baik juga nis, kamu pulang kerja?" tanya Revan.
"Gak kok belum, aku tadi baru nganterin lamaran pekerjaan aja. Kamu sendiri dari mana?" terang Nisa, dan balik bertanya.
"Aku baru pulang kerja, aku kerja di perusahaan gak jauh dari halte tadi!" sahut Revan.
"Sebenernya, tadi pas aku jalan menuju halte, aku liat kamu. Tapi aku takut salah, mau manggil. Eh pas udah dekat, aku baru yakin itu kamu Nis!" sambung Revan lagi.
"Kok bisa gak yakin gitu, emang aku berubah ya?" tanya Nisa tersenyum.
"Iya, berubah banget, kelihatan lebih dewasa dan makin cantik!!" jawab Revan, yang tiba-tiba bikin Nisa bersemu malu.
"Kamu juga, makin cakep" balas Nisa, menghilangkan rasa malu-malu kucingnya.
"Rumahmu, masih yang lama Nis?" tanya Revan.
"Eh bentar Rev, itu ada kursi kosong. Kita duduk disana yok, aku lelah seharian udah berdiri!" ajak Nisa, sambil menuju kursi yang kosong. Ternyata, sudah banyak penumpang yang turun.
"Ayok!!" jawab Revan sambil mengikuti Nisa.
"Eh iya, apa tadi kamu nanya rumahku kan. Iya masih yang lama, emang mau kemana lagi? itu satu-satunya tempat, yang kami miliki!" Sahut Nisa, setelah menyandarkan tubuh lelahnya.
"Oh gitu ya, baguslah kapan-kapan boleh main?" Revan bertanya penuh harap.
"Iyalah boleh, sejak kita lulus kamu gak pernah lagi main kerumah!" jawab Nisa sambil tersenyum.
"Iya maaf, soalnya aku harus kuliah diluar kota. Sambil nemenin nenekku disana" jelas Revan.
"Ya udah, santai aja gak usah tegang gitu!" goda Nisa, melihat wajah revan berubah sendu.
"Oh iya, boleh minta nomor hpmu?" tanya Revan, seraya mengeluarkan hpnya.
Nisapun menyebutkan, nomor hpnya. Yang langsung, dimiscall oleh Revan.
"Itu nomerku, kamu save ya Nis. Biar bisa kontek-kotekan!" ujar Revan.
"Oke deh Rev, oh iya itu halteku. Aku turun dulu!" tunjuk Nisa seraya berdiri.
"Eh iya Nis, hati-hati!" yang disambut senyuman oleh Nisa. Dan melambaikan tangannya, pada Revan.
