Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Arin sedikit bingung dengan sikap Ethan. Sejak tadi Ethan tampak menjadi sosok yang pendiam. Bahkan saat mereka menuju ke penthouse untuk menikmati malam pertama mereka. Rachel bahkan memilih untuk menginap di rumah adiknya Tom hanya untuk tidak menganggu mereka berdua.

Arin mengerutkan keningnya saat Ethan bersikap dingin padanya dan melepaskan tuxedo hitam yang ia gunakan. "Acaranya sangat mewah, dan syukurlah semuanya berjalan dengan lancar," ucap Arin berusaha memecah keheninga.

"Hmm,"

"Ini sepertinya kerjaan Rachel, kamarmu jadi indah dan romantis begini," ucap Arin menatap sekeliling kamar yang tampak indah dan di sulap seromantis mungkin.

Ethan menoleh ke arah Arin yang berdiri di sampingnya masih dengan menampilkan senyuman lebarnya hingga lesung pipinya terlihat. "Apa kamu bahagia?" tanya Ethan.

"Ya, aku sangat bahagia. Inilah impianku selama ini, menikah denganmu, pria yang begitu aku cintai." Arin tersenyum penuh kebahagiaan tanpa menatap ekspresi murka dari Ethan, karena Etha berjalan ke belakang tubuh Arin yang masih terbungkus gaun pernikahannya.

"Begitukah? Apa kau pikir ini akan berhasil dan membuat kita bahagia?" tanya Ethan membuat Arin sedikit mengernyit bingung.

"Kenapa kamu berkata seperti itu? Bukankah kita saling mencintai?" tanyannya.

"Dulu aku memang sangat mencintaimu." Ucapannya tertahan mebuat Arin menoleh dan menatap langsung manik mata Ethan di depannya. Pria yang sudah sah menjadi suaminya, "Tetapi sekarang berbeda."

Deg

"Maksud kamu?" Arin melihatnya, tatapan asing yang sangat menakutkan yang di tunjukkan oleh Ethan.

"Sekarang ada jarak di antara kita, ada api kebencian di antara kita!" mata wanita itu membelalak lebar. "Cinta yang memberikan surga itu kini sudah di terlahap hangus oleh api neraka penuh kebencian dan DENDAM!!!" wanita itu memekik saat sang pria mencekik lehernya.

"Ethan!" pekiknya menahan tangan Ethan yang mencekik lehernya membuat nafasnya tersenggal-senggal. "Ethan apa yang kamu lakukan?"

"Kau ternyata sudah menipuku selama ini!" pekiknya begitu menggelegar di dalam kamar.

"A-aku ti-tidak paham," ucapnya terbata-bata karena tenggorokannya terasa panas dan sakit.

"Kau menipuku selama ini, dengan datang dan masuk ke dalam kehidupanku! Kenapa Arin? Apa keluargamu belum puas menghancurkan kehidupanku selama ini, hah?" bentaknya sangat menakutkan.

"A-apa maksudmu? Aku sungguh tidak mengerti," gumamnya sudah mulai melemah. Dadanya terasa semakin sesak dan lehernya terasa sangat sakit.

"Kau!!!" ucapnya menatap manik mata Arin yang sudah menjatuhkan air matanya. Mata Ethan memerah dan begitu menyeramkan. "Kau ada putrinya!"

Ethan mendorong tubuh Arin hingga terjerambab ke atas ranjang dan ia memalingkan wajahnya segera. Air mata Arin adalah kelemahannya. Cinta itu adalah kelemahannya, dan Ethan harus berusaha melawan itu.

Arin masih terbatuk-batuk dan segera bangun dari rebahannya. "Putri? Putri siapa maksud kamu, Ethan? Aku sungguh tidak paham?" isaknya.

"Kau putri dari JEFF sialan itu!"

Mata Arin seketikan membelalak lebar, rasa sakit di tenggorokannya seketika menghilang. "Apa? I-itu mustahil. Daddyku bukan Jeff," kekeh Arin berusaha menyangkalnya.

"Aku tidak buta, dan wajah itu masih melekat dalam ingatanku. Joseph Drummond adalah Jeff, salah satu ketua mafia terbesar di A.S. Dan dia yang ada di balik kehancuran keluargaku dan dia yang sudah memperkosa Kakak kandungku hingga ia memilih untuk bunuh diri karena mengandung anak pria sialan itu!"

Deg

Mata Arin semakin melebar besar mendengar penuturan Ethan barusan. "I-ini tidak mungkin," gumamnya sangat syok.

"Dia juga yang sudah menghancurkan perusahaan Papaku dan membunuh kedua orangtuaku. Dia pria yang sangat ingin aku bunuh begitu juga dengan seluruh keluarganya."

Deg

Seketika jantung Arin berdetak kencang, rasa sakit yang sangat amat teramat ia rasakan di dalam hatinya. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?

Daddy?

