
Ringkasan
Dengan langkah gontai Annisa masih saja menyelusuri jalanan ibu kota. Dibawah sengatan teriknya matahari, tak menyurutkan langkahnya untuk terus berusaha mencari pekerjaan. Menyerahkan surat lamaran kerja, disetiap perusahaan yang membuka lowong. Meski dia sadar, berbekal ijasah SMK tidak akan mudah untuknya mendapatkan pekerjaan. Tapi tak ada seorangpun, yang bisa meyurutkan langkahnya. Meski sang ibu sampai bosan menasehatinya, untuk bekerja dimana saja yang penting halal. Teringat oleh Annisa ucapan ibunya. "Nisa, sampai kapan kamu bakal terus begini Nak. Melamar diperusahaan besar, dengan hanya berbekal ijasah SMK dan beberapa sertifikat kursus. Gak akan mudah buatmu mendapat pekerjaan!" ujar ibu lembut.
BAB 1
Dengan langkah gontai Annisa masih saja menyelusuri jalanan ibu kota. Dibawah sengatan teriknya matahari, tak menyurutkan langkahnya untuk terus berusaha mencari pekerjaan.
Menyerahkan surat lamaran kerja, disetiap perusahaan yang membuka lowong. Meski dia sadar, berbekal ijasah SMK tidak akan mudah untuknya mendapatkan pekerjaan.
Tapi tak ada seorangpun, yang bisa meyurutkan langkahnya. Meski sang ibu sampai bosan menasehatinya, untuk bekerja dimana saja yang penting halal. Teringat oleh Annisa ucapan ibunya.
"Nisa, sampai kapan kamu bakal terus begini Nak. Melamar diperusahaan besar, dengan hanya berbekal ijasah SMK dan beberapa sertifikat kursus. Gak akan mudah buatmu mendapat pekerjaan!" ujar ibu lembut.
"Banyak orang yang lulus sarjana saja, belum tentu bisa bekerja ditempat yang kamu inginkan. Tekad kuat aja gak cukup Nak. Andai kamu melamar ditempat yang sesuai. Pasti sudah lama kamu mendapat pekerjaan, dengan kepintaranmu itu!" sambung ibu pasrah.
"Ibu ku sayang, cintaku, duniaku dan surgaku. Annisa faham yang Ibu maksudkan. Tapi entah kenapa, Nisa punya keyakinan yang kuat. Bahwa Nisa bakal diterima, disebuah perusahaan besar!" jelas Nisa, kekeuh tentang keyakinannya.
"Ibu faham Nak, tapi sampai kapan anakku?" tanya ibu.
"Sampai Nisa berhasil Bu, Ibu tenang aja dan doakan Nisa selalu. Dengan doa ibu Nisa yakin semua yang mustahil akan terjadi percayalah Bu!" Nisa meyakinkan ibunya.
"Ya udahlah Nak, terserah kamu aja!" akhirnya ibu pasrah.
Tanpa terasa, lamunannya sudah membawanya, kedepan sebuah gedung perkantoran besar. Yang dia sendiri belum tau nama dan bidang perusahaan digedung itu.
Tanpa disengaja, dilihatnya sebuah banner, yang bertuliskan tentang lowongan pekerjaan. Nisa pun mendekat dan mulai membaca.
"PT.D.A.K indo techno
Dibutuhkan pria/wanita
Usia : 22 - 27 tahun
Punya daya saing tinggi
Kreatif, pekerja keras.
bersedia diletakan diposisi apapun.
Sesuai hasil uji tes yang diberlakukan perusahaan.
lamaran antar langsung ke bagian HRD"
selesai membaca Nisa pun tersenyum dan berkata dalam hati.
"Syukurlah disitu tidak tertulis masalah pendidikan, yang terpenting kretif dan pekerja keras. Wajar saja perusahaan ini begitu besar, karena tidak merekrut pegawai hanya dengan tingkat pendidikan. Tapi daya intelektual dan pekerja keras!" batin Nisa.
"Bismillah, semoga keterima!" ucap Nisa pelan.
Dan melangkah dengan pasti, menuju meja resepsionis. Untuk bertanya dimana letak ruangan HRD. Dan dengan ramah petugasnya menunjukan dimana ruangannya.
"Mbak silahkan naik lift kelantai tiga, belok kanan kantor paling ujung. Disana letaknya Mbak!" jawab petugas resepsionisnya.
"Oh iya Mbak, terima kasih Mbak, saya permisi dulu!" pamit Nisa dengan riang.
Bagaimana tidak riang, akan ada secercah harapan, saat dirasanya sebuah harapan akan pudar. Kini Annisa Devina Aditama, sudah mendapatkan kembali rasa optimis yang sempat goyah.
Ya Nisa mempunyai nama lengkap yang bagus, karena sebenarnya sebelum ayahnya meninggal. Annisa adalah putri sulung dari dua bersaudara yang adalah seorang anak pengusaha sukses.
Tapi takdir tidak berpihak padanya, saat dia kelas dua SMP dan sang adik kelas Enam SD. Sang ayah meninggal dalam sebuah kecelakaan. Yang entah bagaimana ceritanya, ternyata mereka baru tau sang ayah memiliki banyak hutang.
Ibunya yang hanya seorang ibu rumah tangga biasa, dan hanya dari keluarga sederhana. Tidak faham sama sekali tentang apa yang terjadi.
Hingga akhirnya, mereka harus kehilangan semuanya. Termasuk rumah besar yang mereka tinggali. Keluarga Aditama yang sukses, sekarang hilang bak ditelan bumi. Tak ada yang perduli tak ada simpati.
Padahal dahulu, menurut Nisa ayahnya adalah orang baik. Tapi tetap saja, tanpa materi manusia bukanlah apa-apa, hingga hilanglah kisah tentang keluarga aditama. Tak ada yang tau, bagaimana perjuangan seorang ibu tunggal, membesarkan kedua anaknya, tanpa sokongan dari siapapun.
Karena ibunya, adalah orang yang berpendirian. Beliau tidak akan, meminta bantuan pada siapa pun. Saat dia merasa, dia masih bisa berusaha dengan kedua tangannya.
Setelah menunggu antrian di lift, yang lumayan ramai. Mungkin mereka para pelamar, dan ada juga yang memang pegawai diperusahaan ini. Akhirnya giliran Nisa yang masuk untuk ke lantai tiga.
Semua kenangan buruk yang sempat terlintas dibenaknya, mendadak sirna. Dia tidak ingin, perasaan pribadinya mempengaruhi proses lamaran pekerjaannya.
Dengan senyum lebar, menyapa para pelamar lainnya. Nisa duduk dengan kemantapan hatinya, tak ada rasa goyah dihatinya. Melihat para pelamar lain, yang semuanya terlihat elegan.
"Mungkin, mereka semua rata-rata sarjana. Menilik dari penampilan dan kedewasan mereka, tapi aku harus yakin. Aku mempunyai kemampuan bersaing dengan mereka!" ucap Nisa dalam hati memberi dirinya sendiri semangat.
