Bab 5. Lagi
"Aku kambuh dan terlalu berhasrat. Dan aku malah melampiaskannya sama kamu Mel. Maaf kalau ada bagian yang sakit."
***
Aku menyiapkan apa yang Tuan Azka pesan. Ku tata rapi di atas mejakan. Diam diam kulirik tuan Azka yang duduk sambil mengelola isi data di laptopnya.
"Silakan Tuan" Ujarku ketika sudah siap santap.
"Makasih Mel, kamu gak makan juga? Ayolah aku pesan dua porsi untuk kita. Makanlah sama aku Mel" Pinta Tuan Azka.
"Eeeeee baik Tuan" aku mengalah dan makan bersamanya di satu meja makan yang sama.
Tak ada yang kami angkat sebagai pembicaraan saat menikmati sarapan.
Setelah Tuan Azka selesai makan, aku juga selesai dan langsunglah aku pura pura sibuk dengan segala cucian peralatan makan yang kami gunakan.
Tuan Azka tampak tak pergi dari ruang makan, ia tetap duduk di tempatnya dan menyelesaikan pekerjaanya di laptop.
Aku harus apa coba? Meja makan belum aku rapikan.
Akhirnya aku mengalah, aku kembali ke meja makan dan mengelap elap saus atau tumpahan makanan.
"Mel. Maaf semalam"
Tuan Azka menghentikan pekerjaanya dan begitu pula aku. Aku mengangkat wajahku dan menatap Tuan Azka.
Tatapan kamu saling bertemu, tatapan Tuan Azka seperti mengunci tatapanku agar tak perpindah lagi.
"Aku kambuh dan terlalu berhasrat. Dan aku malah melampiaskannya sama kamu Mel. Maaf kalau ada bagian yang sakit."
Aku tak tau harus menjawab apa. Apa aku harus mengiyakan atau aku harus tersenyum manis atau aku harus protes?
"Seperti yang aku bilang semalam Mel. Lisa gak mau melayani aku karena takut semua yang ada di tubuhnya rusak. Aku juga gak bisa maksa dia akhir akhir ini. Dia mengancam ini dan itu. Bahkan kami sudah pisah kamar sejak sebulan yang lalu. Makanya aku semalam kambuh dan gak bisa di tahan lagi."
Aku hanya mendengarkan. Aku tak tau harus menjawab apa. Ini masalah pribadi Tuan Azka dan Nyonya Lisa bukan? Jangan bawa bawa akulah.
"Aku akan coba mengontrol diriku sendiri setelah ini. Aku harap kamu mau memaafkan aku"
"Aaa, saya maafkan tuan. Semoga berhasil Tuan" Hanya itu yang bisa aku katakan? Oh payah sekali kamu Melda.
***
Pagi berganti pagi, aku menjalani hidupku seperti normalnya. Hari ini aku ingin memasak tapi ada salah satu bumbuku yang kurang.
Alhasil aku menunggu penjual sayur keliling di depan rumah ini.
Tuan dan Nyonyaku? Aah tentu sudah sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri.
Nyonya dengan penerbangannya dan Tuan Azka yang sibuk mengurung diri di kamarnya.
Akhirnya penjual sayur yang aku tunggu datang, bukan hanya aku tapi beberapa asisten rumah tangga lainnya keluar juga untuk membeli sayur.
Aku memilih milih antara labu kuning dan jagung manis. Mana yang akan aku ambil.
"Hai Melda." Sapa seorang asisten rumah tangga lainnya.
"Hai juga. Beli apa nih kak?" Sapaku balik.
"Aaah cari makanan favoritku. Ikan asin" sahutnya.
"Eeeh kamu udah lama kerja sama tuan Azka dan Nyonya Lisa?" Tanyanya.
"Eeemm udah lumayan"
"Betah yaa?" Tanya dia lagi.
"Betah. Pekerjaanku gak banyak" kekehku.
"Ooalaah enak yaa, Tuan dan Nyonyamu belum punya anak jadi kamu cuma ngurus rumah aja ya. Tapi kenapa pembantu yang kemarin tuh, sebelum kamu dia cuma sebulan aja kerja di sini. Abis itu langsung kabur. Di bayar pun gak"
"Oh yaa?" Aku melongo dan baru tau kisah yang pernah terjadi sebelum ada diriku di daerah perumahan ini.
Aku kembali ke rumah dengan membawa sayur yang kubeli, sebenarnya aku kepikiran dengan ucapan ART Tetangga tadi. Alasan asisten sebelumnya kabur dari rumah ini. Apakah karena ia juga di grepe grepe Tuan Azka?
Sretttt ...
"Aaaahhh aaaaaaahhhhh! Jariku" Aku meringis kerena pisau tajam yang aku gunakan menyayat jariku sendiri.
"Oooohhhh sssttt"
Darahnya merembes meski aku genggam jariku denga tanganku yang satu lagi, rasanya pedih dan panas pula.
Darah yang keluar membuatku panik.
"Melda!" Panggil seseorang dari belakangku.
"Tuan Azka?" aku berbalik dan melihatnya berjalan ke arahku.
Aku berkeringat karean panik. Jariku pun di lihat Tuan Azka. Ia langsung mengangkat tubuhku lalu membawaku ke toilet yang ada di dekat dapur.
Tuan Azka membantuku mencuci lukaku. Tuan Azka juga telaten mengobatinya dengan betadine dan juga di balutnya dengan plaster.
"Makasih Tuan" Ujarku.
"Hati hati kalau kerja Mel." Ujarnya.
"Iya Tuan" Aku pun malu malu. Aku terlalu ceroboh.
Ikut memperhatikan luka yang sudah di obati Tuan Azka. Gemas rasanya, aku pun menggigit bibir bawahku sendiri.
Aku tak sadar ada Tuan Azka yang masih berada di hadapanku dan melihat tingkahku.
Tiba tiba saja Tuan Azka menangkup wajahku dan mengangkat wajahku agar menatapnya yang tinggi dariku.
Cup
Tuan Azka mengecup bibir bawahku. Masihku gigit tapi Tuan Azka mengambil bibirku keluar dan memengutnya dengan kedua bibir atas dan bawahnya.
Di toilet ini Tuan! Tak ada batasan tempat sepertinya. Tuan Azka menikmati bibirku sesukanya.
Aku merasakan tangan kekarnya melingkar di pinggangku.
Apalagi yang akan terjadi sekarang?
Aku harus menolak atau diam dan pasrah pada apapun yang Tuan Azka lakukan?
Aku pun memilih menolak dengan mendorong dorong kepala Tuan Azka.
Tuan Azka malah semakin menempel, ia menelusuri leherku ia meninggalkan kecupan dan gigitan kecil di sana.
"Aaaaahhhhhh!" tak sengaja aku mendesah.
"Tu-Tuan, jangan" pintaku.
Seperti sadar, aku Tuan Azka melepaskan tangannya dari pinganggku dan mencoba menjauh.
Ia terlihat sempoyongan, "Maaf Mel. Maaf"
"Tuan? Balik ke kamar aja Tuan. Tuan kayaknya lagi gak sehat" Ujarku.
Tuan Azka tak menjawab ia keluar dari toilet dengan sempoyongan. Menaiki anak tangga perlahan. Aku hanya bisa melihat dari bawah. Mengawasi apakah Tuan Azka akan sampai di kamarnya denhan selamat. Tak berani lebih dekat karena aku takut akan terseret lagi dalam hasrat Tuan Azka.
Aku melanjutkan lagi aktivitasku. Bahkan hingga masakanku matang.
Tiba tiba ponselku berdering.
Aku melihat panggilan itu dari Nyonyaku Lisa
"Halo Nyonya?"
"Halo Mel. Aku minta maaf. Sepertinya aku gak pulang. Tiba tiba ada temanku yang menyerahkan jadwal kerjanya. Aku harus menggantikannya. Hitunganku lembur Mel. Mungkin aku bakal balik tengah malam nanti" ujar Nyonya yang terdengar terengah engah.
"Ooohh begitu? Baik Nyonya."
"Maaf yaa Mel. Aku pergi dulu yaa. Abis ini mungkin di telpon gak bisa, karena aku pasang mode pesawat"
"Siap Nyonya"
Panggilan pun terputus, aku melanjutkan pekerjaanya menata rapi masakanku di atas meja. Aku sekarang harus memanggil Tuan Azka dan mengecek kondisinya.
Aku tiba di kamarnya, kucoba panggil tapi tak ada sahutan dari dalam. Aku membayangkan hal yang tidak tidak terjadi pada Tuanku, bisa bisa aku yang jadi tersangkanya.
Aku pun memutar knop pintu kamar.
Saat terbuka aku terkejut. Melihat kondisi Tuan Azka.
"Tuan?" Aku berlari menghampirinya.
Tuan Azka terbaring di lantai, tubuhnya bergetar getar seperti menangis. Aku mendekatinya dan membantunya bangun.
"Jangan dekati aku Mel. Aku lagi kambuh" Ujar Tuan Azka yang langsung bersandar padaku.
Napas Tuan Azka bisa kurasakan di daerah leherku, hembusannya cepat dan hangat.
Aku tak tega melihat kondisi Tuan Azka, aku tetap menemaninya dan mengusap usap punggungnya.
Napas Tuan Azka perlahan tak cepat seperti tadi. Sepertinya ia mulai tenang.
Harusnya aku tau ini bukan saatnya berada di dekat Tuan Azka.
Satu gerakan tangannya yang memaksa, bajuku pun kembali jadi korban.
"Aah aah aaahh aaaahh aaaaaahhhhhhh Tuan!" Aku mengerang saat Tuan Azka meraih kedua gunungku.
###