Ethan beranjak pergi meninggalkan Arin sendirian dalam kamarnya dalam kegundahan hati. Tubuh Arin merosot ke lantai, tubuhnya bergetar hebat dan sangat terguncang. Kedua kakinya ia tekuk dan ia peluk menumpahkan seluruh rasa sakit yang membuncak di dalam hatinya.

"Kenapa harus aku,, hhikzz....hikzzzz..... kenapa?" isaknya. "Kenapa harus aku? Hikzzz....hikzzz...hikzzzz...."

Di malam yang harusnya indah untuk setiap pasangan pengantin, kini hanya rasa sakit yang mereka berdua dapatkan. Baik Ethan maupun Arin keduanya sama-sama merasakan rasa sakit yang sangat amat.

***

Pagi itu Arin sudah bangun lebih dulu dan memasak sarapan untuknya dan Ethan. Arin berusaha melupakan kenyataan pahit yang semalam Ethan katakan. Arin sungguh tidak tau apapun dan tidak terlibat apapun. Dan Arin juga akan mencari tau segalanya kalau Daddy-nya bukanlah pelaku kejahatan itu. Bagaimanapun juga Arin menyayangi kedua orangtuanya. Arin tidak bisa membela atau mengorbankan salah satu di antara Ethan dan kedua orangtuanya.

Semalam Arin tidak tidur, begitu juga dengan Ethan yang memilih menyendiri di ruang kerjanya bahkan sampai sekarangpun belum keluar dari ruang kerjanya.

Arin masih sibuk menatap beberapa makanan di atas meja bar hingga derap langkah terdengar. Arin mengangkat kepalanya dan tampak Ethan sudah rapi dengan stelan kerjanya berjalan menuju pintu keluar.

"Ethan, kita sarapan bersama," seru Arin sedikit berteriak tetapi Ethan tak bergeming dan tetap berjalan menuju pintu keluar. Arin mengambil gelas berisi teh panas dan berjalan menuju Ethan.

"Ethan, setidaknya minum teh ini dulu. Kau belum sarapan, dan kau butuh sesuatu untuk menjaga daya tahan tubuhmu," ucap Arin saat sudah berhasil menghadang Ethan.

Ethan masih diam membisu dan menatap Arin dengan tatapan yang sangat sangat dingin membuat Arin tak mengenali siapa pria di depannya ini. Ethan biasanya selalu menampilkan senyuman khasnya atau senyuman jahil saat berhadapan dengan Arin, tetapi sekarang semua itu lenyap di gantikan dengan tatapan tajam dan wajah yang nyaris dingin. Arin sampai harus menelan salivanya sendiri saat melihat pria di hadapannya.

"Ethan-"

"Minggir!" ucapnya pelan tetapi tajam dan dingin.

"A-aku sudah membuat pancake kesukaanmu dengan penuh mozarella, sebaiknya kita sarapan dulu," ucap Arin.

"Minggir Arinka!" sekali lagi Arin terlonjak kaget karena geraman seram keluar dari Ethan.

"Sebaiknya kau minum dulu-"

"Aku bilang minggir!"

Prank

"Arrghhh!" pekik Arin saat Ethan menepis gelas di tangan Arin hingga jatuh ke lantai dan pecah, tetapi air di dalam gelas itu tak sengaja tumpah di tangan Arin membuatnya meringis sakit karena tangannya melepuh.

Ethan sempat kaget dan khawatir saat tangan Arin melepuh, hampir saja ia menarik tangan Arin dan mengobatinya tetapi ia berusaha menahannya. Arin masih meringis kesakitan dengan tatapan yang berkaca-kaca menatap ke arah Ethan. Tetapi Ethan masih menampilkan wajah datarnya dan berlalu pergi melewati Arin begitu saja.

"Hikzz,," isak Arin menundukkan kepalanya seraya memegang tangannya yang melepuh.

Di dalam mobil Ethan masih merenung memikirkan Arin yang terkena air panas. Sebagian hatinya begitu mengkhawatirkan Arin dan ingin sekali ia membalikkan mobilnya kembali dan membantu Arin, tetapi sebagian di dalam hatinya menahan dan menolaknya melakukan itu. Ethan merasa dirinya tengah di permainkan oleh emosinya sendiri.

Arin berjalan tertatih menuju wastafel dan memutar knop kran hingga airnya mengalir dengan deras, ia menyodorkan tangannya yang melepuh ke pancuran air dan meringis kesakitan saat air mengalir membasahi lukanya itu.

Katademi kata yang Ethan katakan terus terngiang di telinganya seperti sesuatu yangmemekan telinga dan siap membuat gendang telinganya pecah. Air mata terusmengalir membasahi pipi, rasanya sungguh sangat sangat menyakitkan, tak bisaArin pungkiri. Kebahagiaan yang Arin mimpikan, kini berubah menjadi sebuahmalapetaka yang sangat menyakitkan.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel